Ketika menulis judul yang terdengar ngelunjak tersebut, saya minta kalian jangan suuzan terlebih dahulu. Saya hanya ingin, hadiah perayaan sempro (seminar proposal) atau sidang skripsi yang kalian berikan dapat bermanfaat bagi penerimanya. Hal ini karena beberapa hadiah justru nggak relevan yang bahkan bisa berakhir di tong sampah. Sayang, kan?
Perihal yang melandasi saya menuliskan perkara ini, yakni belajar dari pengalaman pribadi dan kawan-kawan se-perkuliahan. Berdasarkan obrolan sana-sini, ternyata ada kecacatan budaya pemberian hadiah sempro atau sidang yang perlu diluruskan. Saya kira, perkara ini adalah permasalahan kolektif yang selama ini tidak kita sadari. Dan perlu digarisbawahi, bahwa ini bukan perkara nominal, tapi nilai manfaat sebuah barang.
Pertama, ada beberapa barang yang nggak relevan bagi beberapa individu. Nilai relevansi sebuah barang adalah hal yang penting sekali dipertimbangkan. Hadiah sempro yang nggak relevan justru bikin penerima mempertanyakan kegunaannya. Bisa jadi barang yang kalian berikan berupa barang yang tidak disukai atau bahkan dibenci penerima.
Ambil contoh saja dari pengalaman saya. Saya cukup gemar membaca sehingga memberikan buku adalah cara terbaik merayakan. Namun saya melupakan bahwa teman saya tidak suka membaca. Yah, pasti buku itu bernasib kurang baik karena ditelantarkan penerimanya. Bukan salah penerima, tetapi saya saja yang kurang bijak. Itulah gambaran kalau kalian memberi barang yang nggak relevan.
Hadiah sempro bisa jadi nggak berguna atau beralih tangan
Kedua, memberi barang yang tidak dibutuhkan oleh penerima justru bisa beralih tangan. Beberapa barang yang diberikan saat sempro sebagai lucu-lucuan belaka, perlu dihentikan. Barang yang lucu memang manis dan menggemaskan, tapi sesaat saja. Hal ini karena beberapa orang lebih approve sama barang yang esensial. Pada akhirnya barang lucu itu akan direlakan untuk keponakan atau siapa saja yang menginginkan. Bahkan, ironisnya, masuk ke kardus barang-barang tak terpakai.
Ketiga, beberapa barang justru bikin kos-kosan sempit jadi tambah sumpek. Barang yang bikin sumpek ini padahal barang yang sering sekali diberikan. Barang yang saya maksud adalah buket. Mulai dari bunga fresh, imitasi, atau bahkan berbahan pita. Duh, buat apa sih puluhan buket itu. Lebih enak kan kalo makanan yang bisa disimpan oleh anak kos.
Buket memang membuat estetik saat pengambilan foto. Namun, ujungnya, hadiah sempro tersebut akan sangat merepotkan kondisi kamar. Apalagi saat pindahan setelah lulus nanti. Kalau repot, ya, pada akhirnya berakhir di tong sampah. Itu adalah realitas.
Mengingat kemubaziran tersebut, saya tertarik mengadopsi cara yang diterapkan para penganut gaya hidup minimalis yakni ‘gift by request’. Perlu kalian ketahui bahwa barang request tidak memberatkan sama sekali karena ada caranya. Cara yang bisa kalian lakukan, tanyakan barang atau makanan yang dinginkan penerima dengan menyertakan budget. Iya, budget!
Uang memang sensitif, tapi…
Misalnya kayak, “Wah besok kamu sempro, biar barang aku kasih bikin kamu seneng hadiahnya by request saja. Suka-suka kamu pokoknya. Oh iya, untuk budget-nya under 50 ribu, yaaa”. Kira-kira begitu, tinggal sesuaikan saja dengan budget yang kamu anggarkan.
Menyinggung uang memang cukup sensitif bagi beberapa orang. Namun, tindakan itu sama sekali tidak memalukan. Selain membuat teman senang karena merasa benar-benar dirayakan. Barang yang kalian belanjakan juga akan dikenang oleh teman kalian. Saya jamin itu, karena sudah membuktikannya. Ampuh bikin kawan bahagia. Dan paling penting, barang itu berguna.
Begitulah, uneg-uneg kolektif para pejuang sarjana. Saya kira bisa lah, ya, memulai budaya pemberian hadiah sempro maupun sidang skripsi dengan sistem sesuai permintaan penerima. Biar berfaedah dan nggak bikin repot!
Penulis: Anita Sari
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Semprotulation, Budaya Bodoh yang Menyusahkan Mahasiswa dengan Ekonomi Pas-pasan




















