Saya suka bingung dengan Boyolali. Kabupaten yang terletak 25 km sebelah barat Kota Surakarta ini sedang gencar-gencarnya membuat monumen baru. Salah satu yang menyita perhatian saya adalah tiga monumen yang terletak di Taman Tiga Menara.
Taman Tiga Menara terdiri dari tiga miniatur bangunan Tujuh Keajaiban Dunia (Seven Wonders) yakni Menara Pisa, Menara Eiffel dan Patung Liberty. Menara dibuat sedetail mungkin dengan ornamen dan skala ukurannya menyerupai aslinya. Bupati Boyolali sempat menjelaskan, ikon baru itu diharapkan bisa menjadi tempat publik yang mampu memunculkan ide-ide masyarakat Boyolali.
Sebenarnya nggak ada salahnya sih, hanya saja saya merasa merasa kurang sreg dengan tiga menara itu. Boyolali ini banyak sekali ciri khasnya. Kenapa tidak mengangkat kekhasan daerah setempat saja untuk dijadikan monumen. Kalau bukan dari Boyolali, bisa saja mengambil kekhasan dari berbagai daerah di Indonesia. Kenapa harus dari luar negeri yang menjadi acuan? Kenapa harus tiga menara itu yang dibuat replika? Apa yang pemerintah coba sampaikan dengan tiga menara yang warga mungkin asing bagi warganya itu? Benar-benar tidak habis pikir.
Tidak hanya tiga menara yang menyontek bentuk bangunan dari luar negeri. Boyolali juga punya monumen menyerupai Taj Mahal, Spix, dan Piramid. Letak monumen itu berada di Simpang Solidaritas Boyolali di Kecamatan Mojosongo. Seperti namanya, simpang ini sebenarnya ingin menunjukkan nilai solidaritas antar umat beragama yang selama ini dijunjung tinggi oleh warga Boyolali. Itu mengapa di simpang itu juga ada replika Candi Borobudur.
Menurut saya ya, menggambarkan solidaritas antar umat beragama dapat digambarkan dalam banyak hal. Tidak melulu harus mencontoh bangunan ikonik daerah lain. Heran, kabupaten ini jadi tidak punya identitasnya sendiri.
Baca halaman selanjutnya: Boyolali sedang hobi …