Saya masih nggak habis pikir dengan dunia pemasaran sekarang ini. Waktu kuliah pemasaran dulu, saya hanya diajari beberapa hal umum di mata kuliah manajemen pemasaran seperti definisi, fungsi, tujuan, tugas, juga konsep dari pemasaran. Setelah didalami lebih lanjut, ternyata ada hal yang sama sekali baru dan juga agak gila bagi saya. Apalagi kalau bicara metode pemasaran kiwari. Sebelumnya, ada dua metode pemasaran yang sudah ditulis: scarcity dan decoy effect. Keduanya, ternyata masih belum se-menyebalkan metode yang kali ini bakal dituliskan, yakni Fenomena Baader-Meinhof.
Secara istilah Baader-Meinhof ini mengacu pada Fraksi Tentara Merah yang beroperasi di Jerman dari tahun 1970-1998 dan mengusung ideologi anti-fasisme, anti-imperialisme, dan beberapa ideologi “melawan” lainnya. Salah satu program kerjanya, yakni meneror Jerman yang bertanggung jawab atas banyak industrialis, jaksa, bahkan sopir dan pengawal pribadi. Tentang cerita lebih lengkapnya, silakan baca sendiri.
Dari fenomena ini, ada seorang profesor linguistik dari Stanford dan Universitas Negeri Ohio yang menelitinya. Pada fenomena tersebut, dikatakan bahwa setelah memperhatikan sesuatu untuk pertama kalinya, ada kecenderungan untuk memperhatikannya lebih sering, dan membuat seseorang percaya bahwa itu memiliki frekuensi tinggi.
Ternyata, fenomena ini tak luput dari sasaran para tenaga ahli pemasaran yang puinter. Mereka menggunakannya untuk menawarkan produk lebih sering dari biasanya.
Kalian pernah kan, sesaat liatin barang-barang tertentu di marketplace yang kalian install, folder di gawai, galeri, tempat memutar musik, website yang dikunjungi, bakal langsung menampilkan link dan tampilan yang berisi barang-barang yang sebelumnya kalian cari. Misalkan, kalian lagi iseng-iseng cari laptop, setelahnya, di beberapa folder pada gawai kalian, ada aja kotak iklan yang ditampilkan. Dan isinya, ya, tak lain dan tak bukan penawaran tentang laptop yang dicari dan dari marketplace yang digunakan.
Beranjak sedikit dari folder satu dan pindah ke folder lainnya. Kotak iklan itu muncul lagi dan menawarkan barang-barang sejenis. Mengunduh game dari playstore, tanpa beli fitur premium, pasti yang muncul saat iklan adalah iklan dari marketplace yang sama dan menawarkan produk yang sebelumnya dicari. Nah, fenomena ini, dalam pemasaran disebut dengan fenomena Baader-Meinhof.
Kalau nggak salah, fenomena ini memanfaatkan data yang sebelumnya kalian masukkan ke dalam suatu marketplace ataupun website tertentu. Misal deh, di marketplace oren ataupun ijo, di situ kan ada form yang harus dilengkapi untuk bisa melakukan transaksi jual-beli, setelah dimasukkan, ia akan menjadi data yang digunakan untuk melacak entah itu alamat IP, alamat sebenarnya, dan tak lupa, pihak marketplace telah mendapatkan nomor telepon pribadi.
Dari data yang didapatkan, dengan kecanggihan algoritma suatu marketplace dan dukungan teknologi yang nggak tahu gimana dan saya yakin canggih banget lalu terhubung dengan program yang ada dalam gawai, pihak marketplace tersebut bakal “masuk” ke dalamnya, dalam rangka memasarkan produknya.
Tujuannya? Ya untuk “meneror” pelanggan sekalian. Teror yang digunakan bukan dengan mengancam seperti kasus pinjaman online yang belakangan sangat meresahkan itu. Terornya dengan terus saja menawarkan produk sejenis dan serupa agar kalian tetap ingat dan mau nggak mau nantinya merasa, “Oh iya, sekarang waktunya saya beli barang ini”. Dan, ya, mereka berhasil buat dapat untung dari njenengan sekalian.
Misalnya lagi deh. Paling gampang itu di Instagram. Algoritmanya agak mudah kebaca. Ketika ada satu pengguna Instagram ads yang produk jualannya muncul di feed lalu kalian nge-klik iklan tersebut, algoritma pada Instagram njengenan sekalian akan langsung berubah pada sesuatu yang nggak jauh-jauh dari produk yang iklannya tadi di klik. Beranda kalian, nantinya akan penuh oleh penawaran dari beragam kompetitor dari suatu produk. Dan itulah, yang meneror kalian setiap harinya.
Metode Baader-Meinhof ini bagi saya amat bikin ngeri. Tiap hari disodorin sesuatu yang bahkan jarang disadari. Beragam metode jualan agar lebih laris, makin lama makin baru. Orang-orang diarahkan untuk jadi semakin konsumtif. Kita diarahkan menuju keputusan untuk membeli barang-barang yang terkadang amat sangat tidak dibutuhkan. Tapi mau begimana lagi, itulah realitas yang terhampar abad ini~
BACA JUGA Memahami Strategi Decoy Effect agar Nggak ‘Tertipu’ untuk Beli Produk dengan Harga Paling Mahal dan tulisan Firdaus Al Faqi lainnya.