Hari ini saya work from home (WFH). Ketika fokus dengan pekerjaan dari kantor, anak sulung saya menyela “Ma, ini bagaimana maksudnya?” Dia memperlihatkan percakapan di grup WhatsApp kelasnya. Anak saya sedang sekolah di rumah.
Isinya tentang petunjuk pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dari sekolahnya. Saya pun menghentikan pekerjaan dan beralih menjadi guru dadakan. Mengajarinya cara menggunakan situs berbasis moodle yang digunakan oleh sekolahnya. Dari mengunduh materi, menonton video pembelajaran, mengerjakan tugas, hingga mengunggah tugas ke website.
Sekolah di rumah memang cukup merepotkan merepotkan. Bagi sebagian orang tua, tidak masalah menyediakan fasilitas penunjang kegiatan PJJ. Namun, bagi orang tua yang membayar SPP anak-anaknya saja kesulitan, perlengkapan penunjang seperti hape maupun laptop adalah barang mewah. Terlebih bagi orang tua yang memiliki anak lebih dari satu.
Artinya, mereka juga harus menyediakan perangkat gadget ini sesuai jumlah anak yang masih sekolah. Orang tua juga harus merogoh koceknya lebih dalam lagi untuk membayar biaya kuota internet. Ah, kalian pasti sudah tahu soal kayak gini.
Tak hanya keterbatasan fasilitas untuk PJJ, orang tua dituntut untuk lebih mengerti teknologi. Untuk anak usia SMP-SMA, mungkin orang tua tidak perlu lagi mengajarkan cara menggunakan aplikasi Zoom maupun Google Classroom. Namun, bagi anak SD, atau baru kelas 1 SMP, orang tua harus mengajarkan cara aplikasi ini. Belum selesai di situ, orang tua dituntut untuk bisa mendampingi anak-anaknya belajar.
Emak-emak yang biasanya lebih banyak di rumah ketimbang bapak-bapak, tak jarang menuangkan keluh kesah soal pendampingan PJJ ini. Kita tentu paham bahwa tugas ibu rumah tangga demikian banyak, dari bangun tidur hingga tidur lagi, ada saja yang harus dikerjakan. Terlebih bagi mereka yang tidak memiliki asisten rumah tangga. Bagi emak-emak yang punya anak balita, repotnya pun luar biasa.
Ada teman yang bercerita bahwa di sekolah anaknya, guru hanya memberikan tugas melalui aplikasi WhatsApp tanpa penjelasan sedikit pun. Kalaupun ada penjelasan, hanya sebentar, dikarenakan keterbatasan waktu pada aplikasi meeting online gratisan.
Di sela setumpuk pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga, teman saya ini harus menyempatkan diri mempelajari materi pelajaran anak-anaknya, kemudian mengajari anaknya. Tentu dengan keterbatasan karena tidak semua orang memiliki skill mengajar. Jangankan mengajar, memahami kembali materi pelajaran yang sudah mereka dapatkan berpuluh tahun lalu tentu membutuhkan perjuangan ekstra.
Sebagian ibu mengeluh karena mereka harus bekerja, baik di rumah maupun kantor. Ketika mereka harus ke kantor, otomatis tidak ada yang mendampingi anaknya belajar. Ketika dirinya bekerja dari rumah, tetap ada deadline pekerjaan dari kantor yang harus diselesaikan. Ia harus membagi waktu, tenaga dan pikiran, antara pekerjaan kantor, dan urusan sekolah anak.
Sekolah di rumah ini tak jarang membuat para emak galau. Di satu sisi dia sangat ingin anaknya memahami pelajaran dan menyelesaikan tugas sekolah. Namun di sisi lainnya, ada banyak hal yang juga menyita perhatiannya. Kondisi ini kadang membuat emak-emak galau, stres, bahkan menyulut emosi.
Kondisi ini tentu tidak kita harapkan. Perlu antisipasi dari pemerintah maupun sekolah agar PJJ ini tidak memberatkan orang tua maupun guru. Pemerintah diharapkan membuat panduan dalam pelaksanaan PJJ. Terlepas dari masalah ketersediaan gadget dan biaya, diharapkan sekolah menyediakan fasilitas tatap muka online yang memadai agar para guru dapat tetap memberikan penjelasan tanpa terbatas pada waktu yang disediakan oleh aplikasi gratisan.
Kendala keterbatasan penguasaan teknologi tidak hanya menjadi masalah bagi orang tua, namun juga para guru. Guru tidak hanya memberikan tugas yang dibagikan lewat WhatsApp, namun juga harus memberikan penjelasan kepada siswa melalui aplikasi meeting online maupun video pembelajaran.
Diharapkan pemerintah juga menyederhanakan kurikulum. Satu hal yang harus dijaga dalam masa pandemi ini adalah anak-anak tidak kehilangan semangat sekolah di rumah. Sangat berat jika kurikulum pada masa normal diterapkan pada masa PJJ ini. Guru bisa bertatap muka dengan murid-murid, saling menyapa dan memberikan semangat agar dapat melalui masa pandemi ini dengan baik, hal tersebut lebih penting ketimbang menjejali anak-anak dengan pelajaran berat.
Masa ini dapat dipergunakan untuk lebih memperkenalkan anak-anak pada pekerjaan rumah tangga. Mereka bisa diberi tugas membantu pekerjaan di rumah, dan orang tua memberikan nilai. Selain melatih anak-anak untuk mandiri, hal ini dapat meningkatkan kedekatan orang tua dan anak-anaknya.
Biasanya anak akan lebih patuh jika guru yang memberikan tugas. Guru bisa memberi tugas yang lebih sederhana seperti mengumpulkan artikel tentang sebuah tema dan meringkasnya.
Masa ini pun dapat dimanfaatkan untuk menggali potensi dan bakat anak. Saat ini pengembangan bakat diluar akademik masih sangat minim. Guru dapat memberi tugas agar anak melakukan hal yang mereka sukai.
Bagi yang suka bernyanyi, diminta merekam dan mengumpulkannya ke guru. Bagi yang suka melukis, menjahit maupun ketrampilan lainnya diminta membuat karya agar bakat mereka terasah. Pelajaran-pelajaran rumit seperti ilmu eksak bisa ditunda dan dikurangi porsinya agar anak dan orang tua tidak terlalu stres mengahdapi PJJ ini.
Saya sangat mengapresiasi para guru yang semakin kreatif mencari cara agar PJJ ini nyaman. Ada guru yang membuat kanal YouTube dan mengunggah video-video pembelajaran untuk belajar di rumah. Di sekolah anak saya, guru melakukan video call dan ngaji bersama setiap pagi. Ada pula guru yang secara bergantian mengunjungi murid-muridnya. Hal tersebut dia lakukan semata agar murid-muridnya selalu bersemangat untuk belajar.
Pandemi ini adalah kondisi yang sangat tidak diharapkan oleh semua orang. Kita tidak ingin pandemi ini membuat pendidikan Indonesia mundur. Perlu sinergi antara pemerintah, sekolah dan orang tua agar masa ini dapat dialui dengan baik. Guru berjasa, orang tua bahagia, siswa tetap berkarya.
BACA JUGA Nadiem Makarim, Kita Lebih Membutuhkan Program Merdesa Belajar Sebelum Merdeka Belajar atau tulisan lainnya di Terminal Mojok.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.