Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

PPG Tidak Menghasilkan Guru Berkualitas? Tunggu Dulu

Hanifatul Hijriati oleh Hanifatul Hijriati
8 September 2020
A A
sarjana pendidikan guru nasihat kiai mengajar Jangan Jadi Guru Kalau Baperan, kecuali Hatimu Sanggup Legawa PPG

guru nasihat kiai mengajar Jangan Jadi Guru Kalau Baperan, kecuali Hatimu Sanggup Legawa PPG

Share on FacebookShare on Twitter

Rendahnya kualitas guru di Indonesia sudah bukan berita baru. Peringkat pendidikan yang rendah yaitu peringkat 62 dari 69 negara, membuktikan bahwa meskipun sudah diselenggarakan program pelatihan guru, peningkatan pendidikan kita belum signifikan atau malah ya tidak ada peningkatan.

Upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru dengan PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang sebelumnya disebut PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru) memang belum membuahkan hasil yang signifikan. Bahkan sampai ibu Sri Mulyani pun mengkritik program ini karena ya program ini telah menghabiskan anggaran yang banyak dari APBN.

Kritik bu Sri Mulyani ini bisa saya maklumi. Ya beliau kan yang mengatur keuangan negara. Bagaimana tidak kesel jika anggaran yang dikeluarkan sudah banyak namun kualitas pendidikan negara ini nggak naik-naik. Kritik ini juga dilayangkan oleh Muhammad Ramli Rahim sebagai ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) yang menyatakan bahwa PPG tidak berdampak pada kualitas dan mutu pendidikan.

Sebelum mendebat kritik bu Sri Mulyani dan Muhammad Ramli Rahim, perlu saya ingatkan jika format PLPG berubah baru tahun 2016. Perubahan ini bukan cuma label saja tapi juga muatannya. Syarat nilai UKG yang harus mencapai 80 untuk mengikuti PPG membuat program ini berbeda dari PLPG. Bisa saya jelaskan sedikit perbedaannya di sini.

PLPG yang pertama dilakukan pada tahun 2006 memiliki dua jalur yaitu portofolio dan diklat atau pelatihan. Jalur portofolio adalah jalur yang dinilai melalui pengalaman guru mengajar. Dengan jalur ini, guru cukup mengumpulkan data-data dan dokumentasi yang jumlahnya banyak selama ia menjadi guru. Berkas yang dinilai bisa segunung dan saya tidak bisa bayangkan bagaimana staf atau pegawai Dinas Pendidikan harus memeriksa satu persatu. Jika dengan jalur ini guru tidak lulus, maka harus mengikuti diklat atau pelatihan selama 9 hari.

Namun karena ternyata ditemukan bahwa jalur portofolio banyak memberi celah untuk data yang tidak valid, pada tahun 2008 jalur portofolio tidak diberlakukan kembali.

Diklat PLPG diadakan hampir ke seluruh guru baik PNS maupun non-PNS. Siapa saja guru yang sudah memiliki NUPTK bisa langsung terdaftar dalam PLPG. Antrian berdasarkan umur dan lamanya mengabdi menjadi guru.

Diklat 9 hari ini pun memiliki standar penilaian yang masih relatif rendah yaitu 42. Dengan standar nilai itu artinya nilai akhir baik dari uji praktek hingga tulis minimal 42 sudah mendapatkan label guru profesional. Alhasil hampir seluruh peserta PLPG bisa dinyatakan lulus. Ini sangat berbeda dengan PPG. Nah seperti apa PPG bisa saya tuliskan di sini.

Baca Juga:

3 Hal yang Harus Dipertimbangkan sebelum Daftar PPG Calon Guru dan Menyesal

Derita Jadi Lulusan PPG: Statusnya Saja Guru Profesional, tapi Cari Kerja Tetap Susah

Sebelum mengikuti PPG, guru harus diseleksi dulu melalui Uji Kompetensi dan nilai harus mencapai minimal 70. Uji kompetensi ini meliputi kompetensi profesional, pedagogik dan sosial. Jumlah soal tergantung mapel yang diampu. Untuk muatan soal saya akui cukup sulit untuk kompetensi profesional dan pedagogik. Bagi guru yang memiliki nilai 70 ke atas langsung terdaftar mengikuti PPG. Nilai di bawah itu ya tidak terdaftar, harus menunggu tes berikutnya.

PPG memiliki lama diklat tatap muka selama 10 hari namun sebelumnya harus mengikuti kelas daring yang lamanya empat bulan. Selama 4 bulan kita diberi modul yang isinya cakupan materi semua dan mengerjakan tugas dengan bimbingan dosen yang ditunjuk.

Tugas dinilai oleh dosen dan ada kemungkinan perlu diperbaiki. Selama 4 bulan ini bisa dibilang cukup membuat peserta lembur tiap malam dan mengabaikan pekerjaan rumah. Karena peserta ini juga masih harus mengajar, berarti pengerjaan tugas bisa dilakukan dengan waktu yang lebih senggang pada malam hari.

Ujian pun ada tiga macam yaitu Ujian Tulis LPTK, micro teaching dan terakhir Ujian Tulis Negara (UTN). Ujian tulis yang pertama, peserta harus bisa menjawab soal essay yang kesemuanya soal logika bukan hafalan ya. Ada standar nilai yaitu 80. Jika tidak lulus ya harus mengulang sampai tiga kali. Jika tidak lulus lagi, berarti tidak bisa mengikuti UTN.

