Bagi saya, menikmati pertandingan sepak bola yang paling menyenangkan hanya dengan satu cara: datang langsung ke stadion. Menonton sepak bola lewat layar TV, streaming via smartphone, ataupun live score dari Google itu berbeda. Pasalnya, atmosfer yang dihasilkan dengan datang langsung ke stadion tentu nggak akan sampai secara utuh jika kita menontonnya hanya dari layar kaca.
Stadion pertama yang saya datangi untuk menonton pertandingan secara langsung yakni Stadion Sultan Agung, Bantul. Saya hafal betul dengan setiap sudut, lekuk, dan segala perintilan dari dalam stadion ini. Pasalnya, saya melihat langsung bagaimana proses pembangunan stadion ini dari masih berupa kebun tebu hingga berdiri megah seperti sekarang.
Walau semua tampak indah, tentu tidak semua sudut di Stadion Sultan Agung ini baik-baik saja. Ada beberapa sudut yang justru bikin panas dan kurang nyaman. Berikut kasta tempat duduk di stadion Sultan Agung, Bantul dari yang paling terasa nyaman.
#1 Tribun timur
Di awal pembangunannya, tribun ini merupakan tribun pertama yang diselesaikan. Ia dibangun lengkap dengan beton khas stadion di Indonesia. Uniknya, di tribun ini dulu terdapat atap yang lebih mirip tenda nikahan, bukan layaknya atap stadion. Namun, karena strukturnya yang ringkih, akhirnya bikin atap ini terbang terkena angin. Hingga sekarang, tribun timur itu pun tetap dibiarkan terbuka.
Dari dulu, tribun timur merupakan tempat paling nyaman di Stadion Sultan Agung. Pemandangan yang bisa dilihat dari tribun ini lebih luas. Pasalnya, penonton bisa melihat dari kedua sisi lapangan. Vibes yang dihasilkan dari tribun ini juga terasa lebih “stadion banget”. Ini karena tribun timur merupakan tempat Paserbumi—suporter Persiba Bantul—berkumpul. Apalagi tiket masuk dari sisi tribun ini pun terbilang terjangkau.
Satu-satunya hal nggak nggak nyaman dari tribun ini hanya panas jika pertandingan dimainkan di sore hari. Selebihnya, tribun ini merupakan tempat terbaik untuk menonton pertandingan di Stadion Sultan Agung.
#2 Tribun pojokan
Tribun pojokan versi saya merupakan tribun yang tepat di bendera corner. Bagi saya, menonton dari tribun ini nggak kalah jauh jika dibandingkan tribun timur. Penonton tetap akan dapat melihat semuanya walaupun dengan harga tiket yang jauh lebih murah. View yang dihasilkan maupun vibes yang dirasakan nggak begitu jauh jika dibandingkan tribun timur. Sebab, sisi ini letaknya nggak terlalu jauh dari rombongan suporter yang bernyanyi.
Pandangan ke lapangan pun masih enak ditonton. Lantaran sebagian besar sisi lapangan masih terlihat jelas walaupun dari sudut yang agak menyamping. Tapi selebihnya, tribun ini sangat layak untuk ditempatkan pada posisi kedua.
#3 Tribun barat VIP
Di tribun ini, penonton nggak akan merasa kepanasan. Pun kalau hujan, mereka nggak akan kehujanan seperti di tribun lain. Sebab, ia adalah satu-satunya tribun yang memiliki atap. Selain itu, tribun ini juga lebih tinggi sehingga view yang dihasilkan lebih luas. Apalagi, di tribun barat VIP ini penonton akan merasa lebih dekat dengan pemain dan official pertandingan.
Hal yang kurang enak dari tribun ini hanyalah harga tiketnya. Terlebih bagi masyarakat dengan gaji UMR Jogja. Sungguh, harga tiketnya sangat tidak bersahabat. Selain itu, vibes nonton bola di stadionnya terasa kurang. Sebab, kebanyakan mereka yang berada di sini hanya “menonton”, bukan seperti suporter di tribun lain yang memilih menyanyi dan berjoget dengan sangat serunya.
#4 Tribun belakang gawang
Di posisi terakhir, mari bersepakat bahwa tribun belakang gawang merupakan tempat paling nggak nyaman untuk nonton pertandingan sepak bola. View yang dihasilkan hanya lurus. Ini menjadikan tempat duduk di sini sangat kurang nyaman untuk menonton pertandingan. Namun, kalau ternyata uangmu pas-pasan, nggak ada salahnya untuk beli tiket di tribun bagian sini.
Itulah 4 kasta tempat duduk di Stadion Sultan Agung, Bantul. Memang benar, mau duduk di mana saja tetap nggak akan sepenuhnya nyaman. Namun, vibes menonton langsung di stadion tetap nggak akan pernah tergantikan dibandingkan dengan nonton dari layar kaca. Percayalah, Anda harus mencobanya, setidaknya sekali seumur hidup.
Penulis: Muhammad Arif N Hafidz
Editor: Audian Laili