Apakah kamu sering mbatin alus dalam hati saat ada manusia yang sambat “aduh duh!!” sambil megang dengkul atau ngelus-elus boyok ketika harus berdiri tiba-tiba dari duduk atau jongkoknya? Kalau jawabannya iya, maka bersyukurlah ke hadirat Sang Maha Pencipta atas nikmat dengkul dan boyok yang masih prima.
Saya dulu juga begitu, suka gumun kalau ada yang sambat dengkul cekot-cekot atau boyok rasanya mau patah. Saya bahkan suka ekstrem menuduh yang suka sambat itu sebagai manusia lebay.
Sampai akhirnya, sekitar tiga tahunan silam, tatkala saya merasakan persendian lutut dan pinggang terasa sakit selepas acara lari hore-hore di sore hari. Rasa tidak nyaman itu pun bertahan hingga malam dan hari selanjutnya.
Demi badan yang harus fit kembali keesokan harinya, maka saya kesampingkan semua sisa harga diri dan ngesot ke minimarket terdekat untuk membeli koyo.
Sebagai newbie bab perkoyoan, saya pun sempat tercengang dengan ragam koyo yang berjajar rapi di rak display. Update pengetahuan saya tentang dunia koyo memang mandeg di tingkat sekolah menengah pertama, tatkala Simbah tiada.
Ya, sejak lepas balita kemudian mulai melek duit dan senang jajan di warung, saat itu pula saya menjalankan profesi sebagai jasa kurir untuk membelikan belanjaan orang-orang di rumah. Kadangkala Ibu dan bapak saya memanfaatkan jasa ini, namun Simbah lah yang lebih sering menjadi pelanggan setia jasa kurir saya. Tentu saja dengan ongkos kirim yang sangat bocahwi gak kalah dengan UMR jogja pokoknya.
Dari begitu banyak item belanja yang sering diorder oleh Simbah, koyo menduduki peringkat atas. Saat itu koyo yang tersedia di warung langganan hanya ada dua macam. Koyo biasa merk Salonpas yang warnanya putih, dan koyo cabe yang bungkusnya coklat.
Keterbatasan pengetahuan saya tentang perkembangan koyo membuat saya sedikit malu. Betapa saya terlalu menaruh prasangka bahwa koyo adalah bagian dari semesta para simbah-simbah hanya berdasarkan pengalaman saya sendiri di masa lalu.
Perkembangan dunia koyo di zaman sekarang sungguh sangat berwarna. Koyo juga tidak lagi identik sebagai entitas kaum lansia saja. Kaum muda pun tak perlu malu untuk menggunakan koyo. Pada dasarnya koyo diciptakan tidak untuk satu golongan umur saja, namun dia ada untuk mengurangi derita rasa nyeri karena berbagai sebab. Bisa akibat terkilir, capek, aktivitas olahraga, dan tentu saja peningkatan usia.
Nah, bagi para pemula yang hendak memutuskan untuk berkoyo tetapi masih bingung memutuskan mana yang akan dipinang, berikut sedikit gambaran mengenai jenis koyo beserta spesifikasinya dari sudut pandang saya sebagai sobat boyok yang sudah lumayan banyak njajal dan membuktikan klaim dari masing-masing produk.
Sebelum menyelam lebih dalam, ada baiknya untuk diketahui bahwa pada dasarnya koyo dibagi menjadi dua sensasi rasa. Tetapi, saya lebih senang membaginya menjadi tiga sensasi. Ada koyo dingin, koyo hangat, dan koyo panas (tenan).
Jenis koyo pertama, koyo dingin
Menurut fungsinya, koyo dingin digunakan untuk meredakan rasa nyeri dan mengurangi pembengkakan dengan lebih nyaman dan tentu saja dengan rasa yang adem. Sebagian besar koyo dingin mengandung menthol dan diclofenac.
Koyo yang menimbulkan efek mak nyes ini cocok untuk yang tidak suka sensasi panas dan memiliki kulit sensitif. Maka dari itu, biasanya mbak-mbak kantoran lebih menyukainya.
Merk koyo dingin yang mudah didapat di pasaran adalah Salonpas dan Tiger Balm Plaster. Sebenarnya masih ada merk- merk impor lainnya, tapi wis ndak usah tak sebut aja, daripada kangelan nulis terus nanti pas kamu browsing njuk malah sambat kok regane larang.
Jenis koyo kedua, koyo hangat
Sesuai dengan namanya, koyo ini memberikan sensasi hangat yang menenangkan dan menyenangkan. Koyo ini juga paling beragam macamnya di pasaran, mungkin karena fansnya memang paling banyak. Bahan aktif yang biasanya ada dalam koyo hangat adalah methyl salicylate yang memberikan efek anget-anget enak pas ditempelkan ke kulit.
