Bulan Agustus adalah bulan yang mengembirakan bagi segenap rakyat Indonesia. Di bulan inilah kita merayakan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Banyak acara digelar untuk memeriahkan suasana. Mulai dari aneka lomba, pentas seni, festival upacara dan sebagainya. Di bulan Agustus, toko-toko di seluruh pelosok negeri , turut membagikan sukacita kemerdekaan dengan diskon khusus. Mulai dari serba 17ribu, gratis untuk nama Agus, diskon 45% hingga diskon 74%. Rasanya saya tak sabar Indonesia mencapai usia 99 tahun.
Acara diskon inilah yang sebenarnya ditunggu-tunggu segenap rakyat di Tanah Air, termasuk Mawar. Mawar (tentu saja bukan nama sebenarnya) bukan korban pelecehan seksual. Dia hanya seorang mahasiswa sebuah PTN di Jogja. Mawar merupakan salah satu dari peraih beasiswa Bidikmisi. Ini berarti Mawar tergolong mahasiswa miss queen. Ke-miss queen– an Mawar sudah tak perlu diragukan, karena sebagai peraih Bidikmisi, Ke-miss queen– annya telah diakui negara.
Meski miss queen, sebagai generasi milenial, tentu Mawar memiliki kerinduan yang mendalam untuk tampil fabulous. Mawar memiliki motto dalam hidupnya ‘fabulous is a must’. Momen kemerdekaan menjadi kesempatan bagi Mawar untuk memuaskan kerinduaannya itu. Di bulan Agustus, sepatu branded seharga 400ribuan bisa dibawa pulang hanya dengan membayar 100ribuan saja.
Namun, bagi seorang mahasiswa miss queen bersertifikat, mengeluarkan uang 100ribu untuk sebuah sepatu tetap perlu pikir panjang. Libur kuliah, bagi mahasiswa miss queen, berarti juga libur uang saku dari orang tua. Uang beasiswa hanya boleh untuk keperluan kuliah. Penggunaan uang beasiswa di luar peruntukannya bagi Mawar sama saja itu menumbuhkan benih-benih korupsi dalam dirinya. Artinya, kalau mau tetap bisa beli kuota saja saat libur, Mawar harus kerja part time. Lah ini mau beli sepatu. Duit dari mana Pak?
Soal kerja part time, dalam kontrak kerja sudah diatur bahwa satu hari kerja itu hanya 8 jam. Jika dalam prakteknya bisa mundur 2-3 jam tanpa uang lembur itu bukanlah penindasan, perbudakan, ekploitasi mahasiswa miss queen atapun penjajahan. Kita sudah MERDEKA, BUNG!!! Overtime 2-3 jam tanpa uang lembur adalah sebuah LOYALITAS.
Seperti sebuah pepatah, di mana ada kemauan pasti ada jalan, Mawar tak habis akal untuk mendapatkan sepatu impian. Meski terlahir miss queen, namun Tuhan memberi anugerah lain yang tak ternilai dalam hidupnya yaitu keluarga. Mawar adalah anak ke 4 dari lima bersaudara. Dari lima bersaudara itu hanya kakak kedua yang laki-laki. Kakak pertama sudah menikah dan punya satu anak.
Dari anak ketiga sampai kelima semua perempuan, walau usia terpaut lumayan jauh tapi postur tubuhnya sama. Ndilalah kok ya ukuran sepatu juga sama. Maka Mawar menginisiasi untuk mengadakan rapat terbatas (ratas) keluarga yang diahadiri 3 anak terakhir. Kakak ketiga bernama Melati (nama samaran juga) biasa dipanggil Cik Mel, sedangkan si Adik bernama Kantil (bukan nama asli).
Tujuan ratas tersebut tentu saja untuk menggalang dana pembelian sepatu. Dalam rapat itu hadir pula Ibu tercinta, Sang Malaikat tak bersayap, untuk menjadi moderator. Jaga-jaga saja kalau tiba-tiba rapat menjadi panas dan berakhir dengan deadlock. Jangan sampai keharmonisan keluarga rusak karena sebuah sepatu. Dengan diiringii lagu “Keluarga Cemara”, Mawar menunjukan katalog sepatu melalui HP Xiaomi, kesayangannya yang dibeli secara kredit.
Rapat berlangsung sengit, karena Cik Mel ingin sepatu warna merah, sedangkan menurut Mawar warna biru lebih bagus. Sebagai anak sekolah, Kantil ngotot bahwa sepatu yang dibeli harus warna hitam. Setelah diskusi panjang, akhirnya mereka sepakat membeli sepatu warna kuning seharga 125ribu.
Soal pembayarannya disepakati seperti ini. Cik Mel sebagai investor paling tua, dan karena dia bekerja urun paling banyak. Dia urun 50ribu atau 40% dari harga 125ribu. Kekurangan 75ribu ditanggung Mawar dan Kantil dengan pembagian 40ribu Mawar, 35ribu Kantil.
Mengenai jadwal pemakaian sepatu mereka sepakat, Kantil mendapat privilege untuk memakai sepatu fabulous itu pada hari Minggu saat ke gereja. Karena masih sekolah, Kantil terikat aturan sepatu wajib hitam. Kantil bisa memakai sepatu warna-warni waktu main atau acara lainnya, tetapi berhubung anak ini tergolong anak rumahan, dia jarang main keluar . Jadi kesempatan terbesar untuk memakai sepatu warna kuning adalah saat ke gereja. Kebijakan ini juga diharapakan menjadi motivasi bagi Kantil agar rajin ke Gereja.
Cik Mel dan Mawar yang sudah tidak sekolah bebas memakai sepatu warna apa saja. Jadi selama weekdays, mereka bisa gantian memakai sepatu itu untuk kerja dan ngampus. Sepatu warna kuning ini cocok dipakai Mawar, karena matching sama warna rambutnya yang disemir di salon mamake dhewe. Untuk Cik Mel warna kuning senada dengan warna seragamnya yang orange.
Begitulah kisah Mawar mahasiwa miss queen peraih Beasiswa Bidikmisi yang ingin tampil fabulous. Bagi Mawar, merdeka berarti bahagia dalam segala keterbatasan. Dalam keterbatasan Mawar justru menemukan sesuatu yang berharga yaitu cinta dalam keluarga. Cinta ini menumbuhkan semangat kebersamaan, kerelaan untuk berbagi, dan rasa keadilan. Dan yang terpenting cinta menjadi sumber kekuatan untuk meraih kemerdekaan. (*)
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) yang dibikin untuk mewadahi sobat julid dan (((insan kreatif))) untuk menulis tentang apa pun. Jadi, kalau kamu punya ide yang mengendap di kepala, cerita unik yang ingin disampaikan kepada publik, nyinyiran yang menuntut untuk dighibahkan bersama khalayak, segera kirim naskah tulisanmu pakai cara ini.