Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus

Realitas Pahit Lulusan Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI), Prodi Laris yang Susah Cari Pekerjaan

Agus Miftahorrahman oleh Agus Miftahorrahman
11 November 2025
A A
Realitas Pahit Lulusan Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI), Prodi Laris yang Susah Cari Pekerjaan

Realitas Pahit Lulusan Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI), Prodi Laris yang Susah Cari Pekerjaan (unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Sejak tahun 2016, pemerintah melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) RI Nomor 33 tentang Gelar Akademik Perguruan Tinggi Keagamaan, resmi menyamaratakan gelar akademik bagi lulusan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Salah satu perubahan pentingnya adalah penghapusan embel-embel “I” pada gelar sarjana pendidikan. Lulusan Pendidikan Agama Islam (PAI) yang dulunya menyandang gelar S.Pd.I kini cukup menulis S.Pd.

Sekilas, perubahan ini terasa seperti kabar gembira. Angin segar bagi para lulusan PTKI yang selama ini sering dipandang sebelah mata karena “label keagamaan” pada gelarnya. Tanpa huruf “I”, peluang kerja seolah terbuka lebih lebar.

Dan memang, setelah kebijakan itu diberlakukan, prodi Pendidikan Agama Islam langsung naik daun. Banyak calon mahasiswa yang dulunya ragu, kini yakin mendaftar. Kampus-kampus keagamaan pun mendadak ramai.

Dari pengalaman saya pribadi, prodi PAI di kampus saya menamatkan gelar sarjana konsisten menarik minat hingga lebih dari tiga rombongan belajar setiap tahun, masing-masing berisi sekitar 38 mahasiswa. Bandingkan dengan prodi lain yang hanya mampu menggaet satu rombel saja. Bahkan, jika dibandingkan dengan prodi saya, Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) yang mahasiswa barunya kadang hanya belasan orang, perbandingannya seperti bumi dan langit.

Akan tetapi sembilan tahun setelah PMA itu diberlakukan, euforia itu kini rasanya mulai pudar. Prodi Pendidikan Agama Islam memang masih laris, tapi para lulusannya kini menghadapi kenyataan pahit. Gelar boleh setara, tetapi peluang kerja belum tentu ikut rata.

Ketika penyamarataan gelar lulusan Pendidikan Agama Islam justru menambah persaingan

Ironinya, penyamarataan gelar yang dulu dimaksudkan untuk membuka kesempatan, kini justru mempersempit ruang gerak. Karena kini, lulusan Pendidikan Agama Islam (PAI) harus bersaing dengan lulusan pendidikan lainnya yang juga bergelar S.Pd. Ada lulusan PGMI, MPI, hingga PGSD. Oh iya, jangan lupakan lulusan pendidikan kampus negeri yang sudah dapat gelar S.Pd lebih dulu, ya. 

Dulu, lulusan PAI punya “pasar” yang jelas: mengajar pendidikan agama di sekolah. Namun kini, dengan sistem seleksi terbuka dan penyamaan gelar, kompetisi menjadi lebih ketat. Banyak instansi melihat semua lulusan pendidikan secara setara tanpa mempertimbangkan kekhususan bidangnya.

Belum lagi fakta di lapangan juga cukup miris. Alokasi formasi guru agama jauh lebih kecil dibanding guru umum. Dalam rekrutmen ASN, misalnya, jumlah formasi guru agama Islam seringkali hanya setetes di tengah lautan lowongan guru mapel lain. Artinya, ribuan lulusan Pendidikan Agama Islam harus berebut hasil di kolam yang sempit. 

Baca Juga:

Loker Management Trainee Membuat Orang Biasa Susah Masuk Perusahaan Impian: Nggak Semua Orang Ingin Jadi Manajer!

5 Dosa Jurusan Ekonomi yang Bikin Lulusannya Kagok di Dunia Kerja

Akibatnya, tak sedikit lulusan PAI yang akhirnya banting setir. Ada yang bekerja di sektor non-pendidikan, ada yang jadi wirausahawan, bahkan ada yang kembali kuliah sekadar memperpanjang napas akademiknya. Sementara di sisi lain, kampus masih terus memproduksi lulusan baru setiap tahun. Ibaratnya pabrik yang tak berhenti beroperasi meski gudangnya sudah penuh.

Antara idealisme dan realitas

Masalahnya bukan semata pada lulusan Pendidikan Agama Islam yang “kurang kompetitif”, tapi pada struktur kesempatan kerja yang tak seimbang. Dunia pendidikan kita masih berorientasi pada produksi, bukan kebutuhan. Setiap tahun, ribuan mahasiswa PAI diterima, tapi tak ada peta jalan yang jelas mau dikirim ke mana mereka setelah lulus.

Padahal banyak dari mereka punya potensi besar. Mereka terbiasa mengajar, berdakwah, dan memimpin kegiatan sosial keagamaan. Tapi potensi itu sering berhenti di ruang kelas atau masjid kampus, tak pernah benar-benar diberdayakan dalam dunia kerja yang lebih luas.

Beberapa kampus memang mulai berinovasi. Dari beberapa pemberitaan dan informasi yang saya ketahui, kampus-kampus keagamaan mulai menyisipkan keterampilan produktif di luar bidang keguruan. Contohnya seperti pelatihan digital, kewirausahaan, atau literasi media dalam kurikulumnya. Namun langkah-langkah itu masih sporadis dan belum cukup kuat untuk menjawab persoalan sistemik. Karena pada akhirnya, mereka tetap mendapatkan gelar S.Pd.

