Mourinho amat pantas berbangga membawa Roma ke final. Sebab, ia berhasil membuat manusia kembali merajut mimpi dan mengenal rasa bahagia
Saya yakin kalau fans bola di Indonesia jarang ada yang nonton UEFA Conference League, kecuali orang tersebut mungkin adalah fans dari tim yang berlaga di Conference League atau mungkin juga yang lagi insomnia, gak tahu mau ngapain.
UEFA Conference League adalah turnamen yang masih sangat baru. Kontestannya juga bukan tim-tim elit Eropa seperti yang bisa kita lihat di Liga Champions ataupun yang terdampar di Europa League seperti Barcelona.
Bisa dibilang turnamen ini seperti tempat untuk klub medioker liga top Eropa dan klub-klub dari negara anggota UEFA yang berperingkat rendah bisa merasakan atmosfer turnamen Eropa. Dan tentunya bisa memperluas sorotan publik terhadap tim-tim tersebut.
Namun, anggapan-anggapan sepele mengenai Conference League mungkin tidak akan ada dalam benak seorang Jose Mourinho. Tangisan Mou saat peluit panjang wasit dibunyikan yang mengakhiri partai Roma melawan Leicester tadi malam, menggambarkan betapa berharganya gelar di turnamen ini.
Semalam, Roma berhasil memastikan tempat di final pertama UEFA Conference League dengan mengalahkan utusan Inggris, Leicester City, dengan skor 1-0 dan total agregat 2-1.
Sorotan publik tertuju pada air mata haru pelatih berkebangsaan Portugal ini. Beberapa detik sebelum peluit panjang dibunyikan, Mou sudah mulai terisak-isak sambil terus berteriak memberikan komando dari pinggir lapangan. Tangisan itu akhirnya pecah pada saat wasit asal Serbia, Srdjan Jovanovic, membunyikan peluit panjang tanda pertandingan berakhir.
Jose Mourinho sampai menangis saat mengetahui Roma lolos ke final #UECL 🥲🥲🥲
— Extra Time Indonesia (@idextratime) May 5, 2022
Bagi Mou, lolosnya Roma ke final Conference League mematenkan status Mou sebagai pelatih pertama yang pernah berlaga di partai final di semua kasta kompetisi antarklub Eropa, mulai dari kasta pertama (Liga Champions) sampai kasta ketiga (Conference League).
Prestasi Mou akan lebih membanggakan jikalau nantinya Roma berhasil memenangkan laga final dan membawa pulang trofi kasta ketiga kompetisi antarklub Eropa tersebut. Ini akan menjadikan Mou sebagai pelatih pertama yang pernah menjuarai kompetisi antarklub Eropa di semua kasta. Tidak mengherankan mengapa turnamen ini menjadi begitu berarti untuk Mou.
Kali ini, saya ingin bicara tentang Mourinho dengan tone yang positif. Mourinho adalah seorang petarung. Terlihat dari betapa menggebunya ia di pinggir lapangan. Kontroversi yang ia ciptakan adalah pertanda baginya, tak ada lawan yang tak bisa dikalahkan. Baiklah, itu memang gimmick, tapi, kau tak akan berani menciptakan gimmick sebegitu ngeri jika kau hanyalah seorang pembual.
Kasta turnamen ini memang tak setinggi turnamen lain yang pernah Mourinho ikuti dan menangkan, tapi tak lantas tanpa arti. Bagi Mou, ini adalah caranya menunjukkan kelas sebagai pelatih kawakan. Tim dengan kualitas apa pun, bisa ia bawa ke titik tertinggi yang bisa diraih. Dulu Porto, lalu Chelsea, meraih puncak bersama Inter, bersama Madrid meruntuhkan dominasi Guardiola, membawa United meraih gelar Eropa, lalu kali ini Serigala Ibu Kota dibawa ke final Eropa ketiga kalinya.
Kita tahu, beberapa waktu belakangan, Mourinho seperti tak berdaya. Ia tak bisa bikin sesuatu yang spesial bersama Tottenham, bahkan ia didepak dari Manchester United, tim yang ia bawa juara Eropa. Melatih tim seperti AS Roma, jujur saja, seperti downgrade. Saya tidak sedang meremehkan Roma, tapi inkonsistensi Roma selama beberapa tahun bikin tim tersebut sering kali tak dianggap pesaing juara.
Namun, nyatanya, bersama Mourinho, tim ini melaju ke final Eropa, meski kasta ketiga. Tim yang dilawan pun tak bisa dianggap remeh. Ini menunjukkan bahwa Mourinho pantas bangga membawa Roma ke final. Bagaimana pun, kompetisi ini punya gengsi.
Setidaknya, fans Roma bisa merasakan lagi bagaimana rasanya begitu dekat dengan juara. Hal ini tidaklah sepele. Bagi fans, sebuah klub tak hanya sekadar kumpulan manusia yang dijagokan untuk menjebol gawang lawan, namun nafas, semangat, dan kebanggaan. Membawa sebuah klub ke titik tertinggi, artinya, memberi kebahagiaan bagi banyak manusia yang mencintainya.
Berkaca dari hal tersebut saja, sudah menunjukkan bahwa Mourinho pantas berbangga membawa Roma ke final Conference League. Sebab, ia membuat banyak orang berani kembali merajut mimpi dan mengenalkan arti bahagia.
Penulis: Yeremia Yori Rudito
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Rodrygo, The Starboy