Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Ekonomi

NFT Adalah Konsep yang Nggak Masuk Akal Bagi Kita

Riyanto oleh Riyanto
18 Januari 2022
A A
NFT Adalah Konsep yang Nggak Masuk Akal Bagi Kita terminal mojok.co

NFT Adalah Konsep yang Nggak Masuk Akal Bagi Kita (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

NFT itu konsep yang nggak masuk akal. Kok bisa ada foto selfie dihargai puluhan bahkan ratusan juta rupiah? Tentu saja saya lagi ngomongin Ghozali Everyday. Bohong kalau saya bilang nggak ada aksi goreng menggoreng dari pihak tertentu. Bohong kalau kasus Ghozali itu terjadi dengan alami. Sejauh ini mudeng? Ya, NFT milik Ghozali Everyday itu emang ada yang mainin. Ada pihak yang ingin melambungkan sosok Ghozali.

Nah, setelah mengetahui fakta ini, kalian masih mau berharap menjadi The Next Ghozali Everyday? Kalian masih mau mengunggah foto selfie kalian yang super biasa aja itu? Kalian pengin kaya mengikuti jejak Ghozali? Kalau jawabannya adalah iya, kalian belum tau gimana dunia NFT bekerja.

Kalau kalian berharap pengin jadi The Next Ghozali, nih saya kasih tau kemungkinan yang bakal terjadi.

Kemungkinan pertama, NFT apa pun yang kalian unggah nggak bakal laku. Kenapa? Lah, jawabannya sesimpel buat apa orang mau beli NFT kalian? Terus kalau dibantah dengan pertanyaan apa bedanya dengan ngapain orang beli NFT Ghozali? Maka jawabannya ya kayak yang udah saya bilang di atas, karena ada yang niat bin tekun mau membesarkan Ghozali. Yess, ia hampir mirip dengan komoditas lainnya yang bisa digoreng harganya dan membuat semua orang jadi pengin ikut-ikutan.

Kemungkinan kedua, kalau tetep ngotot bikin pakai foto selfie, foto kalian bakal nyebar di media sosial. Entah ada yang beli atau sebatas nyolong pakai tangkapan layar. Setelah itu apa? Foto kalian bakal jadi meme. Nah, mampus nggak tuh kalau foto sudah nyebar dan jadi meme? Pasti dongkol bin mangkel, kan? Niatnya dapet duit, malah jadi bahan olok-olokan banyak orang.

Emangnya siap lihat muka sendiri jadi lelucon di media sosial? Kayaknya nggak, deh. Yang ada malah depresi, mutung, dan marah ke siapa saja yang bikin meme. Iya kalau hanya berhenti di media sosial aja memenya, lah kalau ada yang iseng jadiin meme itu another NFT? Kan, makin mampus. Meme dengan muka kalian bakal abadi di blockchain dan nggak bisa dihapus.

Lantas kenapa Ghozali tampak baik-baik saja jika fotonya jadi meme? Ada dua alasan. Pertama, ya mana kita tau perasaan Ghozali sebenarnya. Dan alasan kedua, dia memang sudah mengizinkan agar fotonya menjadi meme. Ya, mengizinkan. Artinya doi sudah siap dengan konsekuensi atas jualan NFT foto selfienya.

Hal yang paling nggak masuk akal dari gelombang tren ini, ternyata ada orang yang menjadikan foto KTP mereka sebagai NFT. Sik, maksudnya apa coba? Berharap data pribadinya dimiliki orang lain, gitu? Wong mengunggah foto KTP ke media sosial aja berbahaya. Lah, ini malah dijadikan NFT yang bakal abadi di blockchain. Begitu datanya dimanfaatkan buat macem-macem baru deh menyalahkan diri sendiri dan berpikir dunia sungguh tak adil.

Baca Juga:

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

5 SMK Unggulan di Klaten yang Menawarkan Jurusan dengan Prospek Karier Cerah

Oke, oke, barangkali saya berlebihan mengungkap betapa berbahaya membuat “karya” di sini. Tetapi percayalah, misal melupakan bahaya-bahaya yang mungkin kalian anggap nggak seberapa itu, konsep ini tetep nggak bisa dibilang masuk akal.

Saya pernah bahas di artikel ini, kalau suatu karya bisa dijadikan NFT berulang kali sehingga sia-sia saja sertifikat keaslian itu jika barangnya ada banyak. Terlebih, jika kita beli NFT, toh nggak bisa dijual lintas marketplace yang beda system blockhainnya, kan? Bukankah itu artinya ia hanya pembodohan publik?

