Balap liar di Banyuwangi sudah sedemikian meresahkan. Oleh sebab itu, saya berdoa ada pihak berwenang atau penentu kebijakan yang membaca kegelisahan warga ini.
Sebagai warga, saya merasa pihak Pemkab Banyuwangi belum terlalu serius mengatasi masalah ini. Padahal, aksi menyebalkan ini sudah menjadi momok bagi warga.
Kegiatan yang meresahkan ini terjadi di banyak tempat. Misalnya, November 2022, terjadi kecelakaan beruntun di Jalan Gadjah Mada, Banyuwangi Kota karena balap liar. Lalu, di Kecamatan Pesanggrahan, kaki seorang warga harus diamputasi karena ditabrak oleh pelaku.
Dan, setelah rentetan kejadian terus terjadi, pihak Pemkab melakukan sesuatu yang nggak ada faedahnya, yaitu datang belakangan. Kenapa nggak mencegah sebelum kegelisahan terjadi?
Daftar Isi
- Ide khas “orang malas” yang pernah muncul
- #1 Melakukan patroli secara lebih rutin untuk mengusir balap liar
- #2 Mempertegas aturan oleh Pemkab Banyuwangi dan kepolisian
- #3 Membuat pos penjagaan atau keramaian di tempat rawan balap liar
- #4 Membuat polisi tidur
- #5 Pihak berwenang bekerja sama dengan warga dan pemuda setempat
- Membantu membuka dan meningkatkan pola pikir anak muda
Ide khas “orang malas” yang pernah muncul
Beberapa tahun yang lalu muncul sebuah ide untuk membuat semacam sirkuit. Tujuannya untuk menjadi wadah anak-anak muda Banyuwangi yang hobi balap liar. Namun, menurut saya, ini hanyalah ide khas dari orang yang malas mikir. Ingat, nggak semua pelaku memang murni hobi balap. Banyak dari mereka cuma mau gaya-gayaan, bukan karena passion.
Oleh sebab itu, izinkan saya menyumbang saran. Saya punya 6 solusi (5 pencegahan jangka pendek dan 1 jangka panjang). Saya mengadopsi beberapa kebijakan daerah lain yang sukses menekan jumlah fenomena balap liar.
#1 Melakukan patroli secara lebih rutin untuk mengusir balap liar
Jujur saja, untuk solusi yang ini saya terinspirasi Kepolisian Jogja dalam menangani klitih. Walaupun di atas kertas masih belum bisa menumpas klitih, setidaknya mampu mengurangi kejadian. Selain itu, patroli rutin juga memberi sinyal bahwa pihak berwenang nggak main-main.
Selain patroli, alangkah baiknya juga disertai oleh pemetaan daerah rawan. Tujuannya untuk memudahkan pihak berwenang dalam memberantas. Mengingat beberapa daerah yang rawan balap liar di Banyuwangi justru merupakan jalanan darurat, misalnya jalan menuju Rumah Sakit Al- Huda, Kecamatan Genteng.
#2 Mempertegas aturan oleh Pemkab Banyuwangi dan kepolisian
Salah satu maraknya balap liar di Banyuwangi adalah minimnya efek jera. Kadang, pihak berwajib hanya membubarkan. Para pelaku juga bisa mengambil motornya di kantor polisi dengan mudah. Salah satu dampak dari hukuman ringan ini adalah warga yang “main hakim sendiri”.
Alasan pelaku di bawah umur juga selalu menjadi alibi. Ya saya maklum karena memang begitu aturannya. Namun, saya rasa Pemkab Banyuwangi bisa memaksimalkan keberadaan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPSK).
Jadi, LPSK adalah sebuah lembaga untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Khususnya menangani masalah yang dihadapi oleh anak. LPKS membantu menyelesaikan masalah dengan melakukan pembinaan kepada remaja yang memiliki masalah, baik masalah sosial maupun masalah yang lain.
Lembaga ini bisa menerapkan pembinaan yang lebih tegas kepada remaja. Khususnya remaja yang sangat sering ikut balap liar. Selain pendampingan tegas kepada anak, negara juga perlu melakukan pembinaan kepada orang tua. Ingat, orang tua juga mempunyai andil di kenakalan remaja.
#3 Membuat pos penjagaan atau keramaian di tempat rawan balap liar
Balap liar di Banyuwangi banyak menggunakan jalanan sepi. Maka dari itu, Pemkab bisa mengakalinya dengan membangun pos penjagaan di sana. Selain pos, memunculkan keramaian di jalanan rawan juga bisa menjadi solusi.
Keramaian warga adalah “musuh utama” bagi para pelaku balap liar. Bahkan, dari sekian kejadian yang ada, warga sering menggantikan pihak berwajib untuk menangani hal ini dan hasilnya sukses, lho.
#4 Membuat polisi tidur
Untuk memberantas balap liar, Malang dan Aceh Tenggara membuat polisi tidur. Namun, ingat, mereka hanya membuat polisi tidur di jalanan yang rawan menjadi arena balapan liar. Kita semua tahu kalau biasanya balapan liar tidak terjadi di jalan provinsi atau protokol. Kegiatan goblok itu terjadi di jalanan sepi.
Nah, polisi tidur akan menghalangi remaja-remaja itu untuk melakukan hobi yang merugikan orang lain. Selain itu, biaya membuat polisi tidur juga tidak mahal. Apalagi Pemkab Banyuwangi pasti mau membiayai pembuatan polisi tidur. Kan Pemkab itu baik banget dan perhatian sama warganya.
#5 Pihak berwenang bekerja sama dengan warga dan pemuda setempat
Tentunya, saran-saran di atas akan menguap begitu saja bila tak dibarengi kompaknya pihak berwenang dengan warga setempat. RT dan RW setempat dan Karang Taruna bisa saja menjadi palang pintu pertama. Selain memudahkan polisi, hal ini juga bisa memberikan dampak positif bagi karang taruna dan juga RT/RW yang mendapatkan peran penting.
Selain 5 solusi di atas, ada 1 saran lagi dari saya. Ini adalah saran yang sifatnya jangka panjang. Bukan hanya untuk mengatasi masalah balap liar, tapi solusi untuk banyak hal.
Membantu membuka dan meningkatkan pola pikir anak muda
Kenapa harus pola pikir? Ya jelas, karena semuanya berawal dari sana. Mau soal balap liar, kenakalan remaja, sampai hal-hal besar berawal dari pola pikir. Dan, di Banyuwangi, di beberapa daerah pendidikan formal saja masih terdampar di kolong meja.
Masih banyak anak muda di sini yang hanya memikirkan wisata dan festival. Minat untuk mengurus hal-hal fundamental jadi terbengkalai. Apalagi, Pemkab Banyuwangi juga terlalu fokus mengurus sisi pariwisata. Hal ini membuat manusianya tidak terbangun dengan baik.
Anak muda di sini membutuhkan pendekatan untuk membangun dan meningkatkan pola pikir. Saya yakin usaha ini akan membutuhkan waktu. Namun, memperbaiki kualitas pendidikan dan pembinaan akan menjadi akar yang kuat bagi manusia supaya hidup mereka lebih berkualitas.
Penulis: Rino Andreanto
Editor: Yamadipati Seno