Tiga tahun sudah saya berstatus sebagai mahasiswa UNY. Sudah banyak suka dan duka yang saya alami di sini. Walaupun selama kuliah saya terlihat seperti mahasiswa nolep yang suka bobok cantik di MASMUJA (Masjid Al Mujahidin UNY), tapi saya berhasil menemukan hal-hal plot twist selama kuliah di sini.
Awal masuk UNY saya membayangkan kuliah di sini bakal mempertemukan saya dengan teman yang fafifu wasweswos. Terlebih saya masuk jurusan Sastra Inggris yang biasa dicap keminggris dan Jaksel abiezt. Namun, ternyata saya salah. Jebul UNY di mata saya bagai sarang mahasiswa nolep dan wibu yang berkumpul menjadi satu. Walau begitu, mereka tetap mahasiwa yang saya cintai dan saya banggakan.
Berbicara tentang kuliah, bagi saya jelas lebih banyak nggak enaknya. Nggak tahu kalau yang ditanya Jerome Polin sama Maudy Ayunda. Tapi, sayangnya mereka berdua nggak kuliah di UNY. Jadi nggak tahu gimana nggak enaknya jadi mahasiswa UNY. Walaupun nggak enaknya kuliah di UNY ini ada banyak, tapi kali ini saya hanya akan menyebutkan empat. Silakan dinikmati.
#1 Sering ketuker sama UMY karena orang-orang tahunya cuma IKIP!
Ha mbok tenan. Sudah nggak terhitung berapa kali orang salah sangka UNY dengan UMY. Saking gemesnya saya kala mereka bilang, “Oh, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta?” Saya jadi kebiasaan menjawab, “Bukan. Yang N! NU!”
Belum lagi saat Lebaran tiba. Kala menyebutkan saya berkuliah di UNY, bude-bude dan simbah-simbah saya banyak yang nggak tahu apa itu UNY. Jika sudah seperti itu saya bakal mengeluarkan jurus, “IKIP, Mbah. IKIP.” Dengan begitu tak perlu waktu lama bagi mereka untuk paham universitas mana yang saya maksud.
#2 Dianggap mahasiswa buangan UGM
Statemen ini sungguh melukai hati saya lantaran memang benar adanya. Ya gimana, ya. Kalau saja dulu saya keterima di UGM, saya juga bakal pilih di sana, sih. Namun meski begitu, saya sangat bersyukur dapat berkuliah di UNY. Lha gimana? Jebul di UNY banyak juga teman seperjuangan yang masuk UNY gara-gara nggak keterima di UGM. Sad~
Tak hanya karena tak lolos di UGM, banyak juga yang masuk UNY lantaran nggak betah di UGM. Ealah, ealah. Dunia memang sangat lucu. Tapi, tepat juga sih pindah ke UNY. Sebab dengan begitu, mereka nggak perlu repot-repot cari kos lagi lantaran jarak antara UGM dan UNY hanya sepelemparan batu saja.
#3 Lulusannya diyakini pasti mau jadi guru
Anggapan ini menyebalkan sekali. Apalagi bagi mahasiswa seperti saya yang nggak mengambil jurusan pendidikan. Kami harus berkali-kali menegaskan bahwa jurusan kami ini murni. Iya, murni. Ya bukan berarti jurusan yang lain jadi oplosan, sih.
Pun, saya yakin yang mengalami ini tak hanya mahasiswa UNY. Mahasiswa UNS, UNNES, dll yang dulunya IKIP pasti bakal relate. Tapi, masih mending sih kalau lulus dari UNY dikira mau jadi guru. Lha, daripada ditanya, “Lulus nanti mau jadi apa?” Ntar malah saya jawab, “Prok Prok Prok” lagi.
#4 Lokasi yang dekat dengan Pertigaan Colombo
Memiliki kampus yang dekat dengan Pertigaan Colombo adalah privilese tersendiri bagi saya. Terlebih pada saat Aksi Gejayan Memanggil yang berlokasi di sana. Saya tinggal bolos kuliah dan jalan kaki sedikit untuk sampai ke Pertigaan Colombo. Saya juga nggak perlu mengkhawatirkan motor karena sudah saya titipkan di parkiran kampus. Enak, bukan?
Namun selain privilese tersebut, memiliki kampus yang dekat dengan Pertigaan Colombo juga ada nggak enaknya. Apalagi kalau bukan keberadaan polisi di Pertigaan Colombo yang jelinya seperti memiliki mata elang. Saya dan teman-teman saya langganan kena tilang di situ. Bersyukurnya, kuliah yang diganti dengan tatap maya ini membuat kami hemat pengeluaran bagian tilang. All hail, Polisi Colombo.
Sumber Gambar: Akun Instagram UNY Yogyakarta