Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Profesi

Job Fair (Nyatanya) Memang Nggak Guna, Gimmick kayak Gini Sebaiknya Dihilangkan Saja!

Dimas Junian Fadillah oleh Dimas Junian Fadillah
5 Juni 2025
A A
Job Fair (Nyatanya) Memang Nggak Guna, Gimmick kayak Gini Sebaiknya Dihilangkan Saja!

Job Fair (Nyatanya) Memang Nggak Guna, Gimmick kayak Gini Sebaiknya Dihilangkan Saja!

Share on FacebookShare on Twitter

Belakangan ini, sebuah video singkat viral di media sosial menampilkan seorang HRD yang buka suara soal tabir kelam job fair. Tanpa tedeng aling-aling, dia menyebut bahwa job fair lebih sering jadi formalitas semata. Bukan untuk merekrut tenaga kerja, melainkan untuk mengejar KPI instansi atau dinas yang butuh angka, bukan hasil.

Mirisnya, hal ini diamini Media Wahyudi Askar dari Celios yang menyebut job fair—terutama yang digelar pemda—cuma agenda simbolik tahunan, bukan solusi nyata pengangguran. Lebih seperti ritual musiman ketimbang ajang cari kerja yang beneran.

Fenomena ini menampar keras harapan para pencari kerja. Mereka yang datang dengan CV rapi, kemeja disetrika, dan mental setengah ciut tapi penuh harapan. Namun yang ditemui adalah booth berjejer, brosur berhamburan, dan hanya diberi janji-janji manis dari HRD yang entah beneran HRD atau cuma disuruh jaga stand. Job fair yang harusnya jadi jembatan, justru makin bikin jurang: antara harapan dan kenyataan dengan hasil nihil.

Job fair hanya ajang pamer branding perusahaan, bukan nyari orang untuk kerja

Berdasarkan pengalaman pribadi dan cerita dari rekan-rekan sesama pencari kerja, job fair saat ini lebih menyerupai panggung promosi perusahaan ketimbang ruang perekrutan yang sesungguhnya. Banyak perusahaan hadir dengan booth yang mencolok, materi visual yang menarik, dan desain stand yang terkonsep rapi. Namun, ketika pelamar mencoba menggali informasi lebih dalam terkait posisi yang tersedia, respons yang diberikan seringkali bersifat standar: “Silakan tinggalkan CV, nanti akan kami proses.”

Ini memunculkan pertanyaan mendasar: mengapa membuka stand jika formasi yang ditawarkan sudah tidak tersedia? Mengapa meminta kehadiran pelamar secara langsung bila proses seleksi tetap akan dilakukan secara terpusat dan tidak ada kepastian tindak lanjut? Di sinilah ironi job fair terlihat jelas. Meskipun dikemas secara profesional dan terbuka, kenyataannya tidak sedikit yang hanya menjadi acara seremonial tanpa tujuan perekrutan yang sungguh-sungguh.

Bahkan, bentuk “prank” terhadap pelamar tidak hanya terjadi di job fair. Banyak pula kasus di mana lowongan kerja dibagikan secara luas, namun ternyata kandidat yang lolos sudah ditentukan sebelumnya. Baik karena hubungan kekerabatan, kedekatan personal, atau rekomendasi internal. Tentu tidak semua perusahaan melakukan praktik ini. Tapi, realitas semacam ini cukup sering terjadi dan tidak bisa diabaikan.

Penganggur membutuhkan akses dan keterampilan, bukan sekadar event tahunan

Sudah sepatutnya pemerintah mulai mengevaluasi efektivitas job fair dalam konteks kebutuhan riil pencari kerja saat ini. Berdasarkan data terbaru dari BPS 2024, terdapat kesenjangan yang cukup mencolok antara jumlah pencari kerja dan ketersediaan lowongan kerja di berbagai provinsi. Di Jawa Barat, misalnya, tercatat ada sekitar 296.636 pencari kerja, sementara lowongan yang tersedia hanya 148.663. Di Jawa Tengah, situasinya tidak jauh berbeda. 179.414 pencari kerja harus bersaing memperebutkan 131.741 lowongan. Bahkan di Lampung, angka perbandingannya lebih ekstrem, 31.259 pencari kerja hanya dihadapkan pada 9.539 peluang kerja.

Angka-angka ini menunjukkan bahwa problem utama pengangguran bukan sekadar ketidaktahuan akan peluang kerja, melainkan minimnya lapangan kerja itu sendiri. Maka, menyelenggarakan job fair sebagai solusi “andalan” jelas tidak cukup. Apalagi jika formatnya masih sebatas seremoni tanpa kejelasan rekrutmen atau tindak lanjut yang konkret.

