Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Sampai Kapan Kita Rela Dikangkangi Influencer seperti Rachel Vennya?

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
16 Oktober 2021
A A
rachel vennya kabur dari karantinaa

rachel vennya kabur dari karantinaa

Share on FacebookShare on Twitter

Saya harap ini akan jadi tulisan terakhir saya yang bernada marah pada influencer. Tapi, sepertinya sulit. Belum selesai polemik yang muncul akibat kegoblokan Baim Wong dan Nikita Mirzani. Dan sekarang kita dihadapkan dengan kegoblokan baru yang disajikan oleh seorang Rachel Vennya.

Intinya, Rachel Vennya kabur dari karantina dengan pertolongan “oknum” TNI. Dah itu saja, tidak kurang dan tidak lebih.

Tidak ada pesan moral yang tersirat. Tidak ada nilai yang bisa diambil. Dan tidak ada motivasi yang bisa diperoleh. Apa yang dilakukan Rachel Vennya tidak lebih dari sekadar pelanggaran hukum yang dilakukan seseorang dengan privilese tertentu. Sangat lugas, tanpa narasi indah, dan memuakkan.

Tapi, entah dari mana idenya, suara dukungan kepada Rachel Vennya santer terdengar. Dengan jargon “Buna berhak bahagia”, narasi yang mendukung perilaku bangsat Rachel Vennya ini menguasai trending media sosial. Saya hanya berdecak kagum. Bisa-bisanya perilaku bangsat ini menimbulkan polemik di masyarakat?

Saya pikir, cukup sudah untuk bermain sopan pada para influencer. Sebab, Rachel Vennya tidak sendiri. Perilaku influencer hari ini sudah melampaui batas, dan masyarakat masih saja menempatkan mereka sebagai puncak rantai makanan. Apa masyarakat memang segoblok itu, atau memang influencer kini berhak bahkan diizinkan untuk mengendalikan opini seenak jidat?

Banyak yang memandang influencer ini lahir dari ide Primus Inter Pares. Ide di mana ada manusia dipandang lebih unggul dan menjadi panutan sekelompok manusia lain. Padahal ide ini sudah dipatahkan oleh para filsuf, tapi tetap saja masyarakat masih terjebak di dalamnya.

Mari kita lupakan ide lama itu, dan berfokus pada influencer hari ini. Rachel Vennya hanyalah contoh terbaru dari perilaku ndlogok para influencer. Dan perilaku ini masih saja diterima oleh masyarakat sebagai sesuatu yang pantas dilakukan oleh kelompok publik figur. Termasuk ulah Rachel Vennya kabur dari karantina dipandang pantas karena dia adalah seorang influencer yang layak dipuja dan bahagia. Layak bahagia dhengkulmu mlocot!

Sudah saatnya kita sadar bersama. Realitasnya adalah para influencer bebas mengangkangi masyarakat karena mereka dipandang istimewa. Dan karena perilaku ini, mereka pantas diberangus. Dan saya coba merangkum poin dimana influencer pantas diberangus dari kehidupan kita.

Baca Juga:

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

5 SMK Unggulan di Klaten yang Menawarkan Jurusan dengan Prospek Karier Cerah

Pertama, mereka merasa pantas mengatur opini kita. Namanya saja influencer, artinya mereka memberi influence atau pengaruh. Sayang sekali, ide ini menjadi pembenaran para influencer untuk mengatur opini masyarakat. Terbukti setiap yang mereka sajikan dalam konten dipaksakan untuk disetujui masyarakat. Kita diminta berhenti beropini dan berpikir, serta memasrahkan akal sehat kita pada para influencer ini.

Kedua, mereka merasa berhak mengeksploitasi kita. Baim Wong adalah contoh terbaru dari poin ini. Meskipun sejak lama para influencer mengeksploitasi akal sehat kita. Mereka menjadikan masyarakat sebagai sapi perah yang konsumtif. Apa yang mereka tawarkan harus kita beli hanya karena “dipakai influencer”. Ketika masyarakat menjadi objek konten mereka seperti Kakek Suhud, kita diminta menerima saja. Kenapa? Ya karena mereka influencer!

