Kompetisi Liga negara-negara Eropa musim 2019/2020 akan segera dimulai. Seperti biasa, sebelum memulai musim baru, klub-klub negara Eropa akan mengadakan uji coba pra musim—friendly match. Sebagai persiapan menghadapi musim kompetisi yang panjang dan melelahkan sekaligus sebagai ajang evaluasi dari klub untuk menilai kekurangan.
Salah satu laga uji coba yang selalu diadakan tiap tahunnya adalah ICC (International Champions Cup). Ini semacam turnamen uji coba sebelum menyambut musim baru. Klub yang bertanding juga bukan sembarangan. Beberapa klub besar Eropa pernah mengikuti turnamen pra-musim ini. Sebut saja Barcelona, Chelsea, Real Madrid, Bayern Munchen, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu walaupun ini hanya sekedar laga uji coba, tapi tetap saja ada gengsi di dalamnya. Buktinya pemain-pemain yang diturunkan bertanding adalah para pemain utamanya.
Baru saja selesai salah satu big match di turnamen ini. Yaitu pertandingan antara klub terbaik Jerman—Bayern Munich dan juga klub terbaik ketiga (setelah Barcelona dan Atletico Madrid) di Spanyol—Real Madrid. Walaupun ini hanyalah laga pra-musim, tetap saja ini adalah laga bergengsi.
Di laga ini, Bayern menunjukan kelasnya dengan mengalahkan Real Madrid. Real Madrid dipermalukan dengan skor yang cukup telak, 3-1. Pemain anyar mereka—Eden Hazard—yang disebut-sebut sebagai pengganti Christiano Ronaldo bahkan belum mampu menunjukan kelasnya sebagai pemain bintang.
Ada pertanyaan menarik yang muncul setelah laga ini. Ada apa dengan Real Madid? Padahal mereka sudah kembali dilatih oleh pelatih yang mengantarkan gelar Liga Champion tiga kali beruntun.
Sekarang, mari kita membahas Zinedine Zidane. Atau yang lebih akrab dipanggil Zizou. Zizou mengawali karirnya sebagai pelatih Real Madrid Castilla. Dia kemudian didapuk sebagai pelatih kepala tim utama Real Madrid setelah Florentino Perez—Presiden Real Madrid—memecat Rafael Benitez yang dianggap tidak mampu mengangkat performa Madrid. Zizou menggantikan Rafa setelah musim kompetisi sudah setengah jalan.
Zinedine Zidane merupakan salah satu pemain terbaik sepakbola ketika dia masih aktif bermain. Berbagai trofi dan juga penghargaan individu pernah diraihnya. Dia pernah mengantarkan Prancis ke partai final Piala Dunia 2006 dan juga pernah meraih penghargaan Ballon d’Or.
Ternyata karir kepelatihannya tidak kalah berprestasinya. Tidak banyak pemain sukses yang juga sama suksesnya sebagai pelatih. Sebagai pelatih Real Madrid, Zizou sukses mempersembahkan berbagai trofi kepada kepada para fans. Yang mungkin paling berkesan dan tidak akan terlupakan yaitu bagaimana Zizou mampu mengantarkan Real Madrid meraih trofi Liga Champion tiga kali beruntun. Hal itu membuat Zizou menorehkan rekor sebagai pelatih pertama yang mampu memenangkan Liga Champion tiga kali secara beruntun.
Pada awal musim lalu, Zizou memutuskan untuk berhenti menjadi pelatih Real Madrid. Dia memutuskan untuk istirahat sejenak. Mungkin dia sudah puas dengan raihannya sebagai pelatih. Para fans tentu saja kecewa. Jarang ada pelatih yang memutuskan berhenti ketika berada di puncak. Pelatih lain yang pernah melakukan hal yang sama setau saya adalah Guardiola bersama Barcelona dan juga Alex Ferguson bersama Manchester United.
Setelah mengundurkan diri, Real Madrid terseok-seok dibawah kepelatihan Juen Lopetegui. Dianggap tidak mampu mengangkat performa Real Madrid, Lopetegui dipecat. Santiago Solari menjadi penggantinya. Tapi lagi-lagi, Solari juga diangap tidak membawa perubahan yang berarti. Terus mengalami kekalahan. Solari kemudian juga dipecat. Diluar dugaan, Zizou yang memutuskan berhenti diawal musim lalu malah kembali melatih Real Madrid.
Kembalinya Zidane tentu saja membuat para fans senang. Dia dianggap mampu mengembalikan Real Madrid ke performa terbaiknya. Yang saya lihat, nyatanya tidak banyak perubahan yang dialami Real Madrid dibawah kepelatihan Zidane kali ini. Dia memang mengawali comebacknya dengan kemenangan atas Celta Vigo—walaupun memang kemenangannya diraih dengan susah payah. Tapi setelah itu, Real Madrid kelihatan masih sulit kembali ke performa terbaik mereka. Meraka bahkan kalah dari Real Betis dikandang sendiri.
Jadi, sebenarnya apa yang salah? Benarkah yang dibutuhkan Real Madrid adalah seorang Zinedine Zidane? Kita belum tau pastinya.
Sebenarnya ada satu variabel yang kita lupakan. Saat Zidane memutuskan berhenti dari kursi kepelatihan Real Madrid di awal musim lalu, pemain terbaik mereka—Christiano Ronaldo—juga pergi dari Santiago Bernabeu dan memilih berseragam Juventus. Dari situlah awal kesialan menimpa Real Madrid.
Sepeninggal pemain yang selalu dibandingkan dengan Lionel Messi tersebut, performa Real Madrid menurun drastis. Musim lalu bahkan Real Madrid tidak mampu meraih satu kemenangan pun saat bersua rival abadi mereka, Barcelona. Dari empat kali bertemu, hasil terbaik yang mereka dapatkan hanyalah hasil imbang. Sisanya mereka harus rela menerima kekalahan.
Setelah Zidane kembali pun, Real Madrid tidak mampu berbuat banyak. Mereka pun harus rela hanya mampu finish di posisi ketiga. Padahal musim lalu mereka dilatih oleh tiga pelatih ternama secara bergantian. Mereka bahkan baru saja kalah dari Bayern Munich di laga uji coba pra-musim. Walaupun memang hal itu belum cukup menjadi bukti kalau Real Madrid akan mengarungi musim baru dengan buruk.
Tapi kita tau satu hal. Performa Real Madrid—setidaknya sampai saat ini—cukup membuktikan bahwa Real Madrid lebih butuh sosok seorang Christiano Ronaldo dibandingkan Zinedine Zidane.