All of Us Are Dead adalah serial bertemakan zombi terbaru yang berhasil menempati deretan series Netflix ter-hype di hari kedua sejak penayangannya. Nggak kaget, sih, pasalnya sejauh ini tontonan buatan Korea bergenre wabah misterius memang selalu keren dan nggak pernah mengecewakan. Satu hal yang bikin serial zombi ini menarik dan menantang justru karena tema yang diusung adalah sekolah. Mantengin para siswa SMA yang survive dan lari dari ribuan teman zombinya bikin gregetan.
Selain itu, kesan lain yang saya rasakan ketika menonton serial zombi ini adalah menguras tenaga. Hal ini bukan tanpa alasan lantaran sejak episode pertama sampai terakhir, adegan yang mendominasi adalah adegan kejar-kejaran dan umpet-umpetan antara manusia dan zombi. Dan semuanya tergambar dengan ritme yang sangat cepat, dinamis, dan intens. Sebenarnya hal ini wajar, mengingat para pemainnya adalah para remaja SMA yang lagi energik-energiknya dan terpaksa menghadapi situasi antara hidup dan mati.
Akibat ganas dan gesitnya para zombi, akhirnya banyak manusia yang menjadi korban, tak terkecuali para tokoh yang punya peran penting dalam All of Us Are Dead. Berikut adalah tiga tokoh yang seharusnya tetap hidup sampai akhir.
#1 Lee Byung Chan, si pencipta virus
Pencipta virus zombi dalam All of Us Are Dead adalah guru sains di SMA Hyosan. Blio digambarkan sebagai tokoh tak berdaya yang terdorong untuk menjadi antagonis karena keadaan. Ia gagal mencari keadilan untuk anaknya yang dirundung habis-habisan oleh teman-temannya. Sebaliknya, anaknya pun nggak punya kekuatan untuk melawan. Dendam yang tak mereda akhirnya membuat Pak Lee berpikir keji dengan menciptakan sebuah formula yang bisa bikin anaknya kuat. Namun siapa sangka formula itu malah membuat anaknya jadi zombi. Wabah virus zombi ini pun menyebar secara luas.
Walau keji dan layak dimakan zombi, alangkah baiknya kalau Pak Lee diserang zombi setelah berhasil menemukan obat untuk wabah tersebut. Yah, meskipun mengobati zombi itu mustahil, tapi ada kelegaan tersendiri kalau penawarnya sudah ditemukan. Pun kalau nggak berhasil dibuat, seharusnya Pak Lee menerima hukuman duniawi terlebih dahulu. Rasanya kurang puas saja kalau pelaku dan korban harus mengakhiri hidup sebagai manusia dengan cara yang sama.
#2 Lee Cheong San, teman kecil Nam Onjo
Karakter siswa pemberani yang satu ini patut mendapat apresiasi paling kencang dari penonton. Dihadapkan pada situasi yang sangat berbahaya, Cheong San adalah salah satu siswa yang sering berkorban dan mengambil risiko untuk melindungi temannya. Namun sayang, hidupnya sebagai manusia harus berakhir akibat pengeboman sekolah yang kejadiannya tepat saat ia bertarung dengan Gwi Nam.
Kepergian Cheong San adalah salah satu adegan yang cukup menyentuh sisi emosional penonton. Momen perpisahan antara Cheong San dan Onjo bener-bener bikin nangis. Rasanya nggak tega melihat Onjo harus kehilangan dua sahabatnya akibat serangan zombi. Andai saja Cheong San bertahan sampai akhir, mungkin akan ada kisah manis antara dia dan Onjo yang bisa balikin mood penonton.
#3 Ayah Nam Onjo
Besarnya rasa cinta untuk anak gadis satu-satunya, membuat ayah Onjo melakukan berbagai cara untuk menemui anaknya. Dari mulai menyamar jadi anggota militer hingga tertembak para tentara nampaknya nggak membuat semangat sang ayah meredup untuk mencari keberadaan Onjo. Walau usaha untuk bertemu anaknya berbuah manis, namun lagi-lagi penonton dibuat nyesek karena akhirnya ayah Onjo memilih untuk jadi umpan para zombi demi menyelamatkan Onjo dan teman-temannya.
Kepergian ayah Onjo tersebut bikin saya berpikir bahwa sejak awal si pembuat naskah serial ini memang nggak pernah berpihak ke Onjo. Alasan pertama, cinta Onjo ke Suhyeok sejak awal sudah bertepuk sebelah tangan. Kedua, Onjo harus terpukul karena kehilangan kedua sahabatnya, yaitu Yoon Isak dan Lee Cheong San. Dan yang terakhir adalah kepergian ayahnya. Maka dari itu, seharusnya ayah Onjo tetap bertahan sampai akhir supaya bisa menjadi pelipur lara untuk hati Onjo yang hancur berkeping-keping.
Selain ketiga tokoh di atas, sebetulnya masih banyak tokoh yang saya harapkan bisa bertahan sampai akhir. Terutama pemeran berhati baik dan punya peran penting dalam kehidupan para pemeran utama. Tapi, mau gimana lagi, alur ceritanya memang sudah begitu. Dan mungkin ini juga salah satu tujuan produser untuk memunculkan sisi simpati dan emosional di hati para penonton.
Penulis: Adissa Indriana Putri
Editor: Intan Ekapratiwi