Nggak usah nekat ke Jakarta, mending menua di Kudus.
Kebanyakan orang memilih pergi merantau untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Salah satu kota yang dituju adalah Jakarta. Tapi entah kenapa saya nggak tertarik ke sana. Bahkan saya kepikiran satu hal.
Seandainya saya tinggal di Jakarta, umur saya kayaknya bakal kepotong 5 tahun gara-gara macet, polusi, dan harga properti di sana yang setinggi langit. Makanya saya memilih tetap tinggal di Kudus. Bukan karena ini kota kelahiran saya, tapi karena di sini saya bisa merasa tenang.
Kudus memang bukan kota yang besar. Kota ini kecil, tapi punya semua: sekolah bagus, rumah sakit yang nggak perlu bikin kita ke Semarang cuma buat cabut gigi, pabrik gede yang bikin ekonomi berputar, dan suasana sosial yang masih manusiawi.
Bahkan ada bonus aroma rokok kretek yang bisa tercium meski nggak ada yang merokok di dekat kita. Itu semacam “parfum kota” yang kalau kamu lahir di Kudus, hidungmu sudah otomatis beradaptasi. Oke, kalau soal ini saya memang berlebihan.
Kudus maju tapi nggak kebanyakan tingkah
Banyak orang salah sangka dan mengira kota kecil itu selalu ketinggalan zaman. Buktinya Kudus nggak begitu. Perusahaan rokok raksasa ada, pabrik elektronik ada, bahkan industri makanan dari yang murah sampai agak fancy yang bikin kamu lupa diet ada di sini.
Semua itu berdampingan dengan kehidupan yang tenang. Di sini, kamu masih bisa membeli sarapan di warung dengan harga wajar. Bahkan nemu bakso Rp5 ribu yang porsinya cukup buat mengganjal lapar.
Terus, listrik di sini juga stabil, internet ngebut, layanan publik berjalan sebagaimana mestinya, dan transportasi umum… yah, seadanya. Tetapi setidaknya masih ada lah di sini.
Sementara itu, di kota besar seperti Jakarta, mau pindah dari satu titik ke titik lain saja butuh doa dan bensin yang cukup. Belum lagi harus sedia waktu yang tak sedikit. Di Kota Kretek, motoran 10 menit sudah bisa ke kantor pos, rumah sakit, apotek, dan warung nasi pindang sekaligus.
Kata orang, Kudus terlalu sederhana. Tetapi buat saya, hal ini justru kenyamanan kelas atas. Kita nggak dikejar-kejar kemajuan, tapi juga nggak merasa ketinggalan zaman.
Tata kota nggak bikin nyasar, jadi aman
Usia kepala tiga bikin saya makin malas ribet. Kota besar seperti Jakarta sering terasa seperti escape room dengan level tersulit: flyover, underpass, jalur satu arah, dan putaran balik absurd yang bisa bikin maps suka nyasarin.
Kudus beda. Tata kotanya sederhana dan gampang dihafal. Bahkan kalau patokannya “belok kiri setelah masjid” atau “depan warung pecel Bu Sarmi”, kemungkinan besar kamu bakal sampai. Bukan karena kamu pinter, tapi memang jalan kotanya gampang dihafal.
Dan ini penting buat masa tua. Nggak ada yang mau nyasar ke luar kota cuma gara-gara mau ke dokter gigi.
Pendidikan: anak bisa tumbuh tanpa merantau dulu
Kalau kamu punya anak, Kudus menyediakan sekolah dari TK sampai SMA dengan pilihan yang cukup bikin bingung (dalam artian baik). Sekolah negeri berkualitas ada. Mau sekolah swasta juga ada. Pilih pesantren pun banyak. Kalau mau kuliah, ada UMKU dan beberapa kampus lain yang lumayan oke.
Artinya, kamu nggak perlu mengirim anakmu ke kota lain dari SMP cuma demi pendidikan yang layak. Kalaupun anakmu nekat pengin merantau, kamu bisa tenang karena pondasi akademik dan agamanya sudah cukup kuat di Kudus.
Percayalah, hidup nyaman itu bukan cuma soal rumah dan uang. Tetapi juga soal nggak begadang mikirin nasib anak di kos-kosan kota besar yang jaraknya ratusan kilometer.
Kudus nggak sepi, tapi juga nggak penuh sesak
Saya paham kota yang terlalu sepi bisa bikin warganya bosan. Tetapi kota yang terlalu ramai juga bisa membikin warganya bercita-cita jadi pertapa. Nah, Kudus ini ada di tengah-tengah. Ia cukup ramai untuk bikin hidup berdenyut, tapi juga cukup sepi untuk bikin hati tenang.
Kawasan perumahan di kota ini beragam. Dari komplek elite sampai pedesaan yang masih guyub ada di sini. Udara di pinggiran seperti Colo atau Kaliwungu sejuk, sawahnya luas, tapi jarak ke pusat kota masih masuk akal. Cukup 15 menit saja.
Dan yang paling saya suka, jarak sosialnya pendek. Di Kudus, kamu bisa ngobrol sama tukang sayur, curhat ke satpam, atau sekadar sapa-sapaan di pinggir jalan tanpa dianggap orang aneh. Beda sama kota besar, di mana menyapa orang asing bisa bikin mereka curiga kamu MLM yang lagi nyari target.
Kudus, sebaik-baiknya tempat untuk menemukan ritme hidup
Alasan terbesar saya ingin menua di Kudus adalah ritmenya. Ritme kehidupan di sini berbeda dengan kota besar macam Jakarta. Di sini kamu boleh kerja keras, tapi nggak ada yang memaksamu untuk lari. Kudus memberi jeda, memberi waktu bagi warganya untuk menghela napas.
Hidup di sini seperti berada di nada tengah, tak terlalu cepat tapi juga tak terlalu lambat. Ia memberi kesempatan pada kita untuk menua dengan anggun. Bukan dengan ambisi yang belum selesai, tapi dengan ketenangan yang sudah cukup. Dan barangkali itu yang paling mahal di zaman sekarang.
Kalau kata orang, di akhir hayat kita akan pulang ke rumah. Nah, bagi saya, rumah itu ya Kudus.
Penulis: Budi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Kabupaten Kudus Memang Layak Dinobatkan sebagai Kabupaten Terkaya di Jawa Tengah, Inilah Alasannya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















