Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Merantau ke Jogja Menyadarkan Saya tentang Privilese Hidup di Jakarta

Muhammad Arief Bimaputra oleh Muhammad Arief Bimaputra
22 Juli 2022
A A
Merantau ke Jogja Menyadarkan Saya tentang Privilese Hidup di Jakarta

Merantau ke Jogja Menyadarkan Saya tentang Privilese Hidup di Jakarta (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Saya “lari” dari Jakarta ke Jogja, hanya untuk menyadari bahwa Jakarta ternyata tak seburuk yang saya duga

Banyak orang berkata bahwa merantau akan memberikan pengalaman untuk beradaptasi, lebih mandiri, hingga mengenal budaya lain yang belum kita ketahui. Saya rasa apa yang dikatakan oleh banyak orang itu benar adanya. Kenapa saya bisa tahu, sebab saya merantau. Tepatnya, merantau ke Jogja.

Kesempatan itu datang ketika saya gagal SBMPTN. Setelah melewati beberapa hal, saya memutuskan untuk berkuliah di Jogja. Pada mulanya saya memutuskan untuk merantau ke Jogja karena konon katanya biaya hidup di sana rendah dan lingkungannya cocok untuk mahasiswa. Tapi alasan sebenarnya saya merantau karena ingin melupakan pengalaman pahit yang saya alami di Jakarta, kuliah hanya kedok saja.

Ketika pertama kali saya menginjakkan kaki di Jogja saya langsung merasakan perbedaan yang begitu mencolok. Jogja terasa begitu santai dan tenang dibandingkan dengan Jakarta yang grasak-grusuk dengan kemacetan serta klakson yang nggak ada berhentinya. Akan tetapi, setelah beberapa tahun tinggal di kota ini, saya mulai mengetahui lebih dalam tentang situasi sebenarnya. Pengetahuan tersebutlah yang membuat saya sadar bahwa tinggal di Ibu Kota adalah sebuah privilese yang tidak pernah saya sadari sebelumnya.

Privilese pertama yang saya sadari adalah soal upah. Perbandingan antara UMP Jakarta dan Jogja memang sangat kontras. UMP Jogja 2022 adalah sebesar 1.840.915 sedangkan Jakarta memiliki UMP sebesar 4.641.854. Biasanya kalo kita memulai membandingkan upah, ada saja manusia yang berdalih bahwa biaya hidup di Jogja itu murah wajar kalo UMP-nya rendah.

Padahal biaya hidup di Jogja itu sebenarnya tidak jauh berbeda dengan biaya hidup di Jakarta. Harga Nutrisari di burjo Jogja saja sudah sama dengan harga Nutrisari di warkop Jakarta. Harga bensin juga tidak berbeda, hingga harga paket internet di Jogja dan Jakarta kan sama juga. Mungkin sekarang sudah tidak relevan lagi untuk menyebut bahwa biaya hidup di Jogja lebih murah. Menemukan tempat makan yang sesuai dengan UMP itu sekarang ibaratnya menemukan hidden gems.

Dan ingat, tempat makan murah barang satu-dua itu nggak bisa dijadikan indikator.

Biaya kuliah yang harus ditanggung warga Jogja juga tidak ada perbedaan walaupun upahnya rendah. Semisal biaya kuliah per semester itu 7 juta berarti warga Jogja harus menabung selama 4 bulan dengan menggunakan seluruh upah per bulannya untuk berkuliah. Terus biaya makan 4 bulannya gimana? Ya nggak tahu.

Baca Juga:

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

Privilese ketersediaan transportasi publik juga menjadi hal yang saya sadari selama merantau di Jogja. Selama saya tinggal di Jakarta, transportasi publik mudah untuk diakses dengan biaya yang cukup murah. Setidaknya ada 3 transportasi publik untuk menunjang segala keperluan warga Jakarta yaitu KRL, TransJakarta dan JakLingko.