Terus, misal memang ada seniman yang hanya membuat satu saja NFT dari karyanya, ya buat apa kita beli? Nggak ada faedahnya beli mahal-mahal. Juga, ngapain beli kalau nyari bajakannya di Google aja bisa? Bener, kan?

Konsep NFT itu nggak penting ada. Ngapain beli yang asli kalau ada yang palsu? Toh, bentuknya sama-sama gambar gitu. Ya sama lah kayak ngapain kita langganan Netflix kalau banyak konten mereka yang bisa ditonton gratis lewat Telegram atau situs-situs bajakan.

Lihat? Konsep keaslian itu emang nggak masuk akal, nggak hanya dalam urusan NFT, tetapi juga dalam banyak hal lain. Nah, dengan segala ke-berbahaya-an NFT dan ke-enggakmasukakal-an konsep originalitas suatu NFT, berarti kita nggak butuh ada NFT-NFT-an, dong?

Ya, benar. Kita emang nggak butuh NFT. Nggak penting buat keberlangsungan hidup. Stop bikin “karya” ini dari foto selfie, KTP, atau mbuh apa pun itu. Dah, cukup sampai di sini aja bacanya. Kenapa gitu? Soalnya bagian berikutnya dari tulisan ini bakal lebih nggak masuk akal buat kalian. Tetapi kalau kalian masih mencoba mencari di mana sisi masuk akal dari NFT, ya ayo bahas.

Saat ini, entah di Indonesia maupun di seluruh dunia, seorang artis NFT sangat bergantung dengan komunitas di masing-masing daerah.

Komunitas tersebut yang membangun value dari sebuah seni sekaligus sang artis. Seperti kita tahu bahwa sebuah karya seni bisa menjadi mahal karena memiliki value, bisa berasal dari siapa senimannya, atau cerita di balik pembuatan karya seni tersebut.

Seorang seniman tentunya nggak tiba-tiba menghasilkan karya seni yang harganya mahal, dong? Perlu ada lingkungan yang membantu mengurasi sehingga publik percaya bahwa karya seni itu memiliki nilai lebih.

Kita tentu tahu bahwa lukisan karya Salvador Dali memiliki value besar entah dari sejarah maupun murni dari karyanya. Mengetahui itu, kita bisa memaklumi bahwa lukisan Salvador Dali bisa sangat mahal. Tetapi jika ternyata Salvador Dali adalah teman SD kalian, dan ketika dia punya ide bikin lukisan macan terbang yang dicaplok ikan, gajah berkaki panjang kering mirip ranting pohon, dan di sampingnya ada perempuan telanjang, pasti kalian mikir dia sinting dan nggak bakal ada yang kagum atau bahkan mau beli mahal lukisan itu, kan?

Begitu juga yang terjadi dengan NFT saat ini. Kita merasa semua itu nggak masuk akal karena belum ada value dari setiap karya yang ada. Temen SD kita yang saat ini ngelukis dan pengin jadi seniman NFT pasti kita sepelekan dan karyanya kita anggap jelek, semata-mata karena dia belum berhasil membranding dirinya. Di sanalah fungsi komunitas bekerja.

Komunitas akan membantu seorang seniman membranding diri agar karyanya memiliki story di masa depan, agar bertransformasi menjadi value. Value tersebut, yang sekarang belum menjadi apa-apa saat ini, tersimpan di blockchain yang nggak bakal bisa dihapus, ditambah keasliannya yang terjaga.

Itulah kenapa aksi ikut-ikutan jualan NFT ngaco susah berhasil. Lantaran, tidak ada komunitas yang mau membranding aksi tersebut. Mari ambil contoh Ghozali Everyday. Saya percaya komunitas NFT Indonesia turut membantu kesuksesannya. Komunitas ingin ada figur NFT Indonesia, dan Ghozali adalah orang yang barangkali mereka pilih.

Kenapa begitu? Karena di antara banyaknya NFT yang ada di Indonesia atau bahkan dunia, rasanya baru Ghozali yang dengan ujug-ujug posting serangkaian foto selfie-nya. Saat kebanyakan karya di sini adalah gambar monyet dan sebagainya, Ghozali datang dengan PeDe jualan foto selfie. Keunikan itu yang lantas diangkat.

Ada salah satu orang dari komunitas NFT beli, kemudian ngajak temen-temennya beli. Ditambah Arnold Poernomo sang Chef terkemuka juga beli, maka meledaklah sosok Ghozali. Lantas, apa keuntungan komunitas NFT dengan meledaknya sosok Ghozali? Toh, mereka rasanya ya nggak mungkin berharap banyak dengan harga jual kembali NFT karya Ghozali tersebut?

