Kamu adalah mahasiswa sakti mandraguna apabila kamu berasal dari jurusan kuliah atau program studi yang menerapkan sistem Laporan Praktikum ditulis manual pake tangan dan kamu nggak ngeluh, top!
Perlu sobat ketahui, Laporan Praktikum (Laprak) itu adalah laporan yang isinya menjelaskan secara rinci hasil-hasil dari suatu kegiatan percobaan atau praktik, yang meliputi tujuan, metode, data yang diperoleh, analisis, hingga kesimpulan dari kegiatan tersebut, biasanya Laprak itu cuma ada di jurusan kuliah yang berasal dari rumpun ilmu Sains dan Teknologi (Saintek), contohnya ya Fakultas Teknik, Fakultas Farmasi, Fakultas Kehutanan… kalo FISIP? Laporan Demonstrasi kali ya.
Nah, yang jadi problematika adalah, laprak manual ini sering kali lebih bikin tangan penyet daripada bikin otak berkembang. Bayangin aja, udah capek praktikum dari jam 7 pagi sampe jam 3 sore, pulang-pulang masih harus nulis belasan halaman laprak. Tangan kiri pegang penggaris, tangan kanan narik pena kayak atlet panahan.
Salah sedikit? Coret. Ketumpahan kopi? Ya wassalam, ulang dari awal dan lebih kejam lagi, lupa makan! Sungguh menyeramkan bin mengerikan!
Kenapa harus tulis tangan?
Belum lagi kalau ketemu dosen atau asdos yang hobinya minta kerapian. Nulis harus rapi, margin harus sesuai, grafik harus pakai penggaris, tabel nggak boleh miring sedikit pun. Kadang laprak ini bukan lagi soal logika ilmiah, tapi soal siapa yang paling bisa cosplay jadi anak seni rupa. Jadi jangan heran kalau ada mahasiswa yang nilai analisisnya pas-pasan, tapi karena tulisannya kayak font Times New Roman 12, tetap dapat nilai bagus.
Padahal, kalau dipikir, esensi laporan itu kan menyampaikan hasil percobaan dengan jelas, sistematis, dan bisa dipahami. Nah, pertanyaannya apakah kejelasan laporan itu ditentukan dari seberapa tebal tinta pulpen merek Pilot Hi-Tec-C 0.5 yang kita habiskan? Atau dari berapa kali kita kehabisan correction pen gara-gara salah tulis angka?
Kocaknya lagi, di era modern ini semua hal udah migrasi ke digital. Tugas esai diketik, skripsi diketik, bahkan dosen sekarang kalau ngasih materi udah jarang tulis tangan di papan tulis, soale lebih sering tinggal “share PPT” via WhatsApp. Lha kok laporan praktikum masih kayak zaman kolonial? Jangan-jangan suatu saat ujian lab juga harus pakai batu tulis biar lebih otentik dan nyeni?.
Dampak seram laporan praktikum manual
Dampak laprak manual itu bukan cuma bikin tangan pegel. Ada banyak mahasiswa yang akhirnya jadi “ahli fotokopi” laporan senior. Nggak usah munafik, budaya “copas tipis-tipis” atau budaya nyari wangsit senior berwujud awetan itu lahir karena sistemnya memang nyusahin. Asdos pun kadang udah tahu kalau ada yang jiplak, tapi pura-pura nggak lihat, toh yang penting laprakan masuk. Jadi, kalau dipikir-pikir, yang dipelajari bukan lagi ilmunya, tapi bagaimana bertahan hidup dengan metode survival of the fastest writing.
Yang lebih lucu sekaligus menyedihkan, ada juga mahasiswa yang putus asa trus nekat pakai jasa joki laprak tulis. Bayarnya bisa ratusan ribu per laporan, padahal itu duit hasil nabung seminggu cuma makan indomie. Eh, laprakan jokinya malah kena revisi. Dosen komentar santai, “Perbaiki analisisnya.” Lah, jokinya langsung ngilang, nggak bisa dihubungi, nggak mau nerima revisi. Jadi mahasiswa ini bukan cuma kehilangan duit, tapi juga kehilangan harapan atas Sang Penolong Laprak, yaitu joki
Ada pula yang lebih ekstrem, tukang jokinya nyerah duluan!. Katanya, “Maaf, Kak, ini revisinya ribet banget. Saya mundur.” nah lho, kalau joki aja nyerah, berarti laprakan ini tingkat kesulitannya udah nggak masuk akal, kaya nyari jerami di antara paku, ruwet!. Akhirnya mahasiswa balik lagi ke titik nol, nulis ulang dengan tangannya sendiri, sambil mikir, “mending dari awal nggak usah joki, duit bisa buat top up Robux.”
Namanya juga perjuangan, tapi…
Kalau dipikir-pikir, sistem laporan praktikum manual ini sebenarnya lebih mirip uji ketahanan fisik ketimbang latihan berpikir ilmiah. Tangan keriting, otak mumet, dompet menipis, bahkan joki pun angkat bendera putih. Yang tersisa cuma mahasiswa yang harus pura-pura tabah sambil menahan sakit di pergelangan tangan dan menahan perih ruas jari yang bentuknya kaya Indomie rasa Rendang itu, keriting banget!
Padahal, di zaman serba digital ini, laporan praktikum seharusnya bisa lebih modern, efisien, dan fokus ke isi, bukan ke kerapian tulisan. Bayangkan, kalau semua laprak diketik, mahasiswa bisa lebih banyak waktu buat beneran mikirin analisis, bukan sibuk nyari pulpen gel tinta paling awet.
Refleksinya simple, laprak manual bukan bikin mahasiswa lebih disiplin, tapi lebih sering bikin mahasiswa jadi ahli nyambat tingkat internasional. Kalau dipaksa terus, jangan-jangan nanti yang lulus dalam wujud jari keriting, ih serem!
Penulis: Azzhafir Nayottama Abdillah
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Laporan Praktikum kok Masih Aja Tulis Tangan, sih?
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
















