Perkara operator selular, sebagian orang memilih untuk berganti-ganti kartu menyesuaikan kebutuhannya saat itu. Baik untuk mengejar promo paket internet yang lebih murah, mencari sinyal provider yang lebih kuat di daerahnya, berusaha menghilang dari mantan kekasihnya, pun ada yang ingin lenyap biar nggak ditagih utang. Namun, sebagian lainnya memilih bertahan dengan kartu tertentu dalam jangka waktu yang lama. Sementara saya, adalah yang kedua. Saya bertahan dengan kartu selular Indosat sudah lebih dari 17 tahun. Tepatnya, sejak saya duduk di bangku SMP.
Di tahun pertama, Indosat sangat menyenangkan sekali untuk dipakai. Ada berbagai macam paket SMS murah yang saya manfaatkan untuk berbagai keperluan. Saat itu, paket 1.000 SMS ke semua operator bisa saya tebus dengan cukup membayar Rp30 ribu. Ini beda jauh dengan Telkomsel yang saat itu tarif sekali SMSnya sangat mahal, yakni Rp300 ke operator lain dan Rp100 ke sesama Telkomsel. Oleh karena itu, banyak pelajar yang akhirnya beralih ke Indosat untuk keperluan SMS-an sehari-hari.
Permasalahan baru muncul pada 2008, saat Yahoo Messenger lagi booming di kalangan anak muda tanah air. Saat itu, kecepatan internet Indosat banyak dikeluhkan penggunanya. Jangankan kecepatan internet, sekadar SMS-an bisa pending sampai berjam-jam. Namun, saya memutuskan untuk tidak mengganti kartu selular saya sama sekali dan memilih terus bertahan.
Pun, ketika era BlackBerry, Android, Windows Phone, hingga Apple merajai sistem operasi HP. Termasuk ketika banyak pabrikan smartphone menawarkan fitur dual SIM. Saya tetap bertahan dan memutuskan untuk tidak menggunakan fitur dual SIM apalagi sampai mengganti nomor yang saya miliki. Meskipun saat itu, banyak kartu selular yang jauh lebih murah dan jauh lebih kuat sinyalnya. Keputusan saya ini disebabkan beberapa hal. Di antaranya sebagai berikut.
#1 Saya tidak punya budget untuk pakai dual SIM card sekaligus
Biasanya, orang akan memilik untuk menggunakan dua nomor dalam satu ponsel. Satu nomor utama untuk keperluan telepon dan SMS, sementara satunya untuk paket data internet. Namun, ngapain saya harus repot-repot begitu? Saya merasa tidak membutuhkannya. Apalagi, dua kartu selular justru akan meningkatkan budget pengeluaran saya. Tentu saja, ini tidak baik.
#2 Indosat sudah cukup memenuhi kebutuhan saya
Meski sinyalnya tidak sebagus Telkomsel maupun tarifnya tidak semurah provider lainnya, saya masih bisa menggunakan sambungan internet maupun melakukan panggilan telepon dengan lancar. Termasuk ketika saya bekerja di pedalaman Kalimantan beberapa tahun yang lalu. Lantas, ngapain saya harus ribet ganti kartu selular kalau layanannya masih bagus dan sudah cukup memenuhi kebutuhan hidup saya?
#3 Saya tidak punya masalah pribadi
Saya tidak punya masalah pribadi. Pun saya tidak punya banyak utang yang menyebabkan saya untuk ganti nomor supaya tidak kena teror. Lagian, ganti nomor HP itu ribet. Kita harus bikin pengumuman bahwa kita ganti nomor ke semua orang yang kita kenal. Kalau orangnya mau save nomor kita sih mending, ya. Namun, kalau orangnya ternyata malas buat save nomor baru kita gimana? Kan, ribet, yak.
#4 Saya bukan orang penting yang dihubungi orang banyak
Saya bukanlah pejabat pemerintahan, pengusaha, atau selebritis. Jadi ngapain saya harus merepotkan diri dengan mengganti nomor HP? Pakai nomor ini selama lebih dari 15 tahun aja HP saya sepi, apalagi kalau saya harus ganti nomor? Bakal sesepi gimana lagi hidup saya nanti?
Seperti itulah kisah saya yang tetap bertahan dengan Indosat selama lebih dari 17 tahun. Dalam rentang 17 tahun tersebut, HP saya sudah hilang tiga kali dan saya sudah berkali-kali ganti HP. Namun, saya tetap menggunakan nomor lama saya supaya mudah dihubungi oleh orang yang sudah saya kenal dari lama.
Penulis: Raden Muhammad Wisnu
Editor: Audian Laili