Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus Pendidikan

Adikku Kembar Identik dan Itu Tidak Mudah

Tappin Saragih oleh Tappin Saragih
20 September 2019
A A
kembar identik

kembar identik

Share on FacebookShare on Twitter

Banyak teman bilang saya beruntung punya adik kembar. Saya pikir kata “beruntung” itu tepat bila maksudnya dalam konteks peluang. Sebab dari sekian ratus pasangan—orang tua—di kampung saya, hanya tiga keluarga saja yang punya anak kembar. Dalam konteks perasaan, terkadang iya, terkadang tidak. Mengapa demikian? Punya anak—saudara—terlebih kembar identik itu juga punya suka dukanya sendiri. Kadang malah rumit. Tidak seseenak yang dibayangkan teman-teman. Setidaknya ini berdasarkan pengalaman saya pribadi.

Pertama-tama saya perkenalkan lebih dulu kedua adik saya. Mereka kembar identik dan perempuan. Namanya, Hariati Saragih dan Sumiati Saragih. Oh ya sekilas. Kalau di Jawa yang lahir lebih dulu itu adiknya (benar gitu gak sih? hehe). Kalau di tempat saya yang lahir lebih dulu itu kakaknya. Jadi kakaknya adalah Hariati. Panggilannya, Ati dan Sumi (bingung juga kenapa bukan Hari dan Sumi. hehe

Kalau kalian bertanya, kenapa nama adik saya bukan nama Batak—Batak Simalungun/ayah atau Batak Toba/ibu—saya juga tidak tahu. Saya sendiri baru tahu itu nama jawa setelah di Jogja. Dan saya memang belum pernah menanyakan itu secara langsung kepada ibu.

Pertama saya akan membahas sekilas perasaan senang punya adik kembar. Sebagai abang—anak sulung—saya tentu senang punya adik kembar identik. Orang-orang sering iri melihat saya. Orang-orang kadang gemas melihat adik saya. Bila ada teman atau saudara bertamu, mereka sering bingung tidak bisa membedakan yang mana kakaknya, yang mana adiknya. Itu kadang jadi hiburan tersendiri di rumah. Adik saya ceria dan suka tertawa di mana pun kami berada. Singkatnya, kehadiran mereka lebih sering membuat suasana jadi hidup.

Tapi perasaan kesal—aneh—juga tidak sedikit. Saat kecil, kalau satu orang sakit, yang lain juga ikut sakit. Ibu bahkan sampe nyerah—kewalahan—saat mereka kecil sehingga nenek ikut membantu merawat mereka (apalagi saat itu air susu ibu tidak lancar sebelah). Saat beli pakaian, motifnya harus sama persis (warna beda tidak apa-apa). Saat memberikan oleh-oleh atau kado, kami harus memastikan keduanya dapat—bahkan harus sama rata. Misalnya, Ati kamu beri satu jeruk, maka Sumi juga harus dapat satu. Kalau tidak, mereka  bisa merajuk lalu itu jadi masalah.

Selain itu, dalam urusan nakal mereka juga bareng-bareng. Saat mereka SMP ibu pusing—satu orang bendahara satu orang lagi sekretaris—kerena mereka bekerja sama memakan uang sekolah. Saat SMA, mereka bolos—kabur dari sekolah—selama seminggu lebih. Orang tua sampai pusing dan malu karena harus berhadapan dengan kepala sekolah.

Saya secara pribadi punya tiga pengalaman unik—lucu tapi agak menyedihkan juga sih. Yang pertama, soal wajah. Sejak SMA, saya sudah merantau. Kebetulan saat SMA saya pulang ke rumah setiap enam bulan sekali—liburan semester. Jadi saat liburan, ibu menyuruh saya memasak (kebetulan ibu lebih suka saya masak, hehe). Nah, ketika masak saya butuh bantuan. Jadi saya memanggil salah seorang dari mereka yang kebetulan tidak jauh dari saya sedang bersih-bersih.

“Ti,.. Ti..,” saya memanggilnya berkali-kali.  Saya pikir dia tidak mendengar jadi volume suara saya keraskan. Dia tidak juga mendengar. Saya panggil lagi sampai akhirnya saya kesal lalu saya bentak kenapa tidak menyahut. Dia menjawab dengan santai, “Si Ati di depan.” Saya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Tenggorokan terasa terganjal sesuatu setelah menyadari dia adalah adiknya. Padahal saat melihat wajahnya saya pikir itu adalah kakaknya. Saya keliru. Dari pengalaman itu, akhirnya saya belajar dan memanggil mereka sampai sekarang dengan sebutan “Kem” singkatan dari “kembar”. Jadi ketika saya memanggil “Kem” siapa saja akan datang atau menyahut.

