Hidup di Gunungkidul itu gampang-gampang susah. Apalagi sudah bukan rahasia kalau daerah ini mempunyai upah minimum yang memang minim. Namun, sebagai warga Gunungkidul, susah dan senang itu tergantung sudut pandang yang menjalani. Justru kalau pintar memanfaatkan peluang, hal remeh yang ada di Gunungkidul bisa menghasilkan cuan.
Sebagian besar wilayah Gunungkidul yang merupakan perbukitan dan pegunungan kapur, sangat cocok ditanami dengan pohon jati. Sebagian warganya yang bermata pencaharian sebagai petani juga akan menanam tumbuhan sesuai dengan musimnya, misalnya saat musim penghujan mereka akan menanam padi dan palawija.
Pohon jati dan tumbuhan tersebut tentunya tidak tumbuh dengan mulus. Ada binatang perusak tumbuhan atau yang biasa disebut hama. Bagi masyarakat Gunungkidul, kehadiran para hama ini ternyata tidak mereka ambil pusing. Justru hama ini mereka manfaatkan menjadi cuan tambahan. Kenapa bisa seperti itu? Yups, hama-hama ini bagi sebagian warga Gunungkidul diolah menjadi lauk-pauk. Penasaran nggak sih hama apa saja yang bisa diolah jadi lauk?
Daftar Isi
Ulat jati, sempat “meneror” Gunungkidul, tapi nikmat jadi santapan
Pada pertengahan bulan November lalu, sepanjang jalan Gunungkidul dipenuhi dengan ulat jati yang mulai turun dari pohon. Fenomena ini sempat viral di media sosial, mengingat ulat ini benar-benar memenuhi setiap sudut. Banyak orang yang memutuskan memakai jas hujan saat naik motor meskipun tidak hujan karena takut ulat, ada yang hajatan dan kursinya dipenuhi ulat, ada pula fenomena rumah yang diserang puluhan ulat. Bagi orang yang phobia dengan ulat, tentu kehadiran ulat jati pada saat musim penghujan ini akan membuat resah.
Namun orang-orang yang resah dengan kehadiran ulat jati ini tidak sebanding dengan orang-orang yang gemar mengkonsumsinya. Sebagian besar warga Gunungkidul justru menantikan momen hadirnya ulat jati ini, dan bersiap memburunya untuk dijadikan santapan. Tak hanya disantap secara pribadi, ulat ini juga ramai dijual. Satu kilo gram ulat jati bisa dijual dengan harga 60 hingga 80 ribu rupiah. Bagaimana? Tertarik untuk ikut berburu ulat jati?
Ungkrung (kepompong) ulat jati, rasanya lebih nikmat
Kalau kalian geli dengan ulat jati, sabar saja kurang lebih satu mingguan. Mereka akan berubah menjadi kepompong atau dalam bahasa Jawa biasa disebut ungkrung. Ungkrung biasanya dimasak dengan cara digoreng atau dibacem. Rasanya gurih dan renyah.
Menurut sebagian orang, ungkrung lebih nikmat dibandingkan ulat jati. Harga ungkrung juga lebih mahal dari ulat jati. Di market place Facebook, ulat jati ini rata-rata dijual 80 hingga 100 ribu rupiah per kilogram. Hmmm, jadi makin tertarik untuk mencoba nggak sih?
Belalang, si tinggi protein yang rasanya mirip udang, mudah ditemukan di Gunungkidul
Jika ulat dan ungkrung jati ini masih menjadi perdebatan bagi sebagian orang karena belum jelas fatwa halal dan haramnya, berbeda dengan hama yang satu ini. Dalam sebuah hadits menyatakan bahwa belalang halal untuk dimakan. Adapun bunyi haditnya sebagai berikut: “Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yang dihalalkan ialah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah yang dihalalkan ialah hati dan limpa.” (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Daru Quthni dan At-Tirmidzi).
Kandungan belalang terdiri dari 40% protein, 43% lemak, dan 13% serat makanan. Makanan tinggi protein ini mempunyai cita rasa yang mirip dengan udang. Kalau kalian pecinta sea food pasti sudah familiar dong dengan nikmatnya udang? Namun perlu hati-hati, karena tidak semua jenis belalang bisa dikonsumsi. Biasanya belalang yang dikonsumsi adalah belalang kayu dan belalang padi.
Di Gunungkidul sendiri harga belalang lumayan tinggi. Belalang mentah biasanya dihargai kurang lebih 150 ribu per kilo gramnya. Sementara belalang yang sudah dijual matang, biasanya dihargai 35-40 ribu per ukuran toples 250 gram. Di sepanjang jalan Gunungkidul juga sudah banyak penjual belalang goreng yang digoreng secara dadakan, sehingga pembeli dapat menikmati belalang yang masih hangat usai digoreng.
Hanya bisa ditemukan di musim tertentu
Nah itu tadi tiga hama tanaman yang terlihat remeh, namun bisa bernilai jual tinggi di Gunungkidul. Tentu hama-hama tersebut tidak hidup di sepanjang tahun, hanya pada musim-musim tertentu, sehingga jika memang tertarik untuk mencari tambahan penghasilan dari hama tersebut harus pandai memanfaatkan momen.
Sebenarnya di Gunungkidul juga ada beberapa serangga yang terlihat tidak masuk akal untuk dikonsumsi, namun menjadi makanan favorit juga. Contohnya laron dan puthul. Itulah kearifan lokal warga Gunungkidul yang lestari hingga hari ini. Apakah kalian tertarik mencicipi? Atau berminat mencari cuan dari hama-hama ini?
Penulis: Umi Hartati
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Mengenal Gunungkidul, Kabupaten (yang Dianggap) Gersang yang Ternyata Dulunya Dasar Laut