Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Pengalaman Mengajar di SMA Negeri: Siswanya Sulit Diajak Berpikir Kreatif karena Takut Nilai Jelek

Arief Rahman Nur Fadhilah oleh Arief Rahman Nur Fadhilah
15 Agustus 2024
A A
Pengalaman Mengajar di SMA Negeri: Siswanya Sulit Diajak Berpikir Kreatif karena Takut Nilai Jelek

Pengalaman Mengajar di SMA Negeri: Siswanya Sulit Diajak Berpikir Kreatif karena Takut Nilai Jelek (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

“Kak, saya bingung mau gambar apa. Gambar saya jelek”

Begitu kira-kira kata siswa-siswi SMA negeri saat pertama kali saya meminta mereka untuk menggambar. Bukan untuk apa-apa, kegiatan ini sebetulnya cuma ice breaking untuk sekadar membangun kedekatan dengan mereka. Perintahnya pun sederhana, “Siapkan secarik kertas dan gambar apapun yang menurut kalian mewakili perasaan kalian hari ini”.

Sayangnya, kegiatan simpel ini ternyata mengundang rasa takut bagi mereka.

Penolakan serta rasa malu yang begitu kuat sangat terasa. Bahkan banyak yang menutupi gambarnya jauh sebelum saya mendekat. Demi memudahkan mereka, belakangan ice breaking ini saya ubah sedikit. Perintahnya sama, hanya saja gambarnya bisa mencontoh dari emoticon di handphone mereka. Namun tidak ada yang berubah. Ketakutannya masih ada. Hal ini terjadi nggak cuma sekali dua kali, tetapi berkali-kali.

Oiya, sebagai informasi, saya bukan seorang guru seperti yang mungkin kalian bayangkan. Saya cuma tentor di salah satu LBB di Surabaya yang kebetulan bekerja sama dengan beberapa SMA Negeri di Surabaya untuk memberikan tambahan belajar bagi siswa kelas 12. Materi pelajarannya membahas tentang soal-soal ujian persiapan masuk perguruan tinggi negeri.

Jujur saja, awalnya perilaku mereka membuat saya heran sampai kebawa mimpi. Padahal kan cuma disuruh gambar, kenapa mereka malu? Toh, saya mau ngobrol sama mereka lewat perantara gambar yang sudah dibuat. Saya juga sebenarnya cuma penasaran, di usia yang sudah menginjak remaja dan sebentar lagi dewasa, kreativitas serta imajinasi apa yang dapat mereka salurkan lewat media gambar.

“Gambarnya dinilai, nggak?”

Rasa penasaran ini lama tidak terjawab, hingga akhirnya sampai suatu hari, ada pertanyaan dari seorang siswi SMA Negeri yang saya ajar, “Kak, gambarnya dinilai ndak?”

Seketika saya paham apa yang mereka takutkan. Di saat-saat penting seperti mempersiapkan diri menghadapi ujian masuk perguruan tinggi, nilai jelek adalah hal terakhir yang mereka butuhkan. Saking takutnya mendapatkan nilai jelek, ketakutan ini mereka proyeksikan ke setiap tugas dan pertanyaan guru. Termasuk ice breaking saya. 

Dugaan saya, sistem pendidikan kita secara tidak langsung jadi penyebabnya. Sekolah dituntut untuk mencetak manusia berkualitas dan guru mau tidak mau harus menekan para murid agar mencapai standar minimal capaian pembelajaran. Belum lagi berbagai macam gelar dan gengsi yang harus dipertahankan sekolah-sekolah negeri itu agar tetap menjadi sekolah favorit. Semua ini sangat bergantung dengan angka dan sayangnya, muridnya lah yang menjadi korban. Setiap gerak-gerik siswa tidak luput dari penilaian. Semuanya sudah terstandar, seolah-olah kebenaran itu mutlak dan hanya satu.

Baca Juga:

Menjamurnya Bimbel Bukan karena Pendidikan Kita Ampas, tapi karena Mengajar di Bimbel Memang Lebih Mudah

Kantin Sekolah Adalah Penyelamat Guru yang Gajinya Rata dengan Tanah

Tidak semua bisa jadi angka

Masalahnya, tidak semua hal itu bisa dijadikan angka. Contoh saja pelajaran seni musik atau seni budaya. Kedua pelajaran ini membutuhkan kreativitas untuk dapat menghasilkan karya yang orisinil. Namun yang dijadikan titik berat penilaian bukan karya apa yang dihasilkan, melainkan seberapa jago para murid menghafalkan serangkaian teori dan simbol-simbol dalam seni musik maupun seni budaya. Kalaupun ada pengumpulan karya seperti membuat batik atau memainkan musik, guru pasti sudah memberikan template-nya. Kemahiran siswa dinilai dari seberapa mirip karyanya dengan yang sudah dicontohkan.

