Musim hujan adalah musim kawin. Entah untuk kodok, maupun manusia. Lihat saja undangan di rumah saya, menggunung nggak kira-kira. Walau yang beri undangan itu semuanya manusia, bukan kodok. Setelah beberapa di antara mereka sukses melangsungkan perkawinan, kebanyakan akan bertanya kepada saya, tempat tujuan bulan madu mana yang cocok untuk mereka. Mereka bertanya dengan amat spesifik, yakni luar negeri dan murah. Padahal, ya, bulan madu di Kaliurang udah yahud luar biasa. Mereka kebanyakan nggak mau mungkin karena bosan pas pacaran udah sering tujuan bulan madu mereka ke sana.
Mereka bertanya kepada saya lantaran saya pernah menjelajahi beberapa tempat di Asia—Asia Tenggara secara khusus—dengan keberuntungan. Lantas pikiran saya pun mengembara, dari semua tempat yang pernah saya datangi di Asia Tenggara, mana yang paling romantis tanpa kudu diromantisasi?
Lantas pikiran saya mengerucut kepada satu tempat, yakni Luang Prabang, Laos. Ada beberapa faktor yang bisa menjadikan Luang Prabang sebagai tempat paling enak untuk tujuan bulan madu, pertama karena udaranya amat dingin. Pas banget kan untuk bulan madu?
Saya kurang paham mengenai musim di Laos. Namun, sepanjang saya tinggal di sana, sekitar bulan Januari, udara dingin sungguh nggak masuk akal bagi saya yang menganggap Imogiri malam hari itu sudah dingin. Jam 12 saja, di sana masih kemebul kabut yang menutupi akses utama masuk ke kota ini.
Saya mendarat dari Singapura ke Luang Prabang pada pukul sebelas siang dan udara di sana sungguh sejuk bak Bantul di pagi hari. Jarangnya kendaraan bermotor yang membelah akses utama area wisata, menjadi faktor penunjang yang bisa diperhatikan.
Kedua, tiap sudut adalah yang-yangan. Dari hostel menuju Gunung Phu Si, melewati Royal Palace, itu sudah masuk pusat kota Luang Prabang. Namun, tiap trotoar diisi oleh orang-orang yang-yangan atau memadu kasih. Ada yang membawa anjing, menggendong anak, hingga yang bercakap-cakap dengan bahasa asal mereka.
Ada bule regional asal Malaysia yang saya taksir sedang gombal-gombalan dengan pasangannya. Gombalannya menarik sekali, yakni gombalan Dilan yang diubah menjadi Bahasa Melayu. “Kerja rumah saye rindu awak, nak ke?” sembari merasakan sembribit angin yang mencabik-cabik batin mereka yang sedang kasmaran.
Ketiga, murah. Akan tetapi mohon maaf nih, bukan maksud membuat kecewa. Ini objektif menurut sudut pandang saya sebagai mahasiswa. Hostel, makanan, dan oleh-oleh di Luang Prabang itu termasuk murah. Misalkan hostel, saya kena yang 120 kip satu malam atau sekitar 180 ribu. Tapi ya itu, satu kamar isinya 4 orang. Mosok lagi jalan-jalan dengan tujuan bulan madu milih hostel yang diisi 2 stranger? Kan, jadi sad.
Kalau makanan juga murah, palingan ya 20 kip sampai 50 kip. Apalagi di Night Market Luang Prabang, aneka jajanan ada. Gaya Eropa, Amerika, atau Laos sendiri, silih berganti bakal bikin kalian lapar mata. Enakkan ketika pagi sampai siang bulan madu, sorenya menikmati hari di area Chao Fa Ngum Rd.
Keempat, jalan-jalan nikmat, naik sepeda apalagi. Bisa dikatakan area wisata Luang Prabang itu sempit. Jalan kaki saja sebenarnya sudah cukup. Sambil menyusuri Sungai Mekong yang terkenal luhur di Asia Tenggara, sambil memaknai harkat dan martabat pasangan masing-masing. Kurang kompleks apa, coba?
Bisa juga naik sepeda. Menyusuri jalan-jalan sunyi Luang Prabang dengan hati tenang dan bahagia. Kalau naik sepeda, bisalah sampai area pesisir kota. Menyikap tabir apakah kota ini sepenuhnya bahagia, atau seperti Jogja yang diam-diam menyimpan luka.
Kelima, tempat terbaik untuk kontemplasi dan memahami perasaan satu sama lain. Nikah itu pilihan ekstra, dan di kota ini bisa diperdalam dengan kondisi religius Buddhisme. Bisa sekadar mengunjungi Wat Xieng Thong atau berkontribusi pada tradisi bernama Tak Bat. Yakni tradisi memberikan donasi berupa makanan untuk pendeta Buddha. Tidak harus memberi, sih, sejatinya kehadiranmu itu sudah sangat berarti.
Dari sini bisa kok mempelajari apa itu perbedaan secara mendasar, memaknai kebahagiaan orang lain, dan terpenting adalah kisah kasih. Pulang ke Indonesia kan nggak melulu membawa bakal anak. Lha wong membawa bekal toleransi sesama manusia itu baik buat hubungan. Iya, toleransi. Halah itu lho, salah satu hal yang katanya sih mulai langka di negeri kita tercinta ini.
BACA JUGA Rekomendasi Kado Nikahan Mantan dengan Kandungan Makna Mendalam dan tulisan Gusti Aditya lainnya.