Melihat serial animasi Nussa dan Rara yang tayang di TransTV pada bulan Romadan lalu, beberapa penonton mengutarakan kegelisahanya bahwa tayangan ini menampilkan sosok Nussa yang terlalu sempurna. Tak hanya tokohnya, keluarga dan lingkungan di sekitar nya pun digambarkan sempurna. Apalagi, ajaran agama yang disampaikan tidak dengan cara tersirat, melainkan secara to the point dan apa adanya. Penyampaian nilai-niai agama di serial animasi ini juga dirasa kaku dan konservatif. Kesan menggurui dan mendoktrinasi kental terasa dalam serial ini, begitu kata para pengritik Nussa dan Rara.
Selain itu, tayangan ini juga dinilai tidak sesuai dengan kondisi lingkungan anak-anak Indonesia yang heterogen, di mana tidak semua anak berada pada lingkungan yang terdidik agama dengan baik. Sikap Nussa dan Rara yang kaku dalam beragama dikhawatirkan membuat anak-anak sulit bergaul dan diterima di lingkungan yang tidak seragam.Bayangkan saja, anak-anak yang masih balita bisa dengan entengnya bilang “ummi kok marah-marah terus sih, gak kayak umma nya Nussa” atau “kakak kok gak pake kerudung sih, ntar masuk neraka lho”, atau begini “Kata Nussa gak boleh salaman dengan yang bukan mahrom, dosa”. Celotehan-celotehan anak-anak ini dirasa membuat suasana menjadi tidak nyaman bagi sebagian orang tua ketika diutarakan ke orang lain yang berbeda keyakinan.
Berbagai argumen ini kemudian membuat seorang Aminah Sri Prabasari menulis bahwa Serial Animasi Nussa Nggak Cocok untuk Tayangan Anak-Anak di Televisi. Tulisan yang cukup ramai mendapat tanggapan dari berbagai pihak, baik yang setuju maupun yang tidak. Menurut analisis saya, Mbak Aminah hanya menggunakan sudut pandang dirinya dan lingkungan sekitarnya saat menulis artikel itu, beliau tidak mencoba menjaring masukan dari pihak lain yang tidak berada dalam jangkauannya. Karena kenyataannya, ada 5,9 juta subscribers di akun YouTube official Nussa. Tentu 5,9 juta orang tersebut tidak sepakat dengan pendapat Mbak Aminah.
Apakah Mbak Aminah dan beberapa orang yang berkomentar senada tidak memiliki kecurigaan, jangan-jangan bukan Nussa dan Raranya yang tidak cocok dengan anak-anak Indonesia, tetapi anak-anak merekalah yang tidak cocok dengan Nussa dan Rara?
Kita semua mafhum jika keluarga Indonesia belum banyak yang bisa menikmati tayangan bermutu tinggi. Lihat saja kualitas sinetron Indonesia yang gak jelas juntrungannya itu, ratingnya tinggi meski banyak meme-meme dan konten sosmed yang membully tiap adegannya. Maka wajar juga jika tayangan Nussa dan Rara banyak yang tidak menyukai. Mereka jelas lebih bisa menikmati tayangan seperti serial Adit dan Sopo Jarwo atau serial Si Entong di MNCTV. Ah, jangan pula lupakan serial Dudung di Keluarga Pak Somat.
Serial tersebut tentu berbeda kelas dengan serial Nussa dan Rara. Bagaimana tidak, Adit dan Sopo Jarwo pernah menerima penghargaan Panasonic Gobel Award untuk kategori Program Anak Terfavorit tahun 2017 dan 2018. Serta Anugerah Peduli Pendidikan 2015 Keluarga Somat mendapat penghargaan Anugerah Komisi Penyiaran Indonesia kategori program animasi terbaik 2015 dan Anugerah Penyiaran Ramah Anak tahun 2017.
Ketiga serial animasi tersebut jelas lebih manusiawi, sesuai dengan realita kehidupan masyarakat dan anak-anak Indonesia, serta sarat dengan hikmah kehidupan yang dapat dipetik dan diterapkan. Lihat saja, bagaimana anak-anak di ketiga serial itu bersikap. Entong misalnya, perseteruannya dengan Memet membuat dia menerima tantangan Memet untuk balapan skuter tanpa memperhatikan keamanan dan keselamatan. Khas anak Indonesia bukan? Belum lagi episode adu joget break dance yang sampai membuat emaknya Entong dan Memet ikutan saling adu joget jaipongan. Identik dengan emak-emak Indonesia yang tidak mau anaknya kalah bersaing bukan?
Begitu pula Dudung dalam serial Keluarga Pak Somat, lihat kelakuannya! Dia dengan sembrono hilang dari pengawasan orang tuanya dan terbawa bus ke Bandara Soekarno Hatta dalam serial “salah jurusan”, sedangkan orang tuanya masuk bus jurusan Banjar. Ada lagi scene saat Dudung menolak membantu teman-temannya dan masuk rumah sambil membanting pintu dalam serial “Berebut Mainan”. Ah, cocok sekali dengan kelakuan anak-anak Indonesia. Lalu bagaimana dengan Adit dalam serial Adit dan Sopo Jarwo? Adit kan digambarkan sebagai anak baik-baik? Betul, Bang Jarwonya lah yang memberikan nuansa animasi ini bercita rasa Indonesia asli.
Bagimana? Ketiga animasi tadi sangat cocok dengan realita anak-anak dan kehidupan masyarakat di Indonesia bukan? Ini baru membahas tokoh sentralnya lho. Belum membahas gimmick lain seperti ibunya Memet yang jatuh cinta sama Pak Ustadz. Yah, Begitulah. Bagi para penonton serial animasi Nussa dan Rara, tentu tidak perlu melayani atau membantah tuduhan-tuduhan yang menyatakan serial kesayangan kalian ini tidak cocok dengan anak Indonesia, toh pada dasarnya memang apa yang dikatakan Mbak Aminah ini benar. Kita memang tidak cocok dengan Nussa dan Rara.
BACA JUGA Alasan Serial Animasi Nussa Nggak Cocok untuk Tayangan Anak-anak di Televisi dan tulisan Hafiq Wijanarko lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.