Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Sebagai Anak Tengah, Saya Muak pada Glorifikasi Sulung dan Bungsu

Afitasari Mulyafi oleh Afitasari Mulyafi
19 Februari 2021
A A
Sebagai Anak Tengah, Saya Muak pada Glorifikasi Sulung dan Bungsu terminal mojok.co

Sebagai Anak Tengah, Saya Muak pada Glorifikasi Sulung dan Bungsu terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Sebagai anak tengah, saya memiliki status di keluarga sebagai adik sekaligus kakak. Peran itu terjadi karena saya terlahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Sejujurnya, bagi saya tidak ada yang istimewa dari siapa yang lahir duluan. Pada dasarnya, baik saya, kakak, ataupun adik, sama-sama seorang anak dari orang tua dan juga seonggok daging manusia. Bagaimanapun, mau jadi kakak atau jadi adik, bagi saya nggak akan menjadikanmu lebih spesial!

Saya tuh nggak ngerti, kenapa sih anak pertama suka merasa memiliki tanggung jawab atas hidup adik-adiknya? Itu juga terjadi ke kakak saya. Dengan mengetahui pemikiran seperti itu, bukannya merasa dilindungi atau semacamnya, saya justru merasa sedih. Kakak saya memiliki kehidupannya sendiri. Keputusan apa pun yang ia buat, ia juga yang mesti menerima konsekuensi dan bertanggung jawab karena pilihannya. Saya pun demikian. Sudah harus bertanggung jawab pada diri sendiri, kenapa juga harus merasa bertanggung jawab atas pilihan hidup saya.

Makanya dahi saya mengernyit ketika anak pertama sering sekali saya temui merasa harus bertanggung jawab atas keputusan-keputusan hidup adiknya. Ngapain sih kita merasa bertanggung jawab terhadap hidup orang lain? Meskipun usia adikmu lebih muda darimu, bukan berarti seorang kakak harus terus berada paling depan sebagai penanggung kekeliruan pilihan hidupnya. Biarkan saja adik-adikmu belajar, berikan ia kepercayaan untuk menjadi manusia yang mampu mengambil pelajaran.

Sebagai anak tengah, saya sepakat tentang poin bahwa seorang kakak semestinya menjadi contoh bagi adiknya. Tapi, bukan berarti ketika menghadapi hal-hal yang tidak sesuai dengan standar keberhasilan, kemudian kamu menganggap dirimu gagal sebagai contoh bagi adik-adikmu. Misalnya ketika seorang kakak tidak bisa lulus kuliah tepat waktu, masih luntang-lantung menunggu panggilan kerjaan, atau tidak bisa mendapatkan nilai pelajaran yang bagus, tidak berarti kelak adik-adikmu akan meniru itu. Kalau toh nanti mereka dihadapkan dengan salah satunya, bukan juga berarti itu kesalahanmu.

Adik-adikmu, sama sepertimu, anak manusia yang memiliki kesadaran dalam bertindak. Seandainya ada kerikil di jalan hidupnya, dia satu-satunya tangan yang mampu menjangkau kerikil itu. Sebagai kakak, memang sangat mungkin untuk berada di bahu jalan sekadar untuk memperlihatkan bahwa ia tidak sendiri atau meneriakinya bentuk-bentuk pertimbangan. Ujung-ujungnya, tetap adikmu yang akan memilih menyingkirkan kerikil terlebih dahulu atau langsung melewatinya lantas mungkin tersandung.

Menjadi contoh di sini lebih merupakan peran manusia yang berada di sebuah komunitas bernama keluarga. Bapak, ibu, kakak, saya, maupun adik, memiliki kepentingan untuk membuat lingkungan yang bisa mengembangkan potensi satu sama lain secara optimal. Orang tua yang mendukung keputusan anak-anaknya dalam menekuni hobi atau seorang kakak yang mendukung adiknya dengan menemaninya belajar. Dari sini akan muncul pola pengasuhan yang menciptakan pertukaran peran di antara anak-anak manusia.

Saya juga nggak mengerti, kenapa anak bungsu seringkali merasa harus mencapai ini-itu yang tidak bisa diraih kakak-kakaknya. Sebagai anak tengah yang juga adik, jujur, saya pernah juga merasakan ini. Tapi, itu tidak berlangsung lama manakala saya sadar bahwa jika berpikir demikian berarti saya sendiri yang mengatakan bahwa kakak saya gagal. Secara tidak langsung, saya merasa bahwa kakak saya tidak melaksanakan perannya dengan baik, sehingga saya mesti mengambil tanggung jawab atas itu.