Perilaku siswa sehari-hari pun tidak luput dari penilaian subjektif yang dapat berujung pada labeling. Hal ini menghasilkan kategori siswa seperti: nakal dan tidak nakal, aktif dan pasif, dan sebagainya tanpa banyak mengetahui latar belakang penyebabnya. Jelas saja siswa-siswi susah mengembangkan kreativitas mereka, karena setiap perilaku mereka tidak akan pernah luput dari penilaian. Mendapatkan nilai buruk, menandakan ada perkembangan belajar mereka yang salah dan harus segera diperbaiki agar selaras dengan apa yang dikehendaki oleh sistem. 

Matinya kreativitas siswa, matinya negara

Matinya kreativitas dalam proses belajar tentu merupakan hal yang buruk. Siswa jadi susah untuk berimajinasi hingga mengekspresikan dirinya sendiri. Pihak sekolah mungkin juga kesusahan keluar dari belenggu sistem yang telah mengakar, menumbuhkan kreativitas para peserta didik itu bisa dimulai dari hal kecil kok. Nggak melulu harus dari pengajaran di kelas. Mulai saja dengan kebijakan yang pada satu hari dalam seminggu memperbolehkan siswa memakai baju bebas rapi dan semi-formal selain seragam.

Kalau ini diterapkan, mereka, siswa SMA Negeri, untuk pertama kalinya akan memiliki kebebasan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan dirinya lewat pakaian yang dikenakan. Sekali lagi, mungkin ini sepele, tapi percaya deh nanti ketika kuliah mereka bisa lebih percaya diri dengan dirinya sendiri. Contohnya teman-teman saya sendiri ketika kuliah. Tidak sedikit dari mereka yang merasa insecure ketika pertama kali kuliah hanya karena bingung harus berpakaian seperti apa. Imbasnya, mereka jadi tidak aktif selama perkuliahan karena takut menjadi pusat perhatian dan dinilai buruk cara berpakaiannya.

Intinya, harus ada yang diubah kalau mau siswa-siswi kita punya daya kreativitas yang baik. Hal-hal yang menjadi sumber penghambat berpikir kreativitas harus diminimalisir kalau tidak bisa dihilangkan sepenuhnya. Kalau mau berpikir kreatif, cara yang keluar pasti banyak. Eh, atau jangan-jangan, pihak sekolah juga pada nggak bisa berpikir kreatif?

Penulis: Arief Rahman Nur Fadhilah
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA 5 Tempat Pacaran di Purwokerto kalau Sedang Bokek, Suasana Romantis dan Murah Meriah

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 15 Agustus 2024 oleh

Tags: kreatifnilaiSekolahsiswa SMA
Arief Rahman Nur Fadhilah

Arief Rahman Nur Fadhilah

Sedang menempuh S2 Psikologi Unair sembari merantau di Medan. Penikmat sunyi yang diam-diam takut ditinggal sendiri

ArtikelTerkait

Ironi Perpustakaan Sekolah, (Katanya) Gudang Ilmu tapi Nyaris Tak Tersentuh Terminal Mojok jurusan ilmu perpustakaan

Ironi Perpustakaan Sekolah, (Katanya) Gudang Ilmu tapi Nyaris Tak Tersentuh

15 September 2022
standard AE7 snowman pulpen mojok

3 Alasan Pulpen Standard AE7 Lebih Baik ketimbang Snowman

11 Juli 2021
Kelakuan Norak Alumnus Sekolah Saat Kembali ke Mantan Sekolahannya terminal mojok.co

Kelakuan Norak Alumnus Sekolah Saat Datang ke Mantan Sekolahannya

5 Januari 2021
Menerka Alasan Guru Matematika Nggak Pernah Bolos Mengajar

Menerka Alasan Guru Matematika Nggak Pernah Bolos Mengajar

4 Maret 2024
Kiat Mendapatkan Nilai A dengan Mengadopsi Gaya Belajar Anak-anak ‘Law School’ terminal mojok

Kiat Mendapatkan Nilai A dengan Mengadopsi Gaya Belajar Anak-anak ‘Law School’

12 Juni 2021
sekolah untuk cari kerja

Sekolah Tinggi-Tinggi Demi Masa Depan yang Haha Hihi

16 Mei 2019
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025
Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

1 Desember 2025
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025
Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

29 November 2025
Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

30 November 2025
Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang Mojok.co

Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.