Tanggal 22 Februari 2025 lalu, Kabupaten Bekasi mengukuhkan dirinya untuk bergerak selangkah lebih maju. Living World Grand Wisata dibuka dan langsung padat oleh pengunjung. Saya yang merupakan warga Kabupaten Bekasi, penasaran dan langsung berkunjung. Sayangnya belum sempat masuk, saya sudah tidak diizinkan, tapi bukan oleh pihak setempat melainkan oleh kondisi di sana.
Sekitar jam 1 siang mal sudah penuh. Maksud saya, parkiran motornya. Saya nggak bisa masuk dan terpaksa batal berkunjung ke sana hari itu. Kira-kira satu bulan kemudian, saya akhirnya bisa parkir motor dan masuk ke mal. Nggak padat dan nggak sepi, tapi cukup membuat saya memikirkan banyak hal.
Living World Grand Wisata Bekasi, mal baru bikin bangga
Terserah deh mau dibilang pengunjung mal ini kuno, jamet, atau apa pun. Itulah risiko membangun mal di kabupaten. Pengunjungnya ya otomatis sebagian besar dari kabupaten. Lagian ini mal, bukan sekolah yang punya aturan berpakaian. Walaupun menurut beberapa portal berita, Living World Grand Wisata merupakan mal terbesar di timur Bekasi, sejatinya mal ini masih masuk area Tambun Selatan yang masih jadi bagian dari Kabupaten Bekasi.
Kalau dibilang mal terbesar di timur Bekasi, itu fakta. Selain yang terbesar, Living World Grand Wisata Bekasi juga menurut saya yang paling maju di antara mal yang ada di sekitarnya. Pasalnya, mal ini nggak cuma jadi pusat perbelanjaan tapi juga pusat urbanisasi. Mungkin pendirinya sudah membayangkan warga Kabupaten Bekasi yang mulai maju.
Living World Grand Wisata Bekasi nggak kuno, dan katanya sih mengusung nilai-nilai keberlanjutan dengan konsep energy efficient architecture. Intinya, mal yang lebih ramah lingkungan. Tetapi saya rasa pengunjung mal nggak begitu peduli. Kalau urusan mal, yang lebih penting adalah kelengkapan, kenyamanan, dan kemudahan akses.
Nah, kalau urusan itu, menurut saya Living World Grand Wisata Bekasi sudah juara di daerahnya. Perlu diingat pula bahwa mal ini ada di Grand Wisata Bekasi, kawasan ekonomi dan industri, serta kompleks perumahan elite yang punya segalanya juga. Ibaratnya, kota di dalam kota.
Terkesan waktu pertama kali parkir
Saya pribadi, orang yang senang pergi ke mal tapi bukan untuk belanja. Cuma senang pergi ke mal untuk cuci mata. Saya merasa belum siap untuk disedot kapitalis. Kalaupun ada keperluan, biasanya nggak lebih dari nonton, makan, atau nongkrong. Saya jarang atau malah nggak pernah belanja barang-barang bermerk di mal. Buat saya yang tinggal di kabupaten juga, pergi ke mal jadi wisata tersendiri.
Sebelumnya, mal nomor satu bagi saya, yang terdekat dari rumah, adalah Summarecon Mal Bekasi. Kriteria yang saya mau ada di sana, tapi sayangnya agak jauh karena butuh waktu kurang lebih 30 menit dari rumah kalau naik motor buat ke sana.
Living World Grand Wisata buat saya merangkum semuanya yang ada di mal sekitaran Kota Bekasi maupun Kabupaten Bekasi. Kesan pertama saya, parkir motor di mal ini nggak begitu sulit. Parkiran motornya bukan tipikal yang bertingkat-tingkat seperti di Mal Metropolitan. Walaupun nggak semua bagian ada kanopinya, jadi kalau hujan, ya tahu sendiri apa risikonya.
Dari kedai makanan kekinian sampai toko buku ada di sini
Ukuran Living World Grand Wisata Bekasi juga nggak terlalu besar sampai bikin kita nyasar, tapi juga nggak kecil. Kalau mal ini penuh, kecil kemungkinan tabrakan dengan orang lain karena terlalu sesak. Lima lantai sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Paling nggak kedai makanan kekinian, toko furnitur atau barang-barang lucu, pusat hiburan arkade, sampai bioskop muat dalam sini. Ukuran tiap toko juga nggak kecil-kecil banget. Nggak usah muluk-muluk, karena balik lagi, ada mal bagus di kabupaten saja saya sudah bersyukur.
Terakhir, menurut saya ini cukup mengejutkan. Ada toko buku yang depannya huruf G. Sebelumnya, kalau ke toko buku saya harus ke Kota Bekasi. Kehadiran toko buku di Living World Grand Wisata membuat saya terkejut. Benarkah warga kabupaten sudah senang pergi ke toko buku? Dengan logika bahwasannya apabila ada suplai, sudah pasti ada permintaan. Mungkinkah warga kabupaten jadi lebih cerdas–atau menuju cerdas–karena akan pergi ke toko buku dan membaca buku? Saya harap begitu.
Penulis: Muhammad Fariz Akbar
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Kasta Mal Paling Nyaman untuk Belanja dan Nongkrong di Bekasi.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















