Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus Pendidikan

Mahasiswa Jurnalistik Harapan Kembalinya Pers Sebagai “Watchdog”

Hafis Hamdan oleh Hafis Hamdan
19 Juni 2019
A A
pers watchdog

pers watchdog

Share on FacebookShare on Twitter

Era digital kini turut menjadikan pers bertransformasi sedimikian rupa. Berbagai tantangan yang kemudian muncul tak hanya mendorong industri media menghasilkan berita berkualitas tapi juga menjamin peningkatan pageviews atau clickers dari suatu laman media daring. Jika diksi ‘’berkualitas’’ merujuk pada ajaran elemen jurnalisme-nya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel hal pertama jelaslah apa yang disebut sebagai truth—kebenaran.

Andreas Harsono dalam bukunya agama saya adalah jurnalisme mencoba menerangkan apa yang dimaksud ‘’kebenaran’’ oleh Bill Kovach, kebenaran yang bukan dalam tataran filosofis melainkan fungsional. Sehingga senantiasa bisa direvisi.

Contoh seorang terdakwa bisa dibebaskan karena terbukti tak bersalah—hakim bisa keliru. Pelajaran Sejarah, Fisika, Biologi bisa salah—bahkan hukum-hukum ilmu alam pun bisa direvisi. Hal ini pula yang dilakukan oleh jurnalisme, sehingga kebenaran kebenaran dibentuk hari demi hari—lapisan demi lapisan.

Beberapa tahun belakangan saya mencoba memahami esai-esai Rusdi Mathari yang sebahagian orang akrab memanggilnya Cak Rusdi seorang wartawan yang ‘’keras’’.

Keras disini berkonotasi pada tindak laku seorang wartawan yang gigih menyampaikan kebenaran dan pantang terima suap. Beruntung setiap esai yang ditulisnya di kanal media online millik Puthut EA kemudian dibukukan sehingga para insan pers dan juga mahasiswa jurnalistik punya gambaran laku wartawan ideal dan progresif.

Saya menyebut mahasiswa jurnalistik karena Cak Rusdi pun pernah mengenyam pendidikan Jurnalistik. Mahasiswa jurnalistik hemat penulis menjadi gebrakan maupun cita ideal dalam mewujudkan kembalinya jurnalisme ‘’ guardian of democrasy’’ atau istilah lainnya ‘’watchdog’’ atas penguasa.

Bukan berarti penulis meragukan kerja wartawan yang tak lahir dari bangku perkuliahan—jurusan jurnalistik—namun ada semacam degradasi pada kerja-kerja jurnalistik kini  yang tak hanya dilakukan oleh sebahagian  wartawan senior pun wartawan yang baru berjibaku dalam dalam kerja-kerja jurnalisme.

Walaupun tak menjamamin ketika lulus mahasiswa jurnalistik akan bekerja sebagai wartawan namun  ada semacam tanggung jawab moral  pada publik untuk mengajarkan atau memberi pendidikan literasi media ditengah tsunami hoax atau bagaimana seharusnya industri media beroperasi terutama ruang lingkup kerja wartawan.tanggung jawab tersebut jika disangkal hanya milik mereka yang disebut sebagai wartawan—sungguh ironis~

Baca Juga:

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

4 Dosa Pemilik Jasa Laundry yang Merugikan Banyak Pihak

Bukankah mahasiswa secara umum telah mengetahui perannya sebagai agen perubahan terlebih mengetahui bagaimana media bekerja dengan berbagai kebohongan yang tidak diketahui oleh publik—bagi mahasiswa jurnalistik.

Noam Chomsky, Filsuf dan Kritikus kebijakan Amerika,  pernah menggambarkan kerja-kerja pers yang dianggapnya jauh dari nilai dan perannya sebagai gatekeeper informasi yang beredar di tengah masyarakat, ia mempersepsikan bahwa informasi yang disuguhkan oleh media tak lebih dari hasil rekonstruksi berbagai kepentingan di ruang redaksi. Sebetulnya pemikiran Choamsky pun disandarkan pada kekecewaan terhadap  media yang hanya sekadar menjadi humas penguasa-kala itu ia mengkritik kebijakan Presiden Amerika atas invasinya di Irak dengan alibi yang sama sekali tak berdasar—Amerika meyakinkan publik bahwa tindakan mereka sudah benar guna menjaga keamanan nasional pun dunia dari senjata pemusnah massal yang diklaim berada di Irak. Sedangkan yang dilakukan media pun tak lebih sekadar melegitimasi tindakan negara adikuasa tersebut sehingga masyarakat dunia terkhusus anti Islam atau  Islamhopobia turut membenarkan tindakan Amerika hingga warga sipil Irak pun turut menjadi korban atas tindakan negeri berjuluk Paman Sam.

Bukan berarti tak ada media yang mencoba membeberkan fakta atas tindakan Amerika tersebut namun upaya jelas lebih gigih karena mencoba melawan pemberitaan media dengan kapital besar. Sebut saja New York Times yang muncul ke permukaan tak lebih dari sekadar humas penguasa atas tindakan invasi tersebut. Jika berkenan meluangkan waktu para pembaca bisa menonton film jurnalisme—Film Shock and Awe—yang diangkat dari kisah upaya media kecil, wartawan, pamor dan kapital dalam melawan kebohongan elite penguasa dan kebohongan media.

