Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup Hewani

Mengenang Kebun Binatang

Andrian Eksa oleh Andrian Eksa
21 Mei 2019
A A
monyet kebun binatang

monyet kebun binatang

Share on FacebookShare on Twitter

Baca Juga:

Taman Safari Prigen, Tempat Wisata yang Bikin Saya Emosi dan Nggak Mau Ke Sana Lagi

Bali Zoo, Kebun Binatang untuk yang Mampu-mampu Aja

Saya sedang ingin mengenang kebun binatang. Kalau kamu mau ikut, yuk kita lanjutkan. Meluncurlah di atas kenangan dan menceburlah ke kolam ingatan. Biarkan tubuh kita basah dengan cerita yang sudah-sudah.
Kebun binatang itu tempat wisata yang menjanjikan waktu liburan. Sebuah dunia lain bagi masa kecil saya yang rumahan. Palingan ya main ke kali atau kebun tetangga. Kalau lagi untung, bisa sampai ladang. Itupun karena mengejar layang-layang.
Ketika ibu menjanjikan liburan ke kebun binatang, saya rela puasa jajan. Uangnya ditabung biar bisa beli pakan. Ndulang binatang di kandang kan bisa jadi satu kesenangan. Nggak lengkap rasanya kalau belum terlaksana.
Dulu, ibu selalu bilang, besok kalau ke kebun binatang, kita bakal ketemu saudaramu. Saya tidak menyangka jika yang dimaksud adalah kera. Pas sudah dewasa, saya membayangkan ibu mempunyai anak seekor kera. Ya nggak mungkin dong yhaaa~
Tapi kalau dipikir, logikanya kan seperti ini. Premis pertama, saya adalah anak ibu. Premis kedua, kera adalah saudara saya. Premis ketiga, semua saudara saya adalah anak ibu. Jadi, konklusinya, kera adalah anak ibu juga. Masak iya sih bapak saya seekor kera? Ah, enggak ah.
Ternyata maksud ibu itu mengejek saya. Menyamakan saya dengan kera. Kalau dalam bahasa nenek disebut ngilo ning kaca benggala, madakno rupo. Duh… Ibu kok bisa-bisanya selucu itu?
Apa ibu nggak geli ya—membayangkan menggendong anak yang ternyata seekor kera? Kalau dalam film-film sih, biasanya langsung kaget—menjerit ketakutan. Melihat kenyataan yang lebih buruk dari angan-angan kan memang menyakitkan. Bisa jadi kalau beneran terjadi, saya ditinggal pergi.
Untung hal-hal menyedihkan di atas hanya imajinasi saya. Meskipun ibu mengejek, toh saya tetap bahagia diajak melihat kera. Saya jadi tahu kalau kera itu banyak macamnya—persis seperti manusia. Ada aja yang mati-matian mempertahankan kedudukan ataupun bucin-bucinan dengan pasangan.
Selain melihat kera, ibu mengajak saya naik unta. Binatang berpunuk dari tanah Arab dan Afrika. Pada waktu itu, unta menjadi binatang tunggangan yang kenamaan. Anak-anak sering antre demi merasakan sensasi digendong binatang.
Dulu saya penasaran, kenapa punggung unta tidak rata seperti binatang lainnya? Untuk apa seekor unta memelihara punuk yang terkadang ada dua? Di kebun binatang ini saya mendapat jawabannya.
Ternyata unta itu hobinya menyimpan cadangan perasaan makanan. Tempatnya, ya, di punuknya itu. Kalau cadangan makanannya habis, bisa kempis nggak ya? Apaan sih? Yang kembang-kempis kan cuma cintamu.
Di samping itu, cara unta bertahan dari lapar, haus, dan panasnya gurun pasir, tidak kalah dengan caramu menutupi rasa sakit dan kemudian menyingkir. Kalian berdua memang sangat mahir. Upss~
Tapi ketika yang lain berfoto ria nunggang unta, saya tidak ikut serta. Ibu bilang, ingatan kita yang akan merekam. Kertas bergambar itu bisa luntur, tapi ingatan akan tetap subur kalau rutin disiram.
Sejak saat itu, saya jadi suka mengunjungi kebun binatang. Biasanya pas lagi sumpek-sumpeknya. Pas malas mikir tugas atau was-was mikir tresno sing ra digagas. Mau cerita ke teman malu, tapi kalau gak cerita jadinya ngelu.
Kemudian, biasanya saya memutuskan untuk naik Trans Jogja keliling kota dan berhenti di Gembira Loka. Mencari saudara tua yang diceritakan ibu dalam dongengan purba—siapa lagi kalau bukan kera.
Saya bercerita padanya panjang lebar. Dia adalah pendengar yang baik. Tidak pernah memotong cerita saya. Tidak juga mengejek kebucinan saya. Tapi, ternyata cerita saya hanya seperti bunga baginya. Tidak berarti apa-apa.
Saya cukup lega. Setidaknya saya sudah mengatakan semuanya. Setelah itu, tugas saya tinggal menunggu dan menerima, kan? Apa pun respon yang diberikan, saya kira, harus diikhlaskan.
Toh tujuan utama saya mengunjungi kebun binatang ini untuk menyiram ingatan tentang ibu. Perempuan yang menanam benih ingatan ini dalam kepalaku. Lebih baik memang saya lanjutkan perjalanan mencari unta dan mengatakan kalau saya rindu padanya.
Bukannya sampai di kandang unta, saya malah tiba di ingatan lain. Di tempat yang sama, tapi waktu yang lain. Saya sekarang berada di Gembira Loka bulan Desember yang gerimis.
Waktu itu hampir magrib dan kebun binatang begitu sepi. Beberapa binatang telah menepi. Saya ditemani perempuan dengan kenangan yang sama: kebun binatang adalah tempat wisata keluarga yang menjanjikan di waktu liburan.
Berbeda dengan ibu, bersamanya saya tidak melihat kera dan naik unta. Mata kami memotret kancil-kancil kecil, gajah-gajah besar, sepasang burung pelikan, dan ikan purba yang menyeramkan.
Kaki kecil kami mencatat jalan yang terburu dan lari yang tergesa. Kami dirundung kecemasan. Takut terkunci di kebun binatang. Saya membayangkan, seandainya benar-benar bermalam di kebun binatang, apa yang akan kami lakukan? Apa akan seperti kisah Night at The Museum?
Sebelum pertanyaan itu terjawab, kami telah sampai di parkiran motor. Seorang tukang parkir gagu sendiri. Ia menunggui motor yang tinggal sebiji. Itulah motor kami.
Setelah kami membayar, ia pergi begitu saja. Tanpa berbicara barang sepatah kata. Lalu seolah tak berdosa, kami tertawa sekenanya. Betapa bodoh dan jahatnya~

