Tahun kemarin, saya pernah menulis artikel tentang Haikyuu. Di artikel ini saya menjelaskan betapa anime Haikyuu! sering kali memantik saya untuk jadi atlet kembali setelah lama berhenti karena diganggu perkuliahan. Saat itu, saya kebetulan lebih mengikuti Haikyuu! versi animenya dibanding manganya, meski rentan terkena spoiler. Tentu saja karena, menurut saya, versi anime lebih greget dan lebih terasa feel-nya.
Namun, ada satu hal yang luput dari kegemaran saya itu; saya lupa kalau seri manga akan selalu meninggalkan jauh seri animenya. Dalam kasus artikel saya saat itu, saya baru sampai menonton Haikyuu! saat Hinata cs masih melawan Shiratorizawa (di season 3). Singkat cerita, saya bikin story tentang artikel saya saat itu di Instagram. Kemudian, salah satu kawan saya, sebut saja namanya Daniel, me-reply story saya dengan sangat parlentenya; āMenyebalkan karena pemain pendek pun (Hinata) bisa masuk timnas voli nya š ā
Sejak saat itu, yang ada dalam pikiran saya adalah sumpah serapah seperti apa, ya, yang cocok untuk digunjingkan ke manusia semacam ini? Andai nanti ketemu sama blio, batu sebesar apa, ya, yang cocok untuk dilemparkan ke tempurung otaknya, haha? Nggak, deng, canda. Maksudnya, pikiran-pikiran saya pada blio ini mewakili perasaan saya yang kena spoiler karena secara sengaja dikasih tahu hal-hal yang seharusnya saya belum saatnya tahu.
Tak berhenti sampai di situ, di bulan ketika Attack on Titan selalu jadi trending di mana-mana, saya tetap menjadi korban. Sebagai kaum anime only, saya selalu berusaha menghindari percakapan-percakapan berpotensi spoiler tentang manga garapan Hajime Isayama ini. Saya selalu berusaha untuk tetap istiqomah menunggu animenya yang tamat. Hingga pada suatu malam yang gelap gulita, teman saya, sebut saja namanya Ananda, yang mengetahui kalo saya adalah kaum AoT anime only ini mengirimkan pesan nuklir ke WhatsApp saya berisi potongan gambar ketika Mbak Mikasa mencium Mas Eren.
Sampai sekarang pun, kalau dipikir-pikir, saya sangat menyesal telah membuka pesan blio. Keistiqomahan yang saya bangun perlahan runtuh seketika. Padahal, saya selalu menutup mata di Twitter ketika ada akun yang membahas secara struktural spoiler manga Attack on Titan. Hal ini sudah berbulan-berbulan saya lakukan dengan penuh ketabahan dan akhirnya itu hancur karena polah teman saya ini. Anda bisa bayangkan betapa merananya saya.
Serius. Ini memang terkesan lebay, tapi menonton sesuatu yang udah ketebak alur ceritanya itu jadinya kurang asik, lah. Greget dan feel yang biasanya saya rasakan karena banyaknya kejutan-kejutan akan lenyap seketika karena ulah-ulah manusia macam ini. Ini mirip kayak hidup kita. Coba, deh, bayangin kalo hidup kita udah ditentukan akan mati di umur sekian, punya kanker di umur sekian, akan menikah dengan si anu, dan akan berakhir di neraka. Kan, nggak seru dan kayak kurang hidup aja gitu. Kalo semuanya sama manusia udah ketebak, hal-hal yang membikin hidup indah kayak kaget, sedih, senang, dan bahagia jelas menjadi tak berguna, dong.
Sesungguhnya, anime itu dapat merangsek masuk ke dalam jiwa karena kejutan-kejutan yang ditawarkan olehnya. Perasaan antusias ketika menonton pertandingan Karasuno melawan Shiratorizawa untuk pertama kalinya jelas tak akan sama jika saya menonton pertandingan ini lagi di kemudian hari. Pun, jika saya kena spoiler manga AoT, menonton animenya pun terkesan bunuh-bunuh waktu saja karena sebagai kaum anime only, saya ingin mendapatkan pengalaman menonton paripurna tanpa pernah dibisiki, āNah, nanti si Eren, tuh blablabla.ā
Lantas, siksa neraka macam apa, Lur, yang cocok untuk ditimpakan ke orang-orang macam ini?
BACA JUGA Betapa Mulia dan Tabah Kaum āAoTā Anime Only dan tulisanĀ Raihan Rizkuloh Gantiar PutraĀ lainnya.