Kalau urusan kesehatan, saya lebih percaya sama Dokter Tirta. Dah, paten!
Untuk menerima nasihat atas bidang-bidang tertentu yang kita awam terhadapnya, saya selalu mendengarkan pakar. Memang, pakar belum tentu seorang praktisi. Begitu juga seorang praktisi, mereka belum tentu bisa dikategorikan sebagai pakar. Ada syarat-syarat tertentu yang perlu dilakukan oleh seseorang supaya bisa dinobatkan sebagai seorang pakar.
Seperti misalnya seorang yang punya gelar sarjana pendidikan yang boleh dikatakan sebagai pakar pendidikan, namun belum tentu ia adalah seorang praktisi pendidikan alias guru. Baik menjadi pakar atau praktisi, butuh waktu dan proses panjang. Setidaknya, pakar perlu kuliah selama beberapa waktu, melakukan penelitian, sampai sumbangsih terhadap bidang yang ia tekuni. Bagi praktisi, butuh pengalaman beberapa waktu sebelum diakui sebagai praktisi yang layak
Dalam beberapa bidang, antara pakar dan praktisi biasanya saling mendahului. Tapi hal itu nggak akan terjadi dalam bidang kesehatan. Seorang dokter, perlu dipastikan bahwa ia punya ilmu yang cukup sebelum melakukan praktik. Oleh karena itu, kalau urusannya kesehatan, saya lebih baik mendengar seorang dokter. Dan dokter Tirta adalah favorit saya.
Dokter Tirta galak, tapi justru itu yang dibutuhkan
Pernah lihat potongan video dokter Tirta? Harusnya sih udah pernah lah ya. Masak belum, kek, nggak mungkin gitu.
Yang belakangan ini lagi lumayan viral dan muncul terus adalah video yang ngebahas orang push rank dari magrib sampai subuh. Dugaan saya, kalau orang nggak kenal sama sekali dengan dokter Tirta, pasti akan berpikir bahwa orang ini asal ngomong. Sebetulnya memang iya. Hahaha.
Dari asal-asalan mencontohkan kebiasaan orang yang push rank terus-terusan, tiba-tiba ngomong “stroke”. Singkat, padat, jelas, dan menghibur. Kiranya begitu. Selain gaya edukasinya begitu, memang begitulah kenyataan yang akan dihadapi orang-orang yang nggak pernah menjaga pola hidupnya.
Saya senang dengan edukasi dengan gaya seperti itu. Apalagi untuk orang-orang bebal yang susah dikasih tahu. Daripada capek sendiri ngajarin pelan-pelan, langsung saja ke intinya. Bahasa yang dipakai dokter Tirta juga sederhana. Nggak terlalu tinggi dengan bahasa ilmiah. Kalaupun ada, langsung dikasih contohnya yang masuk akal.
Nggak cuma ngomong doang, tapi juga ngelakuin
Saya ngikutin dokter Tirta di media sosialnya terutama Twitter. Di sana, dokter Tirta juga suka sharing kegiatannya sehari-hari. Selain jadi penggemar Liverpool, dokter Tirta juga aktif berolahraga. Satu hal yang patut diacungi jempol. Olahraganya juga nggak kaleng-kaleng. Benar-benar tekun dan mendalami.
Dokter Tirta mengaku bahwa beliau dahulu seorang perokok. Saya juga suka bagian ini karena ah, jarang orang yang mau mengakui dosanya. Alasannya berhenti merokok sih karena harga satu bungkus rokok sama dengan harga dada ayam. Itu diungkapkan di wawancara bersama Vindes. Maksud saya, kejujuran-kejujuran kecil yang jauh dari kata klise ini jarang ditemukan. Dari seorang dokter lagi.
Entah sudah berapa banyak orang yang mengubah pola hidupnya karena mencontoh dokter Tirta. Yang jelas, ini bentuk edukasi yang baik juga. Ngomong doang sih gampang. Apalagi buat orang. Yang susah kan melakukan buat diri sendiri. Belum lagi, beliau baru lulus S2 dari ITB. Benar-benar peduli hal-hal fundamental dalam hidup. Sedikit banyak, jadi contoh buat orang lain.
Muncul di mana-mana
Saya kira, sematan dokter pada dokter Tirta hanya sebagian kecil saja. Saat ini, lebih cocok menilai dokter Tirta sebagai seorang influencer karena beliau nggak cuma ngomongin kesehatan. Tapi juga masalah fesyen dan sepakbola. Mungkin karena alasan itu juga, dokter Tirta jadi nongol di mana-mana.
Nggak cuma di kanal YouTube-nya sendiri tapi juga diundang di berbagai tempat. Nggak cuma ngomongin kesehatan, tapi juga ngomongin hal-hal yang lain. Ini juga bagian yang saya suka. Beneran kelihatan seperti manusia biasa yang punya hobi dan kesenangan. Banyak yang bisa dibicarakan kalau ada podcast yang mengundang dokter Tirta.
Sekiranya terlalu membosankan untuk bicara kesehatan, beliau juga suka ngundang ahli lainnya ke kanal YouTube-nya sendiri. Mungkin membuktikan relasinya yang luas, atau bisa juga keseriusannya dalam bidang kesehatan. Semuanya layak dan perlu disimak orang awam.
Barangkali, kalau ada yang perlu digarisbawahi dari dokter Tirta mungkin bahasanya yang nggak bisa diterima semua umur. Terlalu frontal tapi itulah karakternya. Paling nggak, ada potongan videonya yang bisa kita tertawakan bersama-sama. Satu hal yang saya nggak bisa terima dari beliau adalah kegemarannya terhadap Liverpool.
Penulis: Muhammad Fariz Akbar
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Cinta dan Benci Untuk Dokter Tirta Mandira Hudhi




















