Anak-anak bermasalah bukan semestinya dikirim ke barak militer, Kang Dedi Mulyadi, tapi psikolog. Mereka jelas punya ilmunya
Sekitar 3-4 hari yang lalu saya menulis tentang pesantren yang bukan tempat “buang” anak bermasalah. Kurang lebih tulisan tersebut merupakan keresahan saya sebagai alumni pesantren yang pernah merasakan “cipratan” masalah dari anak-anak yang bermasalah, dan terinspirasi dari obrolan bersama dengan teman yang sekarang menjadi pengajar di pesantren.
Sayangnya, setelah menulis tentang hal ini, muncul kebijakan dari Gubernur Jawa Barat, KDM (Kang Dedi Mulyadi) yang mengirim siswa bermasalah ke barak militer. Sebuah kebijakan yang sangat mengundang pro dan kontra, dan saya termasuk yang agak kontra dengan hal ini.
Seperti yang saya tulis di tulisan saya sebelumnya, anak bisa menjadi bermasalah karena orang tuanya. Sebagai orang yang sering melihat anak-anak bermasalah di pesantren, kebanyakan saya temui orang tuanya nggak kalah bermasalah. Mulai dari masalah ekonomi, rumah tangga, sampai sifat orang tuanya yang toksik. Belum lagi ditambah lingkungannya.Â
Kalau sudah dikirim ke barak militer, tapi orang tuanya dan lingkungan masih nggak baik untuk tumbuh kembang si anak, apa gunanya mengirimkan ke barak militer? Daripada dikirim ke barak militer, saya pikir lebih baik mengirim siswa bermasalah ke psikolog sekalian. Jelas lebih baik daripada anak-anak itu dikirim ke barak militer.
Psikolog adalah orang yang tepat untuk menangani “anak-anak bermasalah”
Anak-anak bermasalah yang dimasukkan ke barak militer oleh KDM banyak kategorinya. Mulai dari yang sering tawuran, bolos sekolah, kecanduan game sampai porno. Daripada ujug-ujug masuk ke barak militer, lebih baik ke psikolog. Masalah dan kenakalan remaja masih bisa dikonsultasikan kepada psikolog untuk dicari penyebab dan pengobatannya.
Barak militer tidak bisa mendiagnosis akar masalah dari si anak. Anak-anak bermasalah tidak mungkin langsung nakal, pasti ada penyebabnya. Mulai dari orang tua, lingkungan, sampai tontonan. Psikolog punya ilmunya. Tentara tidak. Tentara memang dididik untuk disiplin, tapi kita juga sama-sama tahu, kalau yang masuk barak militer dengan sukarela adalah calon tentara, bukan? Mereka sudah siap dengan metodenya. Kalau anak bermasalah? Memang mereka sukarela?
Psikolog bisa diajak dialog
Psikolog jelas punya ilmunya dan mereka mengutamakan dialog untuk mengetahui masalah dari anak-anak yang bermasalah. Kalau tentara? tentara tidak bisa diajak dialog, karena mereka dididik untuk menjadi “yes man” untuk selalu taat atas perintah. Jadi hanya ada hitam dan putih.
Anak-anak melakukan kenakalan itu banyak alasannya. Nggak mungkin mereka nakal karena hanya ingin, atau lahir murni jahat. Nggak ada. Manusia itu kompleks, apalagi anak-anak yang masih rapuh. Mereka mungkin akan nurut-nurut saja jika dimasukkan ke barak.
Mau melawan? Gimana caranya, wong mereka lebih lemah dibandingkan dengan tentara yang dididik untuk bertempur. Di depannya nurut, tapi pasti hatinya menggerutu dan akan “balas dendam” saat sudah tidak di dalam barak. Kalau ke psikolog, jelas lebih aman karena mengedepankan dialog.
Keberhasilan militer dipertanyakan
Jujur saja, saya khawatir anak bermasalah masuk barak militer karena track record militer di Indonesia yang belakangan bikin dada sesak. Kekerasan yang dilakukan oleh oknum militer banyak terjadi kepada sipil belakangan ini. Sila googling saja beritanya, saya berbicara fakta saja di sini, semata-mata karena kasihan terhadap anak-anak.
Sayangnya, hukuman kepada para oknum TNI yang melakukan kekerasan kepada sipil juga tidak dilakukan secara tegas. Bayangkan, anak-anak yang masih rapuh, labil, butuh bimbingan, dan perlu pertolongan itu malah dididik oleh institusi yang bahkan belum beres dengan masalah yang dilakukan oleh oknum anggotanya.
Keberhasilan psikolog untuk menangani anak-anak bermasalah jadi jauh terlihat lebih baik. Karena metodenya, karena keahliannya, dan tentu saja karena keamanan dan kenyamanan untuk anak-anak yang bermasalah.
Saya tidak mau lebih jauh lagi, tapi cukup sampai sini saja saya sampaikan. Kepada Kang Dedi Mulyadi, tolong pikirkan kembali kebijakannya. Semoga tulisan ini sampai dan terbaca oleh Anda. Nuhun.
Penulis: Nasrulloh Alif Suherman
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Bahaya Trauma “Anak Nakal” Jawa Barat yang Dikirim Gubernur Dedi Mulyadi ke Barak Militer




















