Setiap tahun, saya dan keluarga pasti merayakan Imlek. Namun tahun ini, lantaran terhalang pandemi dan kegiatan lainnya, saya memutuskan nggak pulang dan merayakan Imlek di kos saja. Setelah saya pikir-pikir pun, Imlek rasanya sudah mulai membosankan bagi saya yang ansos ini. Karena setiap tahun, perayaan Imlek itu template-nya sama.
Bagi kalian yang belum tahu perayaan Imlek itu ngapain saja, sebenarnya Imlek ya sama saja kayak Lebaran. Susunan acaranya cuma berkunjung ke rumah saudara, makan kue di meja tamu sambil ngobrol, sudah.
Dan pada momen-momen itu, biasanya, orang-orang berusaha sehebat mungkin mengeluarkan skill komunikasinya masing-masing. Sayangnya, saya kurang ahli dalam hal satu ini. Jadi, saya terbiasa hanya mendengarkan orang lain ngomong atau menjawab dikit-dikit kalau ditanya.
Karena hal itulah, saya jadi memperhatikan topik obrolan setiap tahunnya. Dan saya rasa, tiap tahun, topik obrolan saat Imlek selalu itu-itu saja. Setelah memikirkannya, ternyata bosan juga ya sekian tahun hanya membicarakan hal yang sama. Dan biasanya, hal yang dibicarakan saat perayaan Imlek bersama keluarga adalah sebagai berikut.
Bisnis
Yang namanya orang Cina, eh maap, biar saya perhalus sedikit. Yang namanya orang-orang keturunan Tionghoa, pasti nggak jauh-jauh dari dagang alias bisnis. Mulai dari dagang beras, elektronik, emas, pasti kebanyakan digandrungi oleh orang-orang keturunan Tionghoa.
Nah, biasanya pada saat Imlek, saudara-saudara yang mayoritas punya bisnis masing-masing ini akan berkumpul. Dan di sanalah, dari tahun ke tahun mereka pasti akan membahas bisnis masing-masing. Entah bisnis mereka lagi merosot atau lagi menanjak. Lama-lama sudah kayak ngebahas bursa efek saham, tinggal bawa papan tulis terus gambarin kurva saja.
Setelah membicarakan bisnis masing-masing, mulai juga membahas bisnis orang. Seketika orang yang berkumpul di situ jadi pengamat bisnis atau malahan konsultan bisnis dadakan. Kalau ada bisnis orang yang dianggap kurang bagus, nanti biasanya bakalan sok-sokan dikasih saran atau disuruh ganti saja ke bisnis yang cuannya lebih gede. Aneh memang, bisnis orang kok diatur-atur, mana kadang-kadang suka bawa-bawa fengsui~
Makanan
Sama seperti Lebaran, pada saat Imlek pun biasanya ada makanan kering dan buah-buahan di atas meja tamu. Dan biasanya, makanan-makanan inilah yang menjadi bahan perbincangan di tengah Imlek selanjutnya.
Hal pertama yang biasanya dibahas adalah soal rasanya yang enak atau nggak. Setelah itu nggak jauh-jauh, pasti yang dibahas selanjutnya ya soal harga. Yang namanya masyarakat keturunan Tionghoa memang cukup lekat dengan bahasan duit. Sampai-sampai makanan kering di depannya pun diulas. Mulai dari kacang mede, sumpia, biji ketapang, dan masih banyak lagi.
Kalau makanan kering itu nggak enak dan harganya mahal atau naik dari tahun lalu, sudah pasti nggak lepas dari hujatan. Saya malah suka heran sendiri. Sudah tahu nggak enak dan mahal, lha kenapa masih dibeli coba?
Sementara, kalau makanannya enak dan murah, terdapat pride pada tuan rumahnya. Seketika, tuan rumah merasa bangga luar biasa karena sudah menyuguhkan makanan enak. Dan setelah itu berakhir dengan rekomendasi tempat belinya. Kalau ternyata tuan rumahnya sendiri yang bikin, endingnya malah jadi jualan. Hiyaaa, jiwa bisnisnya keluar~
Gosip
Setelah puas membicarakan bermacam hal dan mulai kehabisan topik, barulah masuk ke topik terakhir. Topik terakhir ini adalah topik andalan, khususnya bagi para ibu-ibu, dan termasuk topik yang paling mematikan serta sulit dilupakan, yaitu gosip.
Gosip ini cakupannya luas banget. Mulai dari gosip yang ada di TV tentang artis-artis sampai gosipin saudara sendiri yang belum hadir atau baru saja pulang. Dan kalau sudah bergosip nih, ngalir terus kayak keran bocor. Nggak ada berhentinya~
Memang sih, bahan pembicaraan yang paling hidup itu kalau sudah ngomongin orang lain. Susah banget untuk menghidupkan suasana tanpa ngegosip. Seandainya pun bisa, pasti akan terasa ada yang kurang. Seperti angpao tanpa duit, kosong.
Itulah topik obrolan membosankan yang selalu ada saat perayaan Imlek. Masih ada lagi sebenarnya topik obrolan lain yang membosankan, seperti tentang pendidikan atau masalah anak. Tapi, topik-topik tersebut lumayan jarang dibahas.
Dan untungnya, obrolan seputar jodoh jarang hadir di lingkungan saya. Mungkin mereka sadar bahwa jodohnya orang-orang keturunan Tionghoa cukup terbatas di sini. Atau mungkin jodoh saya saja yang terbatas sampai nggak kelihatan.
Semoga saja topik obrolan perayaan Imlek ini bisa berkembang tiap tahunnya biar nggak membosankan lagi. Nggak bisa apa ya cari topik obrolan lain yang lebih greget dan nggak boring. Misal, ngomongin reaktor nuklir atau energi terbarukan, kek. Biar nggak bosan saja gitu~
BACA JUGA Minta Angpao ke Teman Keturunan Tionghoa Emang Ada Faedahnya? dan tulisan Ferdian lainnya.