Kemudian saya menyadari kalau seharusnya tidak demikian. Sejak mula, rasanya tidak seharusnya orang lain yang bertanggung jawab atas kehidupan orang yang lain. Jika saya harus melakukan sesuatu, itu boleh jadi karena tanggung jawab saya terhadap diri sendiri. Misalnya ketika kakak saya tidak dapat lulus kuliah tepat waktu, bukan berarti saya berusaha lulus tepat waktu karena ingin menggantikan tanggung jawab kakak saya. Itu lebih kepada tanggung jawab saya sendiri terhadap keputusan awal saya dalam menempuh jenjang studi sarjana dan menyelesaikannya seoptimal mungkin.

Baca Juga:

Derita Menyandang Status Sarjana Pertama di Keluarga, Dianggap Pasti Langsung Sukses Nyatanya Gaji Kecil dan Hidup Pas-pasan

Saatnya Berhenti Menyuruh Orang Lain untuk Tambah Anak, Donatur Juga Bukan, tapi Ngaturnya Kelewatan!

Berhenti membanding-bandingkan urutan kelahiran. Anak pertama, anak tengah, anak bungsu, semuanya setara, tidak ada yang lebih menderita. Pundak sulung lebih berat karena menanggung tanggung jawab sebagai contoh kehidupan adiknya atau kaki bungsu lebih kuat karena harus menapaki cita-cita yang belum rampung. Berhenti dan cukupkan pada keberadaan kita sebagai manusia yang sedang belajar menjalani kehidupan masing-masing. Seperti lirik pamungkas di lagu Kunto Aji yang berjudul Sulung dan Bungsu, “yang sebaiknya kau jaga adalah dirimu sendiri.”

BACA JUGA Anak Sulung dan Harapan yang Kadang Merepotkan dan tulisan Afitasari Mulyafi lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 18 Februari 2021 oleh

Tags: anak sulunganak tengahKeluargatanggung jawab
Afitasari Mulyafi

Afitasari Mulyafi

Mahasiswa

ArtikelTerkait

dpr

Ibu Saya Anggota DPR yang Sedang Didemo dan Anak-anaknya Ribut di Grup WhatsApp

30 September 2019
konflik keluarga Apa yang Harus Kita Lakukan jika Orang Tua Nikah Lagi Setelah Bercerai? terminal mojok.co

Orang Tua yang Memutuskan Nikah Lagi Setelah Bercerai Itu Nggak Seburuk Cerita FTV

1 September 2020
Generasi Sandwich

Usia Baru 20 Tahun Tapi Sudah Jadi Generasi Sandwich

26 Juli 2019
anak bungsu

Nasib Menjadi Anak Bungsu: Dari Disayang Sampai Dengan Menjadi Pesuruh

26 Juni 2019
6 Hal yang Bikin Tinggal di Basecamp Ormawa Itu Menyenangkan

Ormawa Itu Memang Bukan Keluarga, Ngapain Ngebet Dibikin kayak Keluarga sih?

18 Desember 2022
Cimory Semarang, Destinasi Wisata Tepat buat yang Sayang Anak

Cimory Semarang, Destinasi Wisata Tepat buat yang Sayang Anak

30 Juni 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

3 Rekomendasi Brand Es Teh Terbaik yang Harus Kamu Coba! (Pixabay)

3 Rekomendasi Brand Es Teh Terbaik yang Harus Kamu Coba!

18 Desember 2025
Selo, Jalur Favorit Saya untuk Pulang ke Magelang dari Solo Mojok.co

Selo, Jalur Favorit Saya untuk Pulang ke Magelang dari Solo

14 Desember 2025
Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

15 Desember 2025
Nestapa Perantau di Kota Malang, Tiap Hari Cemas karena Banjir yang Kian Ganas Mojok.co

Nestapa Perantau di Kota Malang, Tiap Hari Cemas karena Banjir yang Kian Ganas

13 Desember 2025
Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

18 Desember 2025
Air Terjun Tumpak Sewu Lumajang, Tempat Terbaik bagi Saya Menghilangkan Kesedihan

4 Aturan Tak Tertulis agar Liburan di Lumajang Menjadi Bahagia

17 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.