Yang paling menegangkan itu saat UTN. Karena di sinilah penentu guru berhak memperoleh tunjangan atau tidak dan guru bisa mendapat label profesional atau tidak. Nilai UTN harus mencapai minimal 80.  Pada saat angkatan saya mengikuti UTN dari satu angkatan yang jumlahnya 60 hanya 12 yang lulus dan Alhamdulillah termasuk saya. 48 Peserta tidak lulus berarti belum berhak memperoleh tunjangan.

Untuk mapel Matematika satu angkatan saya bahkan hanya 8 guru yang lulus. Nasib peserta yang belum lulus  UTN diberi kesempatan hingga tiga kali. Jika masih gagal berarti mengulang tahun berikutnya.

Sudah seberapa jauh efektifnya program ini? Belum bisa diukur begitu saja.  Yang jelas proses seleksi yang lebih ketat membuat PPG dianggap lebih baik daripada PLPG. Nyatanya banyak dijumpai rekan saya yang bahkan tidak lulus-lulus sudah hampir dua tahun karena nilai tidak mencapai 80. Alhasil beliau tidak bisa naik pangkat karena belum dianggap layak sebagai guru profesional dan juga tidak mendapat tunjangan profesi.

Peraturan ini tidak memandang guru tersebut PNS atau non PNS. Syarat berlaku untuk semua guru. Sungguh perjalanan untuk memperoleh label guru profesional itu saat ini tidak mudah, Mylov.

Masih menganggap program untuk membuat guru berkualitas ini sia-sia? Ok sampai di sini mari saya ajak itung-itungan lagi. Jika PPG pertama kali dilaksanakan tahun 2016, itu berarti PPG baru dilaksanakan 4 kali sampai tahun 2020. Sampai tahun 2018, guru yang dinyatakan lulus adalah 106,544 dari total keseluruhan peserta yang berjumlah 453,377.

Sedang menurut catatan Kemendiknas ada 1,39 juta guru yang sudah bersertifikasi. Jumlah tersebut jika dikurangi dari jumlah guru bersertifikasi melalui jalur PPG maka jumlahnya akan masih sangat jauh lebih banyak guru bersertifikat melalui jalur PLPG dan portofolio.

Jadi, sangat tidak adil jika PPG dianggap tidak berdampak pada peningkatan kualitas guru. Anggapan ini ya sangat tidak mendasar. Perlu ada pemilahan ketika mengukur kualitas guru berdasarkan standar pelatihan guru yang diikuti.

Saya jelas sangat mendukung program apapun untuk peningkatan kualitas guru demi peningkatan mutu pendidikan. Ya kalau gurunya tidak berkualitas tentunya akan berdampak pula pada kualitas generasi. Bukan begitu, Mylov?

BACA JUGA Dalam Suatu Hubungan, Seharusnya Tidak Ada Kata dan Rasa Bosan atau tulisan Hanifatul Hijriati lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 8 September 2020 oleh

Tags: guru berkualitasPPGprogram
Hanifatul Hijriati

Hanifatul Hijriati

Seorang guru SMA yang suka ngopi.

ArtikelTerkait

PPG Cuma Bisa Mengoleksi Sertifikat tanpa Kemampuan Nyata? (Pexels)

Lulusan PPG Harus Kompeten, Jangan Cuma Jadi Guru yang Hobi Mengoleksi Sertifikat Tanpa Kemampuan Nyata di Lapangan

1 April 2025
Jurusan PBSI Memang Jurusan yang Nanggung: Mau Jadi Guru Masih Harus PPG, Sastranya Juga Nggak Terlalu Dalam PPG Calon Guru

Jurusan PBSI Memang Jurusan yang Nanggung: Mau Jadi Guru Masih Harus PPG, Sastranya Juga Nggak Terlalu Dalam

8 Juni 2025
Derita Kuliah Jurusan Pendidikan Olahraga yang Sering Dikira Main-main Aja, tapi Saya Tidak Pernah Menyesal Memilihnya Mojok.co

Kalau Ilmu Murni Bisa Jadi Guru, lalu untuk Apa Masih Ada Jurusan Pendidikan?

18 September 2025
KKN: Tak Lebih dari Ajang Adu Gengsi dan Bikin Konten

KKN: Tak Lebih dari Ajang Adu Gengsi dan Bikin Konten

9 Agustus 2022
Nasib Guru Honorer Menjelang Idulfitri: THR Nggak Turun, Upah Bulan Lalu Nanti Dulu orang tua guru korea

Tak Ada Solusi, Guru Honorer Tanpa Sertifikasi Dipaksa Sakit Hati Lagi

1 Desember 2024
4 Hal yang Perlu Dipersiapkan oleh Calon Mahasiswa PPG Prajabatan selain Mental Kuat

4 Hal yang Perlu Dipersiapkan oleh Calon Mahasiswa PPG Prajabatan selain Mental Kuat

11 Agustus 2024
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka Mojok.co

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

1 Desember 2025
Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025
Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

30 November 2025
Nggak Ada Gunanya Dosen Ngasih Tugas Artikel Akademik dan Wajib Terbit, Cuma Bikin Mahasiswa Stres!

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

5 Desember 2025
Ketika Warga Sleman Dihantui Jalan Rusak dan Trotoar Berbahaya (Unsplash)

Boleh Saja Menata Ulang Pedestrian, tapi Pemerintah Sleman Jangan Lupakan Jalan Rusak dan Trotoar Tidak Layak yang Membahayakan Warganya

3 Desember 2025
Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat
  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.