Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Di Tempat Saya, IPNU-IPPNU Bukan untuk Menangkal Radikalisme, Melainkan Kimcilisme

Ahmad Abu Rifai oleh Ahmad Abu Rifai
3 Juni 2019
A A
kimcilisme

kimcilisme

Share on FacebookShare on Twitter

Belakangan ini, kata radikalisme begitu berdengung di kuping, juga berserak di layar ponsel seperti sampah. Terlepas dari makna radikalisme, apakah ia sudah terpeyorasi atau tidak, kata tersebut kini digunakan untuk menandai kelompok tertentu yang dianggap nesunan dan intoleran.

Dalam konteks fenomena keislaman, sebagian orang misalnya melabeli ormas tertentu sebagai kelompok radikal yang dikit-dikit ngamuk, dikit-dikit demo, dikit-dikit ganti prrr…—eh. Mereka menganggap kelompok seperti itu berbahaya, sebab mereka terkenal tak mau bertoleransi, suka main hakim sendiri, dan menganggap kebenaran kelompok sebagai kebenaran mutlak. Alhasil mereka bisa merusak tatanan bangsa-negara, dan lebih jauh: marwah Islam itu sendiri.

Namun, apakah benar begitu?

Jawabannya—bisa jadi iya, bisa jadi tidak. Intoleransi memang bisa merusak citra Islam, tetapi saya pikir, ada hal lain juga yang membuat tabiat generasi muda Islam kurang baik—untuk tidak menyebut ngawur—hingga menyebabkan citra yang kurang baik pula.

Pikiran ini muncul saat beberapa kawan mulai menginisiasi dan mengorganisasi pembentukan IPNU-IPPNU di beberapa desa di kecamatan. Mereka mengeluhkan sulitnya merekrut kader, lalu menjaganya agar tetap konsisten berkhidmat. Faktor utama yang menyebabkan kesulitan itu tidaklah muluk-muluk seperti terlibat dalam organisasi berideologi radikal. Tidak. Penyebabnya, tak lain tak bukan, mereka—para remaja itu—telah terjangkit wabah kimcilisme.

Waduh, apa tuh kimcilisme?

Sederhananya, kimcilisme itu semacam ideologi yang membuat para pemeluknya kemenyek, alay, ngganyik. Biar teoretis, saya membagi kimcilisme jadi dua mazhab yaitu mazhab cintaiyyah dan mazhab gayaiyyah.

Mazhab cinta membuat para remaja hanya paham cinta-cintaan, galau-galauan, yangyangan. Kalau anda menemukan seseorang tiba-tiba bikin status satu huruf atau titik doang, foto profilnya dihapus, lalu mengunggah kata-kata mutiara penenang kesedihan—waini. Inilah contoh sikap para penganut mazhab cintaiyyah. Dikit-dikit mewek, dikit-dikit hapus foto profil, dikit-dikit ganti prrr…—ah, mbuh lah~

Baca Juga:

5 Penyebab Anak Muda Malas Memajukan Kampung Halaman

Paylater Bikin Susah Beli Rumah? Yang Benar Saja!

Kalau kata Karl Marx agama itu candu—maka dalam ideologi kimcilisme, cinta adalah (salah satu) candu. Cinta membuat para remaja atau muda-mudi mabuk kepayang, males ini itu jika tak berdua, sehingga jika tak bisa mengontol, hah, mengontrol, niscaya hidup jadi tak produktif. Produktif lho yha, bukan bereproduksi.

Mereka yang harusnya pergi ke majelis ilmu malah mondar-mandir nggak jelas di jalan raya boncengan. Mereka yang seharusnya baca buku malah cuma sibuk baca chat. Yang harusnya sedih saat nilai ulangan jelek, eh malah sedih saat dirinya tak bernilai di matanya. huahh, dalem ini~

Jika sudah sedih kayak gitu, apa yang kemudian dilakukan? Ya malas-malasan. Jangankan mau ikut organisasi keagamaan atau ke pengajian, berusaha melupakan kebangsatan pacar dengan fokus belajar aja nggak. Mentok-mentok paling baca kata mutiara atau novel pop yang sesuai dengan keadaan hati—maka begitulah mereka kian jatuh ke lembah kebucinan.

