Membaca manga scanlation, atau sebut saja ilegal, bisa dibilang sudah jadi kebiasaan. Buruk, memang, tapi susah untuk tidak tercebur ke kubangan tersebut. Tanya saja penggemar One Piece, bagaimana susahnya menghindari spoiler dan baca scanlation. Mengingat, manga yang harusnya terbit Senin minggu depan, spoilernya sudah terbit sejak Selasa. Angele.
Tapi, lebih dari satu tahun yang lalu, saya menghadapi situasi baru. Situasi yang membuat saya merasa bersalah untuk membaca manga ilegal. Tenang, situasinya bukan yang aneh-aneh kok, bahkan cenderung remeh-temeh. Situasi barunya adalah saya menjadi mahasiswa jurusan Ilmu Hukum.
Lho, kenapa jadi merasa berat untuk membaca manga online hanya karena jadi mahasiswa hukum? Begini, sebagai mahasiswa, satu nilai yang saya pegang betul-betul adalah selalu berusaha untuk mengaplikasikan ilmu yang saya punya di kehidupan sehari-hari. Satu ilmu yang saya sadari secara penuh selama menjadi mahasiswa hukum adalah, “Menikmati sesuatu secara tidak sah itu terlarang.”
Kenapa menikmati sesuatu secara tidak sah itu terlarang? Ya ini nggak perlu saya jelasin kalian harusnya udah tahu. Tapi, konteks yang kita bicarakan adalah manga ilegal, jadi yang akan kita bicarakan adalah apresiasi. Biarkan saya menjelaskan.
Sebenarnya soal apresiasi itu tidak hanya harus dipegang oleh mahasiswa jurusan ilmu Hukum. Harusnya semua orang memegang nilai tersebut, tidak peduli apa pun latar belakangnya. Tapi, menjadi mahasiswa hukum tentu punya tekanannya sendiri terhadap hal tersebut.
Saya sering mendapat doktrin bahwa selama kita mengetahuinya, menikmati sesuatu secara tidak sah itu tidak baik. Meskipun kita sebagai konsumen tidak terlibat dalam pengadaan sesuatu tersebut. Sebagai konsumen, kita sama saja tidak menghargai usaha orang lain untuk mendapatkan hal yang serupa. Contohnya adalah barang curian atau barang palsu. Dalam konteks ini, sudah tahu kan maksud saya mengenai rasa bersalah untuk membaca manga secara online di situs internet?
Kembali lagi ke soal manga ilegal, saya tentu tidak benar-benar menyalahkan mereka atau bahkan kalian para Mojokiyah yang sampai sekarang masih menikmati manga online secara ilegal di situs-situs internet. Saya dulu juga pernah melakukannya. Orang butuh hiburan, dan bisa diraih dengan mudah.
Namun, jika teman-teman pernah menonton atau membaca anime-manga berjudul Shirobako, Bakuman, dan film tentang proses produksi sebuah karya hiburan, harusnya kita bisa memetik sebuah pelajaran yang sudah sempat saya singgung sebelumnya, yaitu: hargailah kerja keras mereka. Kata hargai yang saya maksud adalah letterlijk menghargai dengan uang, bukan sekadar memberi tepuk tangan, rating, atau ikut meramaikannya di akun media sosial pribadi. Bagaimana pun juga, mereka membuatnya tidak secara cuma-cuma, ada materi yang harus mereka korbankan untuk menciptakan sebuah karya.
Khusus untuk manga, saya pikir ramainya orang menikmatinya secara tidak sah lebih banyak menjadi biang kerugian bagi mangaka dan pemegang hak cipta. Hal ini juga disampaikan oleh seorang mangaka dengan akun Twitter @Gino808 (sekarang jadi @Gino0808). Ia mengatakan jika dia ingin manga bajakan menghilang dari peredaran. Gino808 sendiri adalah mangaka dari beberapa judul manga, misalnya Devouring a Snow Woman and Crab dan Virgin Story.
Gino808 bahkan mengatakan bahwa ia lebih suka manganya tidak dibaca sama sekali daripada dibaca oleh banyak orang lewat hasil bajakan. “Jika kalian tidak mau mengeluarkan uang untuk membaca manga-ku, maka kupikir itu berarti aku dan manga-ku tidak cukup bagus, dan kalian bebas bersikap seperti itu. Tapi, jika kalian masih ingin membaca versi bajakannya, aku lebih suka kalau kalian tidak membacanya sama sekali,” tulisnya dalam akun twitter pribadinya.
Bagi kita yang ada di Indonesia, sebenarnya masih cukup mudah untuk mendapatkan manga secara legal. Ada banyak penerbit di Indonesia yang menerbitkan judul-judul manga-anime populer, bahkan yang kurang dilirik seperti shoujo manga pun cukup banyak dipajang di toko buku kesayangan kita. Namun, tetap saja, hal tersebut dirasa masih sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan manusia Indonesia terhadap manga. Pada akhirnya, manga ilegal pun seakan-akan tidak pernah sepi peminatnya.
Tentu, banyaknya judul manga yang dibajak bukanlah sepenuhnya masalah yang muncul dari para konsumen. Masalah scanlation pun sebenarnya muncul dari kebocoran pada masa distribusi.
Beruntungnya, hal ini direspons dengan baik oleh salah satu penerbit manga terbesar di Jepang, Shueisha. Pada tahun 2019, mereka merilis MangaPLUS, sebuah aplikasi di android, iOS, dan desktop yang memungkinkan setiap orang dari seluruh belahan bumi untuk menikmati manga karya mangaka yang ada di bawah naungan mereka secara cuma-cuma.
Meskipun hadir dengan beberapa pembatasan bagi konsumen untuk menikmati manga-manganya, aplikasi ini harus benar-benar diapresiasi dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Kalian nggak harus bayar, plus legal. Asas legal ini yang harus kalian pegang. Setidaknya, mangaka-nya jadi nggak keki.
Sayangnya, di Indonesia, aplikasi ini masih jarang sekali digunakan, bahkan bagi penggemar berat anime-manga sekalipun. Banyak dari mereka yang secara terang-terangan mengatakan tidak tertarik dengan aplikasi MangaPLUS. Entah karena sudah terbiasa membaca manga di situs internet secara ilegal, judul yang mereka baca tidak tersedia, atau alasan-alasan lainnya, saya pun tidak begitu tahu.
Sebagai pencinta manga, saya pikir, rasa cinta dan keterikatan kita kepada manga dan tokohnya mulai kita salurkan juga ke mangaka-nya dalam bentuk apresiasi. Bisa dimulai dengan tidak membaca manga ilegal, dan beralih ke penyedia manga resmi. Mereka sudah menghibur kita selama ini, dan harga yang kita bayarkan, amat kecil dibanding kebahagiaan yang mereka berikan. Jadi, masih berat untuk mengapresiasi?
Sumber gambar: Miika Laaksonen via Unsplash
Penulis: Muhammad Raihan Nurhakim
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Manga Aoashi, Manga yang Bikin Pengetahuan Sepak Bolamu Makin Canggih