Baca Juga:

Derita Menyandang Status Sarjana Pertama di Keluarga, Dianggap Pasti Langsung Sukses Nyatanya Gaji Kecil dan Hidup Pas-pasan

Saatnya Berhenti Menyuruh Orang Lain untuk Tambah Anak, Donatur Juga Bukan, tapi Ngaturnya Kelewatan!

Pengalaman kedua, soal suara. Setelah di Jogja, untuk melepas rindu saya biasanya menelpon mereka. Pada tahun 2010 jaringan internet dan WA belum seperti sekarang (bisa videocall). Dulu lebih sering menggunakan TM (talkmania) jadi bisa ngobrol sampai sepuasnya. Jadi suatu ketika saya ngobrol dengan mereka. Karena warna suaranya hampir sama persis, saya salah tebak. Saya pikir yang sedang berbicara adalah adiknya, ternyata adalah kakaknya.

Sampai sekarang setiap kali saya menelpon mereka, saya berusaha tidak gegabah mengajukan pertanyaan atau basa-basi tentang rutinitas mereka—satu guru di sekolah swasta, satu lagi guru di sekolah negeri. Saya harus memastikan lebih dulu dengan siapa saya berbicara. Karena saya juga pernah kembali menelan rasa malu sendiri setelah mengulangi kesalahan yang sama: salah sangka. Saya menelpon ke nomor kakaknya. Saya buru-buru bercanda mengomentari sekolahnya—sekolah negeri. Dengan sedikit usil, dia menjawab itu sekolah Ati. Ternyata yang angkat adalah adiknya. Seketika suasana obrolan jadi terasa ganjil.

Yang terakhir, hadiah. Suatu hari saya jalan-jalan ke Manding tempat kerajinan kulit. Saat melihat high heels bagus, saya jadi ingat adik saya. Lalu saya beli dua pasang—di lain kesempatan saya pernah beli baju batik formal di Malioboro. Saya tanya mereka nomor sepatu mereka dan saya beli—baju juga begitu. Lalu saya kirim. Seminggu kemudian, saya tanya ibu ternyata high heels—juga baju batik—ibu jual karena mereka tidak mau pakai. Alasannya, satu tidak pas.

Saya geleng-geleng kepala sedikit kapok. Itu sebabnya sampai sekarang, saya harus tetap berhati-hati dan punya presisi yang tinggi. Apalagi kalau pulang kampung setelah sekian lama di tanah rantau. Saya tidak bisa menjamin, saya bisa dengan mudah membedakan mana kakaknya, mana adiknya. Meski sudah besar, mereka terkadang masih mau iseng dan usil mengerjai—semacam prank—orang lain. Sungguh, menghadapi adik kembar identik itu tidak mudah. (*)

BACA JUGA Mawang dan Jawaban Atas Penyampaian Rasa Sayang Kepada Orang Tua yang Seringkali Sulit Diungkapkan atau tulisan Tappin Saragih lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 25 Februari 2022 oleh

Tags: adik kakKeluargakembar identiknostalgiasuka duka
Tappin Saragih

Tappin Saragih

ArtikelTerkait

bahagia

Jadilah Bahagia Walau Tidak Terlahir Dari Keluarga Kaya, Nak

29 Juni 2019
Arisan Keluarga: Budaya yang Harus Tetap Dijaga meski Nggak Menarik Buat Anak Muda

Arisan Keluarga: Budaya yang Harus Tetap Dijaga meski Nggak Menarik Buat Anak Muda

10 Agustus 2024
keluarga weasley Mengenang Kembali Kejayaan Novel Harry Potter Terminal Mojok

Mengenang Kejayaan Novel Harry Potter di Tengah Rendahnya Minat Baca Indonesia

4 Maret 2021
Toko Kelontong Bukan Tempat Penukaran Uang, Tolong Kesadarannya, Hyung warung kelontong mitra tokopedia grosir online terminal mojok.co

Nostalgia 6 Kebiasaan Masa Kecil Pas Disuruh ke Warung sama Ibu

8 April 2020
Alasan Huruf X Bisa Dibaca 'Nya' Saat Berbalas Chat terminal mojok.co

Efek Laten Aplikasi Whatsapp: Sedikit-Sedikit Dibuatkan Grup Chat, Lama-Lama Jadi Menumpuk

6 September 2019
Nyatanya, Keluarga Jepang seperti Chibi Maruko-chan Sudah Hampir Nggak Ada Terminal Mojok

Nyatanya, Keluarga Jepang seperti Chibi Maruko-chan Sudah Hampir Nggak Ada

27 April 2022
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

30 November 2025
Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

4 Desember 2025
Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

1 Desember 2025
Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

3 Desember 2025
Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

30 November 2025
4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang Mojok.co

4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.