Total, saya sudah pernah mengendarai Honda Scoopy selama 4 tahun. Motor Honda satu itu bukan milik saya, tetapi kepunyaan istri. Sejauh pengalaman saya, Scoopy adalah motor matik yang bisa menghadapi jalanan Jogja dan Surabaya. Yah, kamu tahu sendiri bagaimana menyiksanya jalanan di 2 kota besar itu.
Ingat, paparan di bawah ini adalah pengalaman pribadi mengendarai Honda Scoopy. Jadi, bisa jadi di kamu, motor yang kayak keong ini malah jadi motor Honda yang paling menyebalkan. Yah, kadang, motor itu kayak nasi goreng. Mana yang enak, tergantung selera masing-masing.
#1 Honda Scoopy cocok untuk jarak yang nanggung
Salah satu kegelisahan mahasiswa di Jogja dan Surabaya adalah perihal jarak. Yang dimaksud bukan “jarak terlalu jauh”, bukan pula “dekat”. Yang menjadi masalah adalah jarak yang nanggung. Ini jenis jarak yang nggak enak ditempuh naik kendaraan umum.
Apalagi kita bicara soal Jogja, di mana Trans Jogja belum menjangkau daerah perkampungan dan desa. Kebanyakan Trans Jogja berhenti di titik wisata atau landmark penting.
Misalnya saya, tinggal di Minggir, Sleman Barat dekat Kulon Progo. Trans Jogja nggak sampai di Desa Minggir. Kalau mau ke Jalan Kaliurang KM 13 di mana kantor saya berada, dan jaraknya 22 kilometer, kan nggak mungkin saya mengandalkan Trans Jogja. Nah, di sini, Honda Scoopy memberi manfaatnya.
Honda Scoopy adalah salah satu motor paling irit yang pernah saya rasakan. Untuk jarak menengah di Jogja dan Surabaya, ia cocok banget. Yah, sejatinya motor Honda, kengiritan adalah kekuatan, khususnya bagi kelas menengah.
Baca halaman selanjutnya: Kecil, lincah, dan lampunya yang menyorot justru jadi kelebihan.