Saya pernah menulis tentang judi slot, yang mana poinnya adalah menonton judi slot ternyata lebih menyenangkan daripada main judi itu sendiri. Saya bahkan mendapuk diri saya sendiri sebagai penonton, lebih tepatnya menjadi penonton bagi teman-teman saya yang sedang main judi. Ya meskipun saya tidak bisa merasakan gimana enaknya ketika jackpot atau nelangsanya ketika boncos, setidaknya saya ikut merasakan adrenalin ketika menonton orang main judi.
Salah satu alasan yang membuat saya lebih memilih untuk jadi penonton selain memang tidak punya uang adalah saya tidak mau kecanduan permainan adu nasib ini. Seperti kita ketahui, judi slot ini memiliki kadar adiksi atau candu yang meskipun tidak setinggi narkoba, tapi sama-sama membahayakan. Para pemain yang sudah kecanduan bisa dipastikan akan merasakan sakaw ketika satu hari tidak main judi, punya atau tidak punya uang.
Iming-iming kesuksesan atau jackpot inilah yang membuat judi slot adalah candu bagi pemainnya. Bayangkan saja, dengan modal 20 ribu saja, kita bisa berpotensi menang sampai 1 juta rupiah. Siapa yang tidak tergoda, coba? Kerja atau bisnis macam apa yang hanya dengan modal 20 ribu bisa menang sampai 1 juta? Ya hanya judi. Walaupun, kemungkinan kita boncos juga tidak kalah besarnya. Tapi namanya juga candu, boncos tentu bukan jadi masalah bagi mereka.
Saya punya beberapa teman yang cukup kecanduan dengan judi slot. Ini bisa dilihat dari nyaris setiap hari, mereka-mereka ini selalu memandangi layar-layar HP, menanti buah-buahan yang pecah, atau menanti petir dari Zeus (kalian pasti tahu lah istilah ini). Bahkan, kalau ada teman lain yang sedang main, atau terdengar bunyi bel “kriingg”, mereka-mereka ini akan langsung beranjak menuju asal suara untuk melihat siapa yang sedang berjudi dan bagaimana hasilnya.
Indikasi lain dari kecanduan judi slot ini adalah bagaimana mereka berteori, fafifu wasweswos soal bagaimana sistem judi slot ini. Bahkan, mereka sampai menuliskan rumus-rumus, mulai dari berapa angka taruhannya, berapa putarannya, hingga apa yang harus diubah (baik angka taruhan atau putaran) ketika usaha sebelumnya tidak berhasil. Kalau diibaratkan, mereka ini mirip mas-mas so called progresif yang ndakik-ndakik soal ideologi dan semacamnya. Seperti diskusi ilmiah, padahal isinya kosong.
Sebagaimana layaknya orang yang kecanduan, mereka tak pernah mengakui kalau mereka sedang kecanduan. Mereka malah menganggap ini hanya sekadar hobi saja, bukan candu atau adiksi. “Main gini (judi slot) tak buat hobi aja, kok. Nggak lah kalau kecanduan.” Ini kata beberapa teman saya. Ini aneh, sebab kalau memang benar hobi, ketika boncos ya berhenti main, bukan malah deposit lagi, main lagi, dengan niat “mengembalikan modal.”
Oke lah kalau intensitas mainnya juga hanya seminggu sekali atau dua kali, itu masih bisa dikatakan hobi. Tapi kalau tiap hari main, tiap hari deposit, sampai menyimpan rumus judi, ndakik-ndakik berteori tentang sistem judi yang entah bagaimana kebenarannya, apa namanya kalau bukan kecanduan? Praktik kajian filsafat adu nasib? Praktik self-improvement? Ndasmu!
Akui saja, lah, bahwa kalian pemain judi slot ini sudah ada pada taraf kecanduan. Tidak perlu menyembunyikan kecanduan kalian dengan bilang bahwa ini adalah hobi. Hobi kok judi, hobi itu ya membaca, menulis, mancing, atau main gundu. Kalau judi, itu namanya kecanduan. Tidak usah malu mengakuinya, toh kecanduan terhadap judi slot juga bukan hal yang tidak bisa disembuhkan, kan? Kalau mau sembuh bisa banget, kalau tidak ya tidak apa-apa juga.
Saya sebenarnya juga tidak masalah dengan judi ini. Terserah kalian, toh saya juga tidak punya hak apa-apa atas uang yang kalian putar di judi slot. Tapi, merasa tidak kecanduan (padahal memang kecanduan) lalu menyembunyikannya di balik kata hobi adalah hal paling pengecut yang pernah ada. Jadi, akui saja kalau kecanduan, dan jangan bilang itu sebagai hobi.
Penulis: Iqbal AR
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Higgs Domino, SPayLater, dan Kesedihan Teman Saya Setiap Awal Bulan