Peluang lulusan Pendidikan Agama Islam masih ada, tapi perlu transformasi besar

Mungkin sudah saatnya kita berhenti berpikir bahwa lulusan Pendidikan Agama Islam hanya pantas jadi guru agama. Dunia sedang berubah, dan begitu pula kebutuhan manusia terhadap nilai-nilai spiritual dan etika.

Perkembangan itu sebenarnya bisa jadi peluang besar bagi lulusan Pendidikan Agama Islam. Sederhananya, lulusan PAI itu sudah punya modal besar. Mereka punya pemahaman agama, kemampuan komunikasi, dan sensitivitas sosial. Kombinasi itu bisa jadi aset berharga di banyak bidang, tidak hanya di ruang kelas saja. Beberapa contoh sederhananya adalah content creator religi, konselor keluarga, manajer lembaga zakat, hingga penggerak komunitas sosial digital.

Namun, agar itu terjadi, kampus harus ikut berubah. Kurikulum perlu menyesuaikan zaman, bukan hanya mengulang diktat tahun 90-an. Mahasiswa perlu dikenalkan pada dunia profesional yang lebih luas daripada sekadar “menjadi guru”.

Dan tentu saja, pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan rekrutmen guru agama yang timpang agar tidak menumpuk beban di satu sisi. Dan, saya pun salah satu pelamar rekrutmen itu. Selamat berjuang lulusan PAI, kompetitormu kini bukan cuma MPI dan PGMI, tapi juga lulusan KPI.

Gelar sama, nasib belum selalu sama

Penyamarataan gelar di bawah PMA 33/2016 memang lahir dari semangat kesetaraan. Tapi seperti banyak kebijakan lain di negeri ini, niat baik kadang gagal di lapangan karena sistem yang belum siap menampung akibatnya.

Lulusan Pendidikan Agama Islam hari ini hidup di persimpangan, antara idealisme pendidikan agama dan realitas pasar kerja yang makin sempit. Pada akhirnya, lulusan PAI (dan juga lulusan lainnya) hanya bisa berharap pada diri mereka sendiri. Sebab pada akhirnya, gelar boleh disamakan, tapi nilai perjuangan tetap bergantung pada siapa yang mau terus belajar menyesuaikan diri.

Penulis: Agus Miftahorrahman
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 3 Pertanyaan yang Membuat Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Muak.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 11 November 2025 oleh

Tags: jurusan kuliahJurusan Pendidikan Agama IslamLowongan KerjaMahasiswa Jurusan Pendidikan Agama IslamprodiS.Pd.sarjanasarjana pendidikan
Agus Miftahorrahman

Agus Miftahorrahman

Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam. Menaruh perhatian atas isu-isu sosial, lingkungan, dan literasi. Setiap pekan menjaga bara semangat literasi melalui Perpustakaan Jalanan Besuki Membaca.

ArtikelTerkait

Agar Gelar S.Pd Tidak Lagi Jadi Sarjana Penuh Derita

Agar Gelar S.Pd. Tidak Lagi Jadi Sarjana Penuh Derita

13 April 2020
info loker marketing sales lowongan kerja php penipuan telemarketing

Sering Terjadi di Lowongan Kerja: Lowongannya Marketing, Ternyata Nyarinya Sales 

16 Juli 2020
tips hrd jobstreet hrd muncul di halaman beranda tips kerja wawancara mojok.co

Lengkapi Profilmu di Jobstreet agar Dinotice oleh HRD saat Apply Lowongan Pekerjaan

22 Mei 2020
3 Kebiasaan yang Harus Kamu Lakukan kalau Mau Selamat Kuliah di Jurusan Ilmu Politik

3 Kebiasaan yang Harus Kamu Lakukan kalau Mau Selamat Kuliah di Jurusan Ilmu Politik

27 April 2025
Jurusan Filsafat di Mata Mahasiswa Jurusan Sosiologi: Bikin Iri dan Ingin Pindah Jurusan  Mojok.co

Jurusan Filsafat di Mata Mahasiswa Sosiologi: Bikin Iri dan Ingin Pindah Jurusan 

22 April 2024
7 Dosa Mahasiswa Jurusan Akuntansi yang Sering Disembunyikan

7 Dosa Mahasiswa Jurusan Akuntansi yang Sering Disembunyikan

29 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025
Lamongan Megilan: Slogan Kabupaten Paling Jelek yang Pernah Saya Dengar, Mending Diubah Aja Mojok.co Semarang

Dari Wingko Babat hingga belikopi, Satu per Satu yang Jadi Milik Lamongan Pada Akhirnya Akan Pindah ke Tangan Semarang

30 November 2025
Gear Ultima, Wujud Kebohongan Motor Yamaha

Gear Ultima Wujud Kebohongan Yamaha, Katanya Bikin Motor Matik Ternyata Bikin Tank

28 November 2025
3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025
5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

29 November 2025
4 Aturan Tidak Tertulis Saat Menulis Kata Pengantar Skripsi agar Nggak Jadi Bom Waktu di Kemudian Hari

4 Aturan Tidak Tertulis Saat Menulis Kata Pengantar Skripsi agar Nggak Jadi Bom Waktu di Kemudian Hari

28 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana
  • Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih
  • Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.