Jalanan di depan rumah saya bukannya terkutuk lantaran jadi area rawan kecelakaan…
Paragraf ini tercipta setelah saya menolong seseorang yang jatuh dari motornya. Dan, judul di atas tercipta beberapa menit sebelum sebuah kecelakaan sepeda motor terjadi tepat di jalan depan rumah tempat saya tinggal. Dengan kata lain, artikel ini seolah direstui oleh semesta, dan sepertinya harus segera diselesaikan.
Aspal legam di depan rumah saya sebenarnya mulus. Sayang medannya tak boleh dibilang langsam. Sebuah turunan tajam menukik senatural mungkin. Sebuah turunan yang entah kenapa membuat banyak pemotor suka ngebut saat melewatinya. Namun, kecelakaan justru lebih sering menyasar kendaraan yang jalannya santai-santai saja. Justru yang suka ngebut dengan knalpot mber malah selamat terus. Yah, alhamdulillah.
Sejauh ingatan saya, kecelakaan saat malam hari juga jarang sekali. Meski penerangan di turunan itu narimo ing pandum, jika tak boleh disebut gelap gulita. Kecelakaan justru sering terjadi saat terang benderang dan matahari sedang senang tampil. Intensitas kecelakaan di jalan itu bukan hanya padat merayap, namun sudah sampai level terlalu sering. Tak jarang seminggu dua kali, kadang seminggu sekali, dan rekor terbanyak adalah seminggu enam kali. Kebetulan saat itu sedang ada kegiatan tahunan Khataman di Tegalrejo, dan jalan itu adalah jalur sutra yang dipenuhi kendaraan yang menuju ke sana.
Karena itulah, jalanan di depan rumah saya kerap dianggap wilayah mistis atau angker.
Kecelakaan yang terjadi lumayan bervariasi. Mulai dari senggolan biasa, mobil terjun ke jurang, hingga tabrakan beruntun. Dari yang keserempet, hingga terlindas. Dari yang tak ada luka fisik, luka ringan, luka berat, hingga yang meninggal. Semua sudah saya lihat dengan mata kepala sendiri, bahkan saya alami sendiri saat kecil. Jalanan yang penuh motor hobi ngebut dan salip-menyalip, membuat saya yang saat itu masih kecil terserempet motor. Begitu juga para tetangga, yang juga kerap menjadi korban terserempet motor dan mobil.
Kecelakaan adalah hal yang seharusnya tak dianggap biasa, namun sayangnya sudah telanjur menjadi rutinitas mengingat kami tinggal di area rawan kecelakaan. Pokoknya tiap pagi dan sore hari, warga sekitar rumah saya sudah bersiap untuk kemungkinan terburuk. Di jam-jam seperti itu, kendaraan sedang padat-padatnya. Pokoknya, seminim-minimnya sebulan sekali selalu ada kecelakaan. Kadang ada saat-saat penuh keberuntungan, alias tak ada kecelakaan sama sekali selama sebulan. Sayangnya itu jarang sekali terjadi, karena sejauh ini masa damai itu terjadi saat awal pandemi 2020 saja.
Setiap kali ada suara keras nan menggelegar, semua warga langsung keluar rumah. Tak hanya agar bisa menolong orang yang kecelakaan, namun untuk menghindari keributan. Karena memang adu mulut dan adu fisik selalu menjadi pewarna peristiwa. Ada yang ngeyel-ngeyelan meminta tanggung jawab dan ganti rugi, bertikai dan adu jotos karena semua merasa benar, hingga akhirnya dibawa ke polisi. Untunglah kini sudah banyak yang memasang CCTV, sehingga ada alat bukti tiap terjadi kecelakaan dan jelas siapa yang salah.
Dengan kata lain, warga di tempat saya tinggal adalah para manusia yang sudah berpengalaman perihal kecelakaan. Kebanyakan warga tak buta-buta amat perihal hukum. Tak mungkin memihak dengan ilmu ngawur. Semacam menggunakan teori bahwa yang benar adalah membela kendaraan yang lebih kecil atau lebih murah, dan yang lebih besar atau lebih mahal yang harus ganti rugi. Kebanyakan juga siap saat diminta jadi saksi, bahkan ditemani perangkat desa.
Kebanyakan dari warga sini juga sudah paham soal penanganan korban kecelakaan, sebab kami sadar kalau kami tinggal di area rawan kecelakaan. Jadi kalau ada yang jatuh, nggak asal angkat dan pindah, biasanya menunggu tenaga medis jika terasa berbahaya ditangani sendiri. Karena itulah kami punya nomor Babinsa, ambulans, hingga pemadam kebakaran.
Intinya, kalau Anda kecelakaan di dekat rumah saya, dijamin full service dan warganya siap sedia. Tapi, saya tak ingin ada yang kecelakaan lagi, apalagi saya mendoakan Anda—pembaca Terminal Mojok tercinta—mengalami kecelakaan. Semoga wilayah-wilayah lain juga warganya siap sedia jika ada yang kecelakaan, biar meminimalisir hal-hal yang tak diinginkan. Apalagi kalau yang diminta jadi saksi malah mundur, ra mutu!
Saya tahu, pasti Anda takut diapa-apain atau dijebak oleh polisi, dan ujung-ujungnya kita yang remuk. Ah, tapi ini kan, Indonesia, bukan vrindafan. Di mana polisinya mengayomi dan kerjanya presisi tanpa pandang bulu. Mau anak pejabat, anak kiai, orang kaya, semua kalau salah pasti langsung ditangkap. Betul apa betul?
Penulis: Bayu Kharisma Putra
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Anggapan ‘yang Besar yang Salah’ dalam Kecelakaan Itu Bodoh.