Tinggal di dekat sekolah elit di Medan tak berarti punya privilege atau keuntungan, justru malah di kasus saya, hidup jadi lebih susah
Sudah berpuluh tahun saya tinggal di kota Medan. Segala medan telah dijalani. Dari jalannya yang mampu menggetarkan badan hingga besi bisa berlari lebih kencang dari Usain Bolt. Nggak usah gimana suasana Medan. Udah banyak artikel yang membahasnya. Sampai hari ini, aku ya aman-aman aja walaupun tetap aja besi rumahku kemalingan.
Lokasi rumahku sendiri berada di pinggiran kota dengan jalanan yang sempit. Di sana bus besar harus putar otak memutar kendaraannya. Jalan aja mereka hati-hati. Wong ukuran jalannya hanya muat dua mobil. Makanya bapakku aja kadang malas bawa mobilnya yang besar. Bapakku supir AKDP dan mobilnya sangat besar.
Meski berada di jalanan pinggiran kota yang sempit, daerahku memiliki sekolah elit sampai artis internasional datang ke sana. Saya akui, kegiatan sekolah ini sangat bagus walaupun siswanya paling banyak bukan warga sekitar. Selain preferensi kurang cocok, sekolahnya juga tidak terjangkau bagi kelas bawah yang ada di daerahku. Nggak usah sebut apa sekolah. Warga Medan dan mungkin luar Sumatera Utara pasti pada tahu karena pernah viral saat itu.
Bagi kalian, mungkin tinggal di dekat sekolah elit di Medan itu enak. Padahal, yang terjadi justru sebaliknya.
Satu kampung harus pergi pagi buta
Meski masih satu kelurahan, anak di sekitar sana tidak bisa ongkang-angking bersekolah. Mereka tidak bisa bermanja ria bersekolah lebih lama. Sebelum subuh, mereka harus bersiap dan merasakan air dingin mengguyur badan mereka. Orang tua juga tidak bisa bersantai dan memasak apa yang bisa dimasak agar anaknya tidak telat bersekolah.
Tidak hanya anak sekolah, pekerja juga harus cepat-cepat berangkat walaupun waktu mereka lebih lama dari anak sekolah. Jangan heran saat ini setelah subuh, sudah banyak angkot di Medan bersiap melayani mereka. Begitu juga dengan kendaaan pribadi yang berlalu lalang saat matahari belum terbit.
Banyak warga sekitar pakai jalur alternatif di Medan
Lokasi di rumahku bisa dikatakan jalur ‘joker’ dan bisa menembus kabupaten lain di Medan. Namun, jalur joker ini sangat jauh dan kebanyakan siswa sekolah elit itu bukan berasal dari daerah yang menggunakan jalur alternatif melewati sekolah itu. Sebenarnya ada yang lain, tetapi lagi-lagi, siswanya kebanyakan bukan warga di sana dan yang lewat malah warga sekitar sekolah itu. Entah bersekolah ataupun kerja yang lebih dekat melintasi daerah itu. Meski jauh, setidaknya tidak merasakan kemacetan mobil mewah ditambah motor warga yang ugal-ugalan.
Jangan lupa, klaksonnya dan umpatan yang membuat telinga pekik. Tapi kan ada jalur yang lain lagi. Maaf, jalurnya ini merupakan perumahan elit dan tidak mungkin sembarangan masuk walaupun jalan ini yang sebenarnya lebih cepat. Ada wacana pemerintah membuka akses lain, tetapi saat ini belum terealisasi. Harus ada koordinasi di antara warga sekitar dan pemerintah untuk membuat jalur itu. Tentunya pemerintah berpikir ulang membayar ganti rugi tanah warga yang dipakai untuk pembangunan jalan itu.
Apa solusinya?
Tidak ada solusi yang tepat saat ini. Sebenarnya sekolah elit itu menyediakan bus untuk siswanya, tetapi orang tua keukeuh menggunakan kendaraan pribadi untuk mendekatkan hubungan mereka serta keamanan sang anak bersekolah. Begitu juga warga sekitar yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi mengantar anak mereka pergi yang preferensinya sama dengan orang tua sekolah elit di Medan itu.
Angkot sebenarnya ada, tetapi tahulah bagaimana angkot di sana yang dikenal ugal-ugalan sehingga orang tua khawatir dengan anak mereka.
Karena hal ini, sebaiknya ada kerja sama antara pihak sekolah, pemerintah hingga warga sekitar mengatasinya. Langkah lebih konkret adalah menggunakan bus sekolah dan angkutan umum demi mengurangi kemacetan. Pembebasan lahan sedikit sulit karena kebanyakan lahan jalan sudah dijadikan hunian warga di sana. Pemerintah juga meregulasi aturan kendaraan yang lewat di sana agar mereka dua kali berpikir menggunakan kendaraan pribadi untuk sekolah ataupun bekerja.
Penulis: Kristiani
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA GTA Lokal Real Life: Situasi Jalanan Kota Medan Begitu Kacau, Sabar Dikit Kenapa sih?




