Baca Juga:

Derita Jadi Lulusan PPG: Statusnya Saja Guru Profesional, tapi Cari Kerja Tetap Susah

Enaknya Jadi Fresh Graduate di Jogja: Nggak Takut Dicap Pengangguran karena Sibuk Ikut Forum Diskusi

Dalam kondisi di mana lowongan kerja memang sangat terbatas, mestinya fokus kebijakan harus bergeser ke arah peningkatan keterampilan, pendampingan karier, serta pembukaan jalur kerja nonformal dan kewirausahaan. Energi dan anggaran yang selama ini terserap untuk menggelar job fair lebih baik dialihkan ke program-program semacam ini yang memiliki dampak jangka panjang dan berorientasi pada pemberdayaan.

Saatnya menghentikan gimmick ini

Sudah saatnya menghentikan gimmick ini dan beranjak membangun sistem yang benar-benar mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Job fair yang ada saat ini hanya jadi panggung pencitraan semu bagi pejabat-pejabat yang dengan bangga mempromosikan acara tersebut setiap tahunnya. Sayangnya, kemegahan event itu tidak diikuti dengan perubahan nyata bagi nasib para penganggur. Alhasil para pencari kerja tetap berjuang sendiri menghadapi realitas keras tanpa ada kepastian kerja yang jelas setelah mengikuti job fair.

Padahal job fair bukan hanya soal banyaknya perusahaan yang hadir dan memamerkan booth megah. Melainkan soal akses nyata yang diberikan kepada para pencari kerja. Justru menurut saya, mereka lebih membutuhkan kesempatan untuk memperoleh keterampilan yang relevan dan pembekalan yang bisa meningkatkan daya saing di dunia kerja. Tanpa adanya investasi dalam pelatihan dan pendampingan yang efektif, job fair hanya menjadi ajang pengumpulan data atau formalitas yang tidak berdampak signifikan pada penyerapan tenaga kerja.

Atau barangkali memang benar, job fair pada kenyataannya hanya menjadi alat untuk mengawasi populasi buruh yang bisa diberi upah rendah. Sehingga pengangguran akan tetap dipelihara, dibesarkan, dan dipertahankan oleh negara. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Neneng Rosdiyana lewat postingan sosmednya, seorang petani perempuan yang kalau saya lihat pemikirannya bisa jauh lebih revolusioner dibandingkan Karl Marx. Ah, yo ngalah tenan biyung.

Penulis: Dimas Junian Fadillah
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Ikut Job Fair Beneran Bisa Dapat Kerja Nggak, sih? Bisa dong!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 5 Juni 2025 oleh

Tags: gimmickjob fairPengangguran
Dimas Junian Fadillah

Dimas Junian Fadillah

Lulusan S1 Ilmu Politik, tertarik dengan tata kelola & politik lokal.

ArtikelTerkait

pengangguran

Selamat Datang Iptu Triadi di Dunia Pengangguran yang Keras!

13 Agustus 2019
Ikut Job Fair Beneran Bisa Dapat Kerja Nggak, sih? Bisa dong!

Ikut Job Fair Beneran Bisa Dapat Kerja Nggak, sih? Bisa dong!

11 Agustus 2022
Pengalaman Ikut Job Fair UNESA: Niat Cari Kerja, Berakhir Kecewa

Pengalaman Ikut Job Fair UNESA: Niat Cari Kerja, Berakhir Kecewa

28 Agustus 2024
Menjadi Pengangguran Setelah Lulus Kuliah Adalah Fase Hidup Paling Menyebalkan terminal mojok

Menjadi Pengangguran Setelah Lulus Kuliah Adalah Fase Hidup Paling Menyebalkan

16 Juni 2021
Enaknya Jadi Fresh Graduate di Jogja: Nggak Takut Dicap Pengangguran karena Sibuk Ikut Forum Diskusi

Enaknya Jadi Fresh Graduate di Jogja: Nggak Takut Dicap Pengangguran karena Sibuk Ikut Forum Diskusi

11 September 2025
mahasiswa selesai kompre, pengangguran

Buat Mahasiswa yang Baru Selesai Kompre dan Galau Nggak Bisa Ngelamar Kerja, Lakukan ini Aja

28 Mei 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Saya Setuju Jika Tidak Boleh Menolak Pembayaran Uang Tunai, tapi Pembeli juga Harus Memperhatikan Hal Ini!

Saya Setuju Jika Tidak Boleh Menolak Pembayaran Uang Tunai, tapi Pembeli juga Harus Memperhatikan Hal Ini!

28 November 2025
7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

30 November 2025
Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang (Unsplash)

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

4 Desember 2025
Madiun, Kota Kecil yang Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya Mojok.co

Madiun, Kota Kecil yang Sudah Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya

2 Desember 2025
Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

1 Desember 2025
Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana
  • Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih
  • Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.