Gresik Kota dan Gresik Selatan kesenjangannya tak main-main. Begitu nyata, begitu kentara, bagai Ba Sing Se
Selepas nonton Avatar: The Last Airbender versi live action dan nonton versi kartunnya secara berantai tiga hari tiga malam, bak pertapaan untuk mencapai kesaktian. Akhirnya saya baru menyadari bahwa ternyata Ba Sing Se, kota yang tak tertembus, kota yang digadang-gadang paling aman sejagat Avatar itu ternyata adalah Gresik, daerah tempat tinggal saya.
Ba Sing Se adalah daerah pengendali tanah yang cukup kontroversial. Bukan hanya perpolitikannya saja, kondisi sosial ekonomi, keamanan apaturnya juga cukup mengundang perbincangan yang panjang. Kalau Mas Dandhy Laksono pergi untuk ekspedisi ke Ba Sing Se, saya yakin ia dapat membuat film semacam Dirty Vote dengan beberapa episode yang panjang.
Untuk lebih memahami kompleksitas kemelut kontroversi Ba Sing Se, beberapa tahun yang lalu saya sempat nulis tentang kota ini di Terminal Mojok.
Sedangkan, kondisi Ba Sing Se yang mirip dengan Gresik itu adalah tentang kesenjangan sosial, tentang pembagian teritorial berdasarkan kelas sosial. Kondisi sosial ekonomi Ba Sing Se ini juga sempat saya tuangkan dalam tulisan ini.
Gresik memang tidak memiliki tembok segeda gaban kayak Ba Sing Se. Gresik juga nggak punya kondisi darurat keamanan yang mengerahkan aparatnya layaknya Dai Li. Namun, Gresik memiliki kesenjangan sosial berdasarkan teritorialnya layaknya Ba Sing Se. Yakni mereka yang berada di Gresik Kota adalah mereka yang berasal dari kelas menengah atas. Mereka yang berada di pinggiran yakni Gresik Selatan (sekaligus Gresik Utara) adalah mereka yang dominan dari kelas menengah ke bawah.
Jika Ba Sing Se terbagi menjadi tiga teritorial, antara lingkaran terbawah alias tembok terluar, lingkaran tengah, dan lingkaran teratas alias tembok utama. Untuk di Gresik sekurang-kurangnya hanya terbagi menjadi dua, yakni daerah di pinggiran dan daerah di pusat. Saya akan coba menjelaskannya dengan beberapa kondisi di Gresik yang mirip banget dengan Ba Sing Se.
Daftar Isi
Gresik Selatan sebagai representasi tembok luar Ba Sing Se
Saya mulai dari tembok terluar Ba Sing Se. Daerah ini mirip banget dengan daerah pinggiran di Gresik Selatan tempat tinggal saya. Di Ba Sing Se, tembok terluarnya hanyalah pemukiman rakyat jelata, rakyat miskin, bahkan daerahnya didominasi oleh pertanian dan peternakan. Jika pernah liat tragedi pengeboran tembok terluar oleh Azula, di situ terlihat banget hamparan sawah, tambak dan ternak berada di tembok terluar. Dan, begitulah yang ada di daerah saya, sejauh mata memandang, hanya sawah, sawah, sawah plus tambak dan ternak.
Kriminalitas di tembok terluar Ba Sing Se adalah makanan sehari-hari masyarakatnya. Paman Iroh sang Jenderal tertinggi negara Api sempat mau dirampok di daerah ini. Zuko hampir setiap hari ngelihat orang bertikai, bahkan tak segan ikut nimbrung perkelahian meskipun sering dicegah oleh pamannya.
Begitupun dengan Gresik Selatan, kriminalitas adalah berita harian di daerah saya. Tawuran antar pencak silat sudah menjadi bukan hal baru. Bahkan saya kalau pulang terlalu malam di atas jam 12 malam dari Surabaya, saya juga sempat ada was-was jika di tengah jalan tiba-tiba diikuti gerombolan orang. Pasalnya, terkadang di tepi-tepi jalan itu sudah sering ada gerombolan pencak silat menunggu mangsa, apalagi kalau ada orang yang makek kaos logo pencak silat musuh, wah itu sudah babak belur itu.
Belum lagi kriminalitas maling itu sudah biasa banget di tempat saya. Kemiskinan yang merajalela menjadi salah satu faktor bahwa mencuri adalah cara untuk bertahan hidup. Tiga elpiji warung makan ibu saya sempat terlahap, ketika warung dan rumah kosong karena semua orang bepergian.
Gresik Kota sebagai tembok tengah dan pusat
Sedangkan untuk Gresik Kota atau yang meliputi Kecamatan Kebomas dan Kecamatan Gresik itu adalah perwujudan dari penggabungan antara tembok tengah dan tembok inti dari Ba Sing Se. Jadi semacam ada peleburan kelas sosial. Jika di Ibu Kota Negara Tanah tersebut ada pembagian tembok tengah dan tembok inti alias pusat, maka di Gresik hanya ada satu yakni Gresik Kota yang meliputi dua kecamatan.
Jika di Ba Sing Se, dua tembok itu berisi pusat keuangan, perbelanjaan, restoran, universitas, pusat pemerintahan, bahkan rumah orang penting juga berada di wilayah ini. Seperti persinggahan Tim Avatar juga berada di tembok inti dengan pelayanan dan fasilitas yang mewah.
Dan, ternyata, mekanisme tata kelola wilayah semacam ini juga terjadi di Gresik. Kampus yang terkenal (seperti UMG, UISI, UNIGRES), pusat pemerintahan, restoran berkelas, cafe yang ciamik, pusat perbelanjaan megah (seperti Icon Mall, Gressmall) itu semua hanya ada di Gresik Kota. Sedangkan di daerah Gresik Selatan hanyalah pemukiman rakyat jelata, pusat belanja hanya ada pasar tradisional. Kelasnya juga bukan cafe, tapi warkop berkedok wifi. Bahkan meskipun kampus sekalipun itu jauh banget kualitasnya jika dibandingkan yang ada di Gresik Kota. Ibarat peradaban Gresik Kota itu sudah seperti era Doraemon abad 22 yang serba maju, sedangkan Gresik Selatan masih di fase peradaban Mesopotamia.
Apakah ini disengaja?
Bahkan masyarakat di daerah saya itu tak jarang lebih memilih mengadu nasib di Gresik Kota. Hal itu dianggap lebih baik daripada menjadi petani di Gresik Selatan yang modalnya besar tapi keuntungan tergantung kehendak cuaca. Banyak teman, tetangga maupun orang sekitar saya itu lebih memilih bekerja di kantor, industri atau bahkan berdagang di Kota dibandingkan harus mengangkat cangkul di persawahan. Sawah barangkali masih digarap ketika libur kerja, hanya sebagai sampingan. Namun, pekerjaan utama tetap berada di Gresik Kota.
Namun, yang menjadi saya heran adalah jika Ba Sing Se sudah sangat jelas menciptakan segregasi ini untuk keamanan kota. Lah untuk yang Gresik ini, apa latar belakang terciptanya kesenjangan sosial? Apakah disengaja? Atau ketidakbecusan pengelolanya? Untuk jawabannya jangan tanya saya, tapi tanya ke pemangku daerah.
Penulis: Mohammad Maulana Iqbal
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Nggak Enaknya Menjalani Hidup sebagai Orang Gresik Pinggiran Bagian Selatan