Saya yakin, bagi warga Mojokerto asli, Jalan Benteng Pancasila pasti sangat istimewa di benak mereka. Jalan sepanjang dua kilometer ini punya berbagai destinasi, mulai dari tempat belanja, kuliner keluarga, hingga perkopian ala-ala anak senja. Mereka pun tak perlu pergi jauh ke Surabaya lagi untuk mencari kebahagiaan duniawi semacam itu.
Namun sayangnya, kebahagiaan itu pelan-pelan mulai terkikis. Belakangan saya menyadarinya setelah berkali-kali nongkrong dan mengantar keluarga untuk belanja di jalan ini. Suasananya benar-benar nggak nyaman karena oknum-oknum yang makin kurang ajar. Saya sampai merasa, Jalan Benteng Pancasila sudah tak istimewa lagi, dan itu akibat kejahatan jalanan yang dari dulu kurang diperhatikan.
Oh ya, saya pribadi sebetulnya sempat menuliskannya di Terminal Mojok dengan judul “Jalan Benteng Pancasila Mojokerto, Jalan Sepanjang 2 Kilometer Pusat Kebahagiaan Warga”. Tapi entah kenapa, pihak terkait seolah membiarkannya. Kejahatannya pun bukan semakin berkurang, tapi malah bertambah dan nggak karu-karuan.
Semakin banyak pemalak berkedok pengamen jalanan
Ketika berkunjung ke Jalan Benteng Pancasila Mojokerto, saya tak pernah lepas dari aktivitas nongkrong. Di sana berdiri banyak UMKM yang selalu menyambut pengunjung; mulai dari warung makan, tukang kopi keliling, sampai angkringan. Itulah kenapa jalan sepanjang 2 kilometer ini (sebelumnya) sangat istimewa.
Tapi keistimewaan itu nggak lama, ia akan hilang tak sampai 1 menit setelah duduk atau lesehan di tempat UMKM. Sebab Jalan Benteng Pancasila Mojokerto yang awalnya jadi lahan kuliner, mendadak berubah jadi arena perlombaan pengamen. Ini bukan saya anti pengamen lho, justru saya termasuk orang yang sangat rida ngasih kepingan rupiah, sekalipun suara dan musik mereka merusak kuping.
Tapi sialnya yang jadi masalah bukan suara atau musiknya, melainkan cara mengamennya yang kelewat kurang ajar. Ketika ada orang nggak ngasih uang, mereka ini sudah kayak pemalak, yang memaksa dengan kasar. Bahkan aksi pemalakan mereka ini terkadang juga terjadi saat dikasih rupiah yang nominalnya kecil. Ini kan jelas buajingan.
Tentu saya tidak bermaksud merendahkan. Saya yakin kawan-kawan pengamen pasti juga marah kalau tahu koleganya bertindak kek gitu. Hanya saja, saya merasa, di Jalan Benteng Pancasila ini makin banyak pemalak berkedok pengamen. Dulu masih jarang, masih didominasi pengamen normal. Tapi sekarang, nyaris setiap ada pengamen datang lagaknya udah kayak pemalak.