Ketiga, mereka menciptakan standar yang tidak logis. Kehidupan influencer kini menjadi standar hidup masyarakat. Ke mana mereka pergi, para follower ikut ke sana. Apa yang mereka makan, para pemuja ikut makan. Padahal, mereka bisa bebas bepergian dan mengonsumsi apa pun karena endorsement. Mereka mengambil untung dari rakusnya follower terhadap apa yang mereka pamerkan.

Keempat, mereka menciptakan kelas sosial yang tidak masuk akal. Para influencer ini melahirkan kasta baru dalam masyarakat. Kasta yang lahir bukan dari kemampuan dan potensi mereka. Semata-mata lahir dari masyarakat yang memandang para influencer ini istimewa! Bahkan mereka dipandang pantas melanggar hukum dan tatanan karena mereka influencer. Aparat yang seharusnya menegakkan hukum dengan adil, kini menjadi ajudan para influencer yang melindungi mereka dari hukum.

Empat poin di atas sulit untuk dimungkiri. Tapi, memang itulah yang influencer lakukan. Mereka menjadi alat pemodal agar kita konsumtif. Mereka menjadi alat otoritas untuk memanipulasi opini masyarakat. Dan mereka menikmati itu semua selama masyarakat mengizinkan akal pikirannya diperkosa oleh para influencer ini.

Lalu, setelah ini apa? Apakah kita akan membiarkan para influencer terus memaksakan opini bagi kita? Apakah kita akan masuk dalam fase Influencerokrasi, di mana kekuasaan tertinggi sebuah negara ada dalam tangan influencer?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 16 Oktober 2021 oleh

Tags: influencerkarantinaopinipilihan redaksiRachel Vennya
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Penulis kelahiran Yogyakarta. Bekerja sebagai manajer marketing. Founder Academy of BUG. Co-Founder Kelas Menulis Bahagia. Fans PSIM dan West Ham United!

ArtikelTerkait

Lupakan Pajero, Mobil Terbaik untuk Yang-yangan Adalah Pick Up Mitsubishi L300

Lupakan Pajero, Mobil Terbaik untuk Yang-yangan Adalah Pick Up Mitsubishi L300

21 Juli 2023
Beasiswa Kuliah Influencer, Orang Eksis Lebih Punya Kesempatan ketimbang Orang Pintar Mojok.co

Beasiswa Kuliah Influencer, Orang Eksis Lebih Punya Kesempatan ketimbang Orang Pintar

21 Mei 2024
10 Ciri Kucing Pembawa Rezeki

10 Ciri Kucing Pembawa Rezeki

21 Februari 2023
Awas, Social Commerce Siap Gulung UMKM Indonesia!

Awas, Social Commerce Siap Gulung UMKM Indonesia!

18 Juli 2023
Pos Ketan Legenda, Kuliner Legendaris yang Biasa Saja dari Kota Batu terminal mojok.co

Pos Ketan Legenda, Kuliner Legendaris yang Biasa Saja dari Kota Batu

13 Januari 2022

15 Rekomendasi Film Horor Indonesia: Buktikan Menariknya Mitologi Hantu-hantuan di Indonesia

10 September 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

8 Aturan Tak Tertulis Tinggal Surabaya (Unsplash)

8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

1 Desember 2025
Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

29 November 2025
5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain Mojok.co

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain

1 Desember 2025
Logika Aneh di Balik Es Teh Solo yang Bikin Kaget (Unsplash)

Logika Ekonomi yang Aneh di Balik Es Teh Solo, Membuat Pendatang dari Klaten Heran Sekaligus Bahagia

30 November 2025
4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop Mojok.co

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

4 Desember 2025
Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.