Mazhab gaya—yakni mazhab gayaiyyah—juga tak kalah penting. Dalam struktur masyarakat kimcilisme, setidaknya ada dua golongan, yakni golongan influencer dan golongan influenced. Struktur seperti ini memungkinkan terciptanya tren yang berubah dari waktu ke waktu, baik itu soal gaya rambut, pakaian, hingga gaya bonceng motor—ha? Gaya bonceng motor?

Anda tidak salah baca. Jadi sebelum kimcilisme mewabah, dulu saya hampir tak pernah melihat perempuan boncengan tiga. Saya tak bermaksud diskriminasi, tapi yang jelas menurut penuturan kawan-kawan perempuan saya perbuatan itu saru. Mengapa saru—ya karena biasanya perempuan pakai rok. Para perempuan desa biasanya tidak pakai celana training panjang sebagai pelapis. Karenanya, mereka akan bonceng mode cewek (menyamping) agar tak tersingkap.

Sebagian dari mereka memang pernah bonceng tiga, tapi itu biasanya sangat jarang dan dalam kondisi darurat. Jika itu terjadi, maka yang paling depan (orang yang menyetir) biasanya harus rela memperoleh sedikit tempat duduk, sebab dua orang di belakangnya akan tetap bonceng mode perempuan.

Nah, semua berubah saat kimcilisme menyerang. Sejak beberapa tahun lalu, populasi cewek-cewek bonceng tiga semakin banyak. Tradisi ini dibarengi dengan penggunaan jeans ketat atau celana pendek (biar boncengnya praktis), jalan-jalan keliling banyak desa, lalu berhenti di tempat-tempat tertentu.

Mereka akan foto-foto dengan berbagai gaya, mengunggahnya di media sosial dengan caption yang menyalin sana-sini. #lfl #likeforlike

Yhaaa~

Busana mereka juga berubah dari waktu, menyesuaikan tren apa yang diciptakan dan disebar di media sosial. Dari yang pakai baju gombrong-celana pendek-kaos kaki panjang, kerudung dimundurin hingga rambut depan terlihat, pake topi-baju-jaket Supreme super KW, hingga pakai baju pendek yang tak sampai pusar ke mana-mana.

Subhanallah, ukhty~

Fenomena inilah yang secara konsisten menjerat para remaja dan muda-mudi di wilayah pedesaan. Gerakan kimcilisme menyebar terus-menerus, meluas, mengakar. Ia berada terutama di desa, daerah semi-kota, dan juga kota; ia berada di mana-mana. Ini berbeda dengan gerakan (yang disebut) radikalisme, yang agaknya masih terfokus di perkotaan dan bergerilya di media sosial.

Di tempat saya, model seperti itu tak laku. Yang laku ya tadi: kimcilisme. Inilah yang harus kita hadapi pula. Jika kita abai, Islam akan hancur! Sebarkan jika kamu ingin masuk surga!

Eh, kok malah ngawur.

Jadi begitulah. Di tempat saya, IPNU-IPPNU itu bukan untuk menangkal radikalisme, melainkan kimcilisme. {}

Terakhir diperbarui pada 17 Januari 2022 oleh

Tags: Generasi MudaKimcilismeKritik SosialRadikalisme
Ahmad Abu Rifai

Ahmad Abu Rifai

Takmir BP2M Unnes dan aktif di Kelas Menulis Cerpen Kang Putu

ArtikelTerkait

menggugat mantan

Menggugat Mantan

12 Agustus 2019
Perfeksionis

Perfeksionis, bukan Kepribadian yang Mudah

30 Mei 2019
couple goals

Tren Couple Goals: Hubungan dan Kemesraan yang Selalu Dipamerkan

13 Agustus 2019
selesai dari masalah

Kita Tidak Akan Pernah Selesai dari Masalah-Masalah

25 Mei 2019
ganteng dan cantik

Jangan Munafik, Hidup Memang Lebih Mudah Buat Orang Ganteng Dan Cantik

28 Juli 2019
merasa paling

Menciderai Akal Dengan Merasa Paling

8 Juni 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Angka Pengangguran di Karawang Tinggi dan Menjadi ironi Industri (Unsplash) Malang

Ketika Malang Sudah Menghadirkan TransJatim, Karawang Masih Santai-santai Saja, padahal Transum Adalah Hak Warga!

29 November 2025
3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025
Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

2 Desember 2025
Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025
5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.