Jurang Tangis bisa membuatmu menangis, literally
Ada banyak cerita yang bakal muncul jika kita menyebut tragedi G30S/PKI. Baik cerita nyata yang sudah masyhur dipercayai masyarakatnya, atau sekedar rumor yang terus berkelindan hingga bertahan sampai sekarang.
Salah satu yang paling saya ingat ialah Jurang Tangis di Hutan Baluran Situbondo yang sudah “meneror” pengguna jalan di sana. Saya sendiri memunculkan Hutan Baluran, Situbondo pada beberapa tulisan di Terminal Mojok.
Beberapa tulisan tersebut sama-sama memuat Baluran yang terkenal wingit. Tapi, dalam tulisan itu, saya belum menyebutkan tentang Jurang tangis.
FYI, Hutan Baluran merupakan kawasan hutan lindung yang masuk Taman Nasional. Nama Baluran diambil dari nama gunung yang berada di daerah itu, yaitu Gunung Baluran. Jika ditinjau dari sejarah awalnya, kawasan taman nasional itu ditetapkan sebagai hutan lindung pada tahun 1930 oleh Direktur Kebun Raya Bogor, K.W. Dammerman. Hingga statusnya kemudian diubah menjadi suaka margasatwa oleh Gubernur Hindia Belanda pada tanggal 25 September 1937 dengan luas lahannya seluas 25.000 ha.
Hutan ini dibelah oleh Jalur Surabaya-Banyuwangi untuk akses jalur utama di Pesisir Pantai Utara (Pantura) Jawa Timur bagi kendaraan yang mengarah ke Bali. Nah, jika kalian mengarah ke Surabaya dari Banyuwangi, dua kilometer setelah Waduk Bajulmati, Wongsorejo, Banyuwangi. Di sana akan ada jurang sedalam 18 meter di dekat Curah Tangsi.
Lokasi ini paling dikenal oleh banyak pengendara yang sering melintas di jalur Baluran, sebab dikenal wingit dan angker. Ada banyak rumor yang beredar imbas dari keangkeran tempat ini, salah satunya jurang tersebut merupakan tempat pembuangan korban G30S/PKI.
Kepercayaan yang beredar di masyarakat, apabila ada pohon pisang yang dipotong, akan ada mayat yang dibuang di jurang tersebut. Mayat tersebut diduga korban Petrus.
Baca halaman selanjutnya