Bunda Maia Estianty tercinta habis kepeleset di Twitter gara-gara ngritik orang yang ngritik pemerintah seputar sepak terjang pemerintah ngadepin pandemi virus corona. Lewat dua twit saja, di akun Twitter yang sempat mati suri hampir lima bulan itu, Bunda Maia jadi mengulangi kesalahan Mbak Cinta Laura. Nama Bunda lalu jadi trending topic.
Apakah ada yg bisa menjamin kalau virus corona nggak bakal masuk Indonesia? dgn segala cara apapun dihadang, kalau Tuhan menghendaki, maka terjadilah virus corona nyusup ke Indonesia lewat cara apapun. (waktu & tempat saya persilahkan ??)
— MAIA ESTIANTY THE QUEEN (@MAIAsangJUARA) April 8, 2020
Lahdalah, kok jadi sufistik begitu, Bun?
Jika ada yg menghujat pemerintah atas situasi pandemi skr ini, rasanya aneh, krn negara super power pun kewalahan menangani pandemi ini. Bahkan mrk jg kewalahan menyediakan alat APD
— MAIA ESTIANTY THE QUEEN (@MAIAsangJUARA) April 7, 2020
ya kalo nasi sdh jd bubur, solusi nya opo? mending pake masker, social distancing, cuci tangan, tidur yg cukup, makan vitamin. Dari diri sendiri yg harus preventif.. Ojo ngomal ngomel menyalahkan yg sudah terjadi..Pikir solusi solusi dan solusi..?
— MAIA ESTIANTY THE QUEEN (@MAIAsangJUARA) April 8, 2020
Bun, masak negur pemerintah nggak boleh? Apa iya menegur, mengkritik, artinya nggak sambil mikir solusi? Nggak gitu, Buuun. Justru karena riuh kritik di media sosial, orang makin ngeh pemerintah nggak bisa diandalkan atawa nggak bisa dibiarkan sendirian ngurusin ini segala gonjang-ganjing. Dan karena kritik, terus dukungan netizen yang besar ke pemda-pemda yang buka informasi pasien Covid-19 (tadinya pemerintah pusat ngeyel nggak mau bukan, dan sampai sekarang soal data ini belum clear), pemerintah terus improve, berubah. Berubahnya setelah kena jewer warganya.
Kalau Bunda Maia Estianty pakai analogi nasi sudah jadi bubur, toh kan kemarin yang masak nasi sudah diingatkan kalau airnya emang kebanyakan, Bun. Bunda inget nggak, pemerintah malah sempet nambahin air dengan berencana bayar buzzer untuk ningkatin partisipasi pariwisata, ambil kesempatan dalam kesempitan, Bun. Parah banget. Karena negara tujuan wisata lain sedang lockdown, terpukul corona, pemerintah kita malah mau rebut itu wisatawan. Ngawur puol. Ya sebagai masyarakat yang membayar pajak, tentunya berhak marah-marah dong, Bun. Dan anehnya, setelah nasi jadi bubur, masyarakatnya yang dimarah-marahin. Lhadalah lagi. Bukannya yang sejak awal nganggep virus ini guyonan itu siapa lagi kalau bukan pemerintah?
Pemerintah kan digaji menggunakan pajak rakyat, Bun, jadi setiap langkah dan kebijakan yang diambil, itu ada pertanggungjawabannya. Ngomelnya masyarakat kan bentuk tuntutan pertanggungjawaban pemerintah atas keteledoran mereka. Itu hak masyarakat, Bun. Jangan malah dikebiri atau malah dianggap nggak tahu diri. Bahkan Bunda juga berhak ngomelin negara, sambil tetap jalan terus galang donasi dan nyalurin APD-nya.
Selanjutnya Bunda Maia bilang kita sendiri harus punya solusi preventif. Statement bahwa setiap orang harus punya solusi preventif itu sebenarnya relevan-relevan aja kalau semua orang kaya raya seperti Bunda Maia beserta teman-teman sosialita. Lah tapi bagaimana dengan para pedagang cilok di depan SD, mas-mas ojol, SPG Ramayana, tukang pijat panggilan, pembantunya juragan rumah makan, samapi wartawan yang perusahaannya lagi ngos-ngosan karena bajet iklan media anjlok banget? Mereka ini golongan pekerja yang nek ora obah, ora mamah; nggak gerak, nggak makan, Bun. Siapa yang bakal membela mereka? Nggak boleh jerit-jerit menyuarakan kesulitan mereka, ketika pak bos-bu bos di negeri ini nggak patio paham kenyataan di akar rumput?
Bahkan mahasiswa sekarang harus ngeluh dulu biar kampus tahu, bahwa kuliah online itu harus beli kuota internet, dan buat sebagian orang, belanja kuota saja terasa berat. Bun, di negeri ini, masih banyak keluarga miskin dengan pendapatan di bawah 2 dolar per hari, Bunda ngeh nggak sih?
Tolong jangan jadi orang kaya yang egosentris, Bun. Hanya karena Bunda Maia bisa melakukan langkah preventif, lantas menganggap semua orang mampu melakukannya dan yang nggak melakukannya, pasti karena nggak mau. Kenyataannya nggak sesimpel itu.
Banyak benturan hidup yang begitu kompleks yang membuat mereka menjadi pragmatis, berisik menuntut solusi dari pemerintah dan masih kesal dengan sikap pemerintah kemarin-kemarin. Karena mereka sendiri sudah tidak punya solusi, sudah nggak bisa mikir. Perut kosong, tanggungan kredit tetap jalan, beban biaya kontrakan dan kosan nggak bisa setop. Situasi saat ini begitu sulit bagi mereka, Bun.
Jadi, Bunda Maia Estianty, bijaklah sebagai publik figur. Kami tahu Bunda orangnya ceplas-ceplos, tapi risikonya Bunda kudu tahu, ada orang yang bisa sakit hati. Jangan sampai sakit hati itu bikin orang buta, bahwa Bunda sejak 19 Maret 2020 sudah menggalang donasi di Kitabisa untuk pengadaan APD dan tes untuk rakyat kecil. Bahwa hingga hari ini, artinya sudah tiga minggu, donasi itu sudah mencapai angka luar biasa, Rp1,8 miliar dari target Rp2 miliar. Bahwa Bunda bareng Mbak Cathy Sharon hingga hari ini sudah mengumpulkan dana publik sampai Rp3,5 miliar dari target Rp4 miliar. Dan bahwa hingga hari ini, Bunda sudah menyalurkan 30 ribu APD ke 126 RS di seluruh Indonesia.
Jangan karena komentar sambil lalu Bunda dan segala privilese Bunda, Bunda jadi dianggap antagonis oleh orang-orang yang sakit hati. Padahal Bunda memakai privilese itu untuk membantu dengan skala luar biasa. Bun, jangan bikin orang jadi membencimu. Dan caranya, Bun, kalau boleh usul, selain berprinsip #semakintuasemakinbahagia, Bunda juga perlu pegang prinsip #semakintuasemakinbijaksana.
Salam sayang untuk Bunda.
BACA JUGA Bukti kalau Kepanjangan S.Pd. itu Bukan Sarjana Pendidikan, tapi Sarjana Penuh Derita dan tulisan Muhamad Iqbal Haqiqi lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.