Sementara di Jogja, transportasi publik untuk menunjang mobilitas sejauh ini yang saya ketahui hanya TransJogja. Saya memutuskan untuk berhenti menggunakan TransJogja karena beberapa alasan, di antaranya waktu tunggu yang cukup lama dan jangkauannya. Di Jakarta saya hanya membutuhkan waktu paling lama 10 menit untuk menunggu jadwal datangnya dari tiap transportasi publik sementara itu ketika menunggu TransJogja saya sempat menunggu selama 20 menit.

Kondisi jam kerja buruh di Jogja juga menyadarkan saya tentang privilese hidup di Ibu Kota. Beberapa teman saya di Jogja yang memutuskan untuk bekerja paruh waktu sering mengeluhkan hal yang sama, yaitu jam kerja paruh waktu yang sama dengan jam kerja full time.

Memang mengenaskan ketika seorang buruh bekerja selama 8 jam per hari dan 5 hari seminggu terhitung sebagai part time dan upahnya rendah pula, tapi itulah yang terjadi di Jogja. Kondisi jam kerja di Ibu Kota memang agak sedikit lebih baik. Setidaknya, jam kerjanya nggak 8 jam, dan dengan upah yang lebih baik juga..

Memang antara Jakarta dan Jogja tidak bisa dibandingkan secara langsung karena terdapat perbedaan yang kontras, bahasa kerennya tidak apple to apple. Jogja dengan Sultan sekaligus gubernur dan Jakarta dengan gubernur tanpa sultan, misalnya. Tapi, tetap saja, ketika ketimpangan terlihat jelas, sedangkan kondisi kota makin lama makin mirip, saya pikir harus ada yang diubah dalam waktu segera. Terutama, kesejahteraan. Idealnya begitu, idealnya lho.

O iya, satu lagi privilese yang dimiliki warga Jakarta adalah bisa memilih gubernurnya sendiri, hehehe.

Penulis: Muhammad Arief Bimaputra
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Gaul di Jaksel, Hedon di Jakbar, Nyasar ke Bekasi, Bermacetan di Depok

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 21 Juli 2022 oleh

Tags: JakartaJogjaPrivilese
Muhammad Arief Bimaputra

Muhammad Arief Bimaputra

Mahasiswa HI yang suka menulis dan haha-hihi.

ArtikelTerkait

Katanya Jogja Kota Wisata, tapi Malah Study Tour ke Bali terminal mojok.co

Katanya Jogja Kota Wisata, tapi Malah Study Tour ke Bali

17 Desember 2021
Dilema Menjadi Warga "Bantul Coret": Terlalu Jogja untuk Disebut Bantul, Terlalu Bantul untuk Disebut Jogja Mojok.co

Dilema Saya Menjadi Warga “Bantul Coret”: Terlalu Jogja untuk Disebut Bantul, Terlalu Bantul untuk Disebut Jogja 

17 Juni 2024
Jalan Raya Kaligesing Kulon Progo, Jalan Paling Indah se-Jogja dengan Pemandangan Sawah, Bukit, Jurang, Tebing, dan Hutan Jadi Satu

Jalan Raya Kaligesing Kulon Progo, Jalan Paling Indah se-Jogja dengan Pemandangan Sawah, Bukit, Jurang, Tebing, dan Hutan Jadi Satu

7 Februari 2024
gentrifikasi romantisisasi jogja mojok

Romantisisasi, Gentrifikasi, dan Jogja yang Menjadi Tamu di Rumah Sendiri

31 Januari 2021
Di Jogja, Apoteker Menderita Kalau Nggak Bisa Bahasa Inggris (Unsplash)

Penderitaan Apoteker yang Kerja di Jogja

4 Desember 2023
Sudah Saatnya Jogja Bangun Lebih Banyak Jembatan Penyeberangan, Jalanan Jogja Makin Nggak Aman!

Pemerintah Jogja Harus Mulai Memikirkan Pengadaan Jembatan Penyeberangan Orang, biar Pejalan Kaki Tak Jadi Korban Kacaunya Lalu Lintas!

7 Desember 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang Mojok.co

Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang

2 Desember 2025
3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025
Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

3 Desember 2025
3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

30 November 2025
Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

2 Desember 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.