Film Shock and Awe mencoba menggambarkan kembali bahwa ada dosa jurnalistik terhadap kematian warga sipil di Irak. Kenapa dosa jurnalistik—karena berita yang beredar di ruang-ruang publik adalah hasil dari konstruksi kebenaran—berita—atas kepentingan tertentu yang kemudian menggiring opini publik lalu mensahkan segala tindakan atas dasar keamanan walaupun nyawa warga sipil terenggut.

Tak salah jika kemudian judul buku Cak Rusdi yang terpampang jelas pada cover ialah Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan. Pesan tersirat pada judul—penulis mencoba mempersepsikan bahwa ada upaya melibatkan publik dalam proses pemahaman jurnalisme sehingga publik tak hanya menjadi objek pasif—pembaca—namun juga faham bagaimana jurnlalisme bekerja. Sehingga setiap berita yang ditampilkan tak langsung dikunyah mentah-mentah.

Belakangan pun kemudian muncul gebrakan baru ranah jurnalisme-jurnalisme warga—setiap warga bisa berperan sebagai jurnalis dalam memberitakan kejadian yang ada disekelilingnya pun menjadi upaya pengenalan sekaligus pembelajaran kerja jurnalisme. Mahasiswa jurnalistik menjadi harapan lakunya wartawan ideal atas media yang sekadar menjadi ‘’humas’’ penguasa. Saya yakin mengapa jurusan jurnalistik dibentuk ialah melahirkan wartawan handal dan berdaya saing mampu mengonsep masa depan media pun tak kehilangan gairah kritis pun skeptis atas setiap kebijakan pemerintah pusat pun daerah. Jelas ini pemikiran penulis yang sekiranya tak jauh berbeda dari visi misi jurusan tersebut.

Saya melihat banyak dari mahasiswa jurnalistik yang nyambi jadi wartawan di berbagai media lokal dan nasional—menjadi tumpuan masyarakat atas penyuguhan berita yang berkualitas. Sama seperti Cak Rusdi atau melebihi kecerdasan dan kemampuan menulis dan terjaga harga dirinya sebagai jurnalis.

Tak hanya Cak Rusdi—banyak dari wartawan kondang yang kerap menghiasi layar kaca seperti Najwa Shihab yang membuka cakrawala berfikir kritis atas berbagai konflik yang terjadi dan yang terakhir pada kasus kematian supporter sepak bola—Najwa mencoba membangun narasi ‘’jurnalisme damai’’ atas tragedi sepak bola di Indonesia

Karni Ilyas yang menjadi bapak dari lahirnya wartawan hebat lainnya. Goenawan Mohammad dengan majalah Tempo besutannya. Pun Tirto Adhi Soerjo perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional yang gigih menentang kolonialisme.

Bangkitlah mahasiswa jurnalistik—pers Indonesia tengah mati suri di tengah hegemoni kekuasaan dan kapitalisasi media. Noam Chomsky mengingatkan bahwa siapa yang mengontrol media maka akan mengontrol pikiran publik.

Terakhir diperbarui pada 14 Januari 2022 oleh

Tags: JurnalistikMahasiswaPersWatchdog
Hafis Hamdan

Hafis Hamdan

ArtikelTerkait

Betapa Beruntungnya Mahasiswa ITB. Punya Kampus Estetik dan Adem. Institut Teknologi Bandung Punya Mata Kuliah Olahraga Juga. (Wikimedia Commons)

Sialan! ITB Itu Kampusnya Estetis, Mahasiswa Institut Teknologi Bandung Bikin Iri Banget

1 Agustus 2023
5 Kerja Sampingan yang Sebaiknya Dihindari Mahasiswa (Unsplash.com)

5 Kerja Sampingan yang Sebaiknya Dihindari Mahasiswa

31 Agustus 2022
Danusan Mahasiswa: Budaya Paid Promote telah Menggantikan Jual Risol terminal mojok.co

Danusan Mahasiswa: Budaya Paid Promote telah Menggantikan Jual Risol

9 November 2021
13 Tabiat Mahasiswa KKN yang Dibenci Warga Desa, Jangan Dilakukan atau Kalian Jadi Musuh Bersama Mojok.co

13 Tabiat Mahasiswa KKN yang Dibenci Warga Desa, Jangan Dilakukan atau Kalian Jadi Musuh Bersama

18 Agustus 2025
Departemen di Kampus yang Sering Menelurkan Anggotanya Menjadi Ketua Organisasi terminal mojok

Departemen Kampus yang Sering Menelurkan Anggotanya Menjadi Ketua Organisasi

18 Agustus 2021
Dosen yang Jarang Ngajar, Nggak Pernah Koreksi Tugas, Plus Pelit Nilai Sebenarnya Minta Diapain sih? youtube, UKT

Dosen yang Jarang Ngajar, Nggak Pernah Koreksi Tugas, Plus Pelit Nilai Sebenarnya Minta Diapain sih?

4 Desember 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall Mojok.co

3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall

5 Desember 2025
Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

30 November 2025
Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

1 Desember 2025
4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop Mojok.co

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

4 Desember 2025
Ketika Warga Sleman Dihantui Jalan Rusak dan Trotoar Berbahaya (Unsplash)

Boleh Saja Menata Ulang Pedestrian, tapi Pemerintah Sleman Jangan Lupakan Jalan Rusak dan Trotoar Tidak Layak yang Membahayakan Warganya

3 Desember 2025
Pengakuan Pengguna Tumbler Lion Star: Murah, Awet, dan Tidak Mengancam Masa Depan Karier Siapa pun

Pengakuan Pengguna Tumbler Lion Star: Murah, Awet, dan Tidak Mengancam Masa Depan Karier Siapa pun

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.