Beberapa hari ini masyarakat Indonesia lagi rame-ramenya desas-desus mengenai perpres legalisasi investasi miras. Namun, saking kontroversialnya perpres ini di masyarakat dengan berbagai dalih yang melatarbelakanginya, akhirnya timbul desakan dari beberapa kalangan seperti ormas maupun tokoh agama tertentu kepada bapak presiden kita. Sehingga akhirnya bapak presiden kita mencabut perpres legalisasi investasi miras tersebut.
Sebenarnya ada sebuah pertanyaan kecil dari saya, yakni apa salahnya sih ketika investasi minuman keras dilegalkan?
Jika karena faktor agama yang melarangnya, oke mungkin sedikit saya terima. Namun, problemnya adalah apakah seluruh konsensus kepercayaan yang ada di Indonesia ini melarang minuman keras?
Atau mungkin ini hanyalah paksaan satu pihak yang kebetulan punya kuasa yang lumayan besar?
“Tapi kan, mereka yang mengkonsumsi minuman keras itu nyatanya akan berdampak pada hilangnya kesadaran dalam dirinya, yang tentunya dapat merugikan diri sendiri bahkan orang lain” ucap kalian yang mungkin tidak sepakat dengan saya.
Sebenarnya tolok ukur di sini bukanlah materialnya, melainkan perilaku berlebihannya. Toh, banyak juga produk medis yang mengandung alkohol, tapi masyarakat biasa saja dengan itu. Pasalnya, penggunaan alkohol dalam dunia medis itu sesuai takaran dan tidak berlebihan. Kalau berlebihan ya, bisa malah overdosis nanti.
Begitupun dengan mengkonsumsi minuman keras. Jika dikonsumsi tidak berlebihan maka nggak menjadi masalah atau merugikan.
Jangankan minuman keras, perihal dunia percintaan saja, jika berlebihan bisa berdampak bunuh diri, kok. Ibarat seorang manusia yang cinta banget sama pasangannya, totalitas dengan pasangannya, tapi ketika pasangannya meninggalkannya, orang ini akan frustasi dan nekat untuk bunuh diri.
Contoh sederhana lagi dalam bermain HP. Jika bermain HP berlebihan, akan berdampak merugikan diri sendiri dan orang lain pula. Main HP secara berlebihan dapat merugikan diri sendiri sampai lupa makan, lupa mandi, dan lain sebagainya hingga akhirnya menimbulkan sakit dalam diri sendiri.
Main HP secara berlebihan juga dapat merugikan orang lain seperti ketika dipanggil oleh orang tua tak menghiraukan atau ketika diajak ngobrol ketika ngopi bersama teman malah tak dihiraukan. Lah, bukannya itu juga merugikan orang lain?
Sudahlah, apa pun yang berlebihan itu pasti orientasinya negatif, nggak hanya mengkonsumsi minuman keras saja.
Oleh karena itu, menurut saya masalahnya di sini terletak pada tolok ukur penggunaannya, bukan materialnya. Pasalnya, materialnya nggak salah, dia hanya benda diam yang tak berdosa, yang lugu tak tahu apa-apa. Justru para pelaku yang memanfaatkannya secara berlebihan yang perlu dipermasalahkan.
Justru dengan munculnya legalisasi investasi miras ini, kita bisa mendesak pemerintah untuk membuat aturan yang mengikuti keputusan tersebut. Aturan yang saya maksud adalah aturan tegas perihal perilaku konsumsi alkohol. Katakanlah, alkohol hanya bisa diminum di tempat tertentu. Atau jika ketahuan berkendara dalam pengaruh alkohol, SIM dicabut selama lima tahun. Lho, jadi jelas kan?
Di sisi lain, investasi minuman keras juga dapat menjadi pemasukan kas daerah. Sebab, ketika investasi minuman keras dilegalkan, maka pajak yang ditentukannya akan cukup tinggi, sehingga sangat membantu dalam pembangunan daerah itu sendiri.
“Lah, itu kan namanya berbahagia di atas penderitaan orang lain?” Ujar kalian yang mungkin tidak sepakat lagi dengan saya.
Hadeeh… Jadi begini, asal kalian tahu, rokok itu juga memiliki pajak yang tinggi, dan kita selama ini nggak mempermasalahkan legalitasnya. Bahkan kita nggak mau kalau rokok itu dilarang di Indonesia. Padahal rokok itu sendiri sudah sangat jelas lebih merugikan kesehatan, jika dibandingkan minuman keras.
Bukankah secara nggak langsung legalitas rokok beserta pajaknya yang tinggi justru bentuk nyata dari berbahagia diatas penderitaan orang lain? Lah, lantas apa bedanya dengan legalisasi investasi minuman keras dengan pajak yang tinggi pula?
Bukannya saya pro sini atau kontra sana, ya. Saya sendiri belum pernah mengkonsumsi minuman keras. Hanya saja, di sini saya ingin mengkoreksi betapa inkonsisten pola berfikir masyarakat +62 dalam menanggapi perpres legalisasi investasi miras.
BACA JUGA Pengalaman KKN di Bali Jadi Bukti Nyata RUU Larangan Minuman Beralkohol Itu Omong Kosong dan tulisan Mohammad Maulana Iqbal lainnya.