Jawabannya bisa beragam. Ghozali kini menjadi figur NFT Indonesia, dan ia dikenal hampir siapa saja. Artinya, semakin banyak lagi orang yang tau NFT itu apa. Dengan semakin aware-nya orang-orang tentang hal ini, maka ada kemungkinan bahwa komunitas penggiatnya semakin besar, sehingga proses perjalanan menciptakan value sebuah NFT itu juga makin cepat.

Memang, banyak yang lantas ikut-ikutan dan asal-asalan bikin NFT. Namun, orang-orang model begitu bakal lenyap seiring waktu dan menyisakan mereka yang memang niat menggeluti dunia tersebut. Mereka yang pernah pengin bikin NFT secara serius tetapi masih ragu, lantas menjadi PD dan kembali bersemangat untuk menciptakan karya.

Lantas apa yang akan terjadi di kemudian hari? Saya masih mencoba percaya, atau seenggaknya berharap. Bahwa semakin banyak yang serius bikin karya berbentuk NFT dengan berbagai cerita yang mereka bawa, lantas komunitas yang sudah lebih massif dari sekarang akan membranding para seniman, sehingga karya mereka bisa terjual karena value yang diciptakan, dan mereka bisa hidup dari karya mereka. Tentunya jika hal itu kelak akan terjadi, konsep jaringan blockchain harusnya sudah lebih canggih sehingga memungkinkan karya NFT bisa diakses lintas marketplace.

Saya yakin sebagian dari kalian tetap menganggap konsep NFT itu nggak masuk akal. Nggak masalah, bahkan saya juga gitu. Setelah riset sana sini, mencoba terjun ke dunia NFT, dan menulis artikel panjang ini, saya juga tetep mikir bahwa NFT adalah konsep yang nggak masuk akal. Tapi, emangnya sejak kapan karya seni itu masuk akal?

Penulis: Riyanto
Editor: Audian Laili

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 25 Januari 2022 oleh

Tags: Ghozali Everydaykarya seniNFTpilihan redaksi
Riyanto

Riyanto

Juru ketik di beberapa media. Orang yang susah tidur.

ArtikelTerkait

Bukan Jelek, tapi 5 Film Indonesia Ini Emang Layak Dicaci terminal mojok.co

Bukan Jelek, tapi 5 Film Indonesia Ini Emang Layak Dicaci

13 Oktober 2021
POCO M5, Si Penerus Seri POCO M yang Maksimal Performanya dan Paling Recommended Terminal Mojok.co (Dok. POCO)

POCO M5, Si Penerus Seri POCO M yang Maksimal Performanya dan Paling Recommended

8 November 2022
SCBD Bandung, Kawasan Baru yang Macetnya Nggak Manusiawi

SCBD Bandung, Kawasan Baru yang Macetnya Nggak Manusiawi

12 Februari 2024
Sisi Mobil Hyundai yang Jarang Diketahui: Berteknologi Tinggi, Inovatif, Ramah Keluarga mojok.co

Sisi Mobil Hyundai yang Jarang Diketahui: Berteknologi Tinggi, Inovatif, Ramah Keluarga

27 Oktober 2021
3 Mainan Anak yang Tak Pernah Awet Seperti Hubunganmu terminal mojok

3 Mainan Anak yang Tak Pernah Awet seperti Hubunganmu

23 November 2021
Bagi Saya, Budaya Yok-Ayok di Madura Saat Melayat Orang Meninggal Sangat Meresahkan, Mending Dihilangkan karena Sudah Kebablasan

Bagi Saya, Budaya “Yok-Ayok” di Madura Saat Melayat Orang Meninggal Sangat Meresahkan. Mending Dihilangkan karena Sudah Kebablasan

11 Juli 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Angka Pengangguran di Karawang Tinggi dan Menjadi ironi Industri (Unsplash) Malang

Ketika Malang Sudah Menghadirkan TransJatim, Karawang Masih Santai-santai Saja, padahal Transum Adalah Hak Warga!

29 November 2025
Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang (Unsplash)

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

4 Desember 2025
4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Tetap Menyenangkan Mojok.co

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Liburan Tetap Menyenangkan

30 November 2025
4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang Mojok.co

4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang

29 November 2025
Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

30 November 2025
Madiun, Kota Kecil yang Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya Mojok.co

Madiun, Kota Kecil yang Sudah Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana
  • Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih
  • Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.