Meskipun begitu usahakan jangan dipakai dalam jangka waktu lama (sehari semalam misalnya), karena bisa mengakibatkan reaksi alergi dan iritasi. Lagian kamu itu, meskipun pakai koyo yo jangan pelit medit terus nggak mandi. Prengus nanti.
Oleh karena variasi pilihannya banyak, kamu bisa memilih koyo hangat sesuai kepribadian lho.
Jika Anda termasuk dalam kategori priyayi klasik cenderung konservatif, Salonpas dan Takahi mungkin cocok dipilih. Dengan konsep koyo djadoel warna putih nan tebal yang dilengkapi nostalgia aroma masa lalu, koyo ini akan memberikan kehangatan yang pas untuk pegal dan nyeri kategori ringan hingga sedang.
Apabila kamu penggemar wewangian aromatherapy, merk Hot in Koyo bisa menjadi pilihan yang pas karena mengandung minyak esensial seperti eucalyptus, gandapura, dan lemongrass. Tempelkan pada bagian tubuh yang membutuhkan, gunakan pada malam hari, dan beristirahatlah dengan nyaman agar bugar keesokan harinya. Jadi ndak usah mimpi pecicilan kalau kamu sudah koyoan.
Nah, bagi kamu yang aktif dan belum terlalu paruh baya, Neo rheumacyl dan Counterpain mungkin bisa dijadikan pilihan. Keduanya memiliki sensasi yang hampir-hampir mirip. Ciri khas koyo modern yang memiliki dimensi lebih tipis dan mudah merekat. Sangat cocok digunakan untuk nyeri pegal level moderat.
Bagaimana dengan saya yang berkepribadian praktis dan mbilgidhis? Tentu saja, Hansaplast adalah favorit. Koyonya tipis, hangatnya pas, warna koyonya juga serupa dengan hansaplast plester, sangat fashionable dan bisa buat gegayaan seperti jaman SD dulu karena tetap lucu walaupun ditempelkan di tangan dan kaki. Dan yang penting, kemasannya memiliki teknologi heat lock yang akan menjamin koyo tetap anget, meski sudah bolak balik dibuka tutup seperti pintu portal perumahan klaster depan situ.
Jenis koyo ketiga, koyo panas
Kasta tertinggi dunia perkoyoan tentu saja diduduki oleh koyo panas alias hot koyo. Sakjane sih ini adalah perwujudan upgrade levelnya koyo hangat. Biasanya koyo panas ada tambahan capsaicin, sehingga benar-benar terasa semelet ketika ditempelkan, sama rasanya seperti pas kamu ndak sengaja raup sehabis ngerajang lombok.
Koyo Cabe adalah representasi koyo panas yang hakiki. Merk Koyo Cabe sudah sangat melegenda dengan anatomi bolong-bolong kecil di tiap lembarnya. Melihat penampakan koyo cabe pun sudah membuat saya bergidik. Sensasi panas membara dihadirkan dengan segenap kasih sayang yang tertumpah dari lembaran coklat berdimensi 5,5×4,5 cm ini.
Jangan terlalu percaya diri dengan menempelkan koyo cabe secara utuh apabila kamu masih pemula dan nggak mau kulitmu mlonyoh karena iritasi. Potong separuh atau seperempatnya dulu dan beradaptasilah. Kalau saya sih sudah menyerah, meski manfaat koyo cabe ini memang langsung terasa mak nyos. Sangat efektif dan efisien untuk meredakan pegal dan salah urat level darurat.
Untuk meramaikan laga di jagad koyo panas, Salonpas dan Hansaplast juga mengeluarkan jagoannya. Namun, sepertinya Koyo Cabe tetap menjadi juara di hati banyak penggemarnya.
Sepertinya segitu dulu perkenalan kita dengan koyo. Semoga ada yang mulai membuka hati dan berusaha menerima jeritan boyoknya, bahwasanya yang sangat dibutuhkan saat ini bukanlah sekotak martabak Nutella atau segelas kopi susu gula aren, melainkan selembar koyo dan segenap perhatian.
Akhirnya, ndak perlu merasa risih apalagi benci kalau kamu yang masih seger buger dan bunder ini melihat sesosok manusia sedang bermesraan dengan koyo. Percayalah, Dek, semua akan berkoyo pada waktunya.
BACA JUGA Kesialan Seorang Pengidap Penyakit Ngantukan dan tulisan Indri Permatasari lainnya.