Terakhir diperbarui pada 29 Agustus 2021 oleh

Tags: bucinkebun binatangkenanganmasa kecil
Andrian Eksa

Andrian Eksa

Kelahiran Boyolali, 15 Desember. Saat ini sedang bergiat di Dolanan Anak Jogja.

ArtikelTerkait

Suraloka Interactive Zoo, Kebun Binatang Mini di Jogja dengan 3 Kelebihan dan Kekurangan

Suraloka Interactive Zoo, Kebun Binatang Mini di Jogja dengan 3 Kelebihan dan Kekurangan

11 Desember 2024
fangirl

Bucin dan Fangirl: Mirip Tetapi Tak Sama

23 Agustus 2019
5 Film Legendaris yang Mengingatkanmu ke Masa Kecil terminal mojok.co

5 Film Legendaris yang Mengingatkanmu ke Masa Kecil

12 Desember 2021
Chibi Maruko-chan

Gara-gara Chibi Maruko-chan Aku Jadi Pengen Makan Belut

2 September 2019
Daftar Kelakuan Ajaib Orang Bucin. Sungguh Membagongkan terminal mojok.co

Daftar Kelakuan Ajaib Orang Bucin. Sungguh Membagongkan

31 Januari 2021
pencitraan masa kecil

Pencitraan Semasa Kecil

4 Agustus 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025
4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

1 Desember 2025
Ketika Warga Sleman Dihantui Jalan Rusak dan Trotoar Berbahaya (Unsplash)

Boleh Saja Menata Ulang Pedestrian, tapi Pemerintah Sleman Jangan Lupakan Jalan Rusak dan Trotoar Tidak Layak yang Membahayakan Warganya

3 Desember 2025
Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka Mojok.co

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

1 Desember 2025
Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat
  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.