Sudah beberapa tahun terakhir, subkultur K-Pop menguasai dunia kolom trending di Twitter. Tidak hanya satu atau dua hari, satu atau dua topik, tapi hingga berbelas-belas tema yang dibahas dan banyak diantaranya menjadi trending. Silih berganti setiap harinya. Luar biasa militansi pemuja idol Korea ini. Nama-nama member girlband seperti Jisoo Blackpink, BTS, YG Entertainment, dan beberapa isu mengenai manajemen artis K-Pop hanya sebagian kecil di antaranya.
Satu yang pasti dan menjadi rahasia umum sampai dengan saat ini, fans K-Pop itu hampir selalu kompak di media sosial—saya yakin, kalian semua tahu tentang hal ini—khususnya pada saat menaikan suatu tagar hingga trending. Lagi-lagi, militansinya tidak perlu diragukan lagi.
Pemuja idol korea ini bahkan betul-betul sudah merambah ke beberapa lini seperti fesyen, musik, acara tv, juga jenis masakan—apalagi ragam mi instan yang pedasnya nauzubillah setan itu.
Dan istri saya, hanya menjadi salah satu di antara sekian banyak orang yang… demam-panas-dingin terhadap subkultur Korea ini. Tingkat fanatiknya pun bukan kaleng-kaleng. Sangat terstruktur dan terorganisir. Semua yang ia ketahui tentang idol Korea dengan segala budayanya, diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Mulai dari mantengin tagar K-Pop di kolom trending Twitter, belajar bahasa Korea, menyanyikan banyak lagu K-Pop setiap waktu—sepanjang hari. Memainkan gim BTS Universe Story yang sampai menuntut kreativitas dan bikin alur cerita sendiri, bergaya ala-ala Korea, belajar masak menu makanan Korea, dan masih banyak lagi kreativitas lainnya yang bikin saya geleng-geleng kepala.
Sedangkan soal gim, akhirnya ada gim selain Call of Duty Mobile yang ia mainkan. Iya, selain menjadi K-Popers garis keras, istri saya juga jago betul main gim berjenis First Person Shooter (FPS) itu. Suatu anomali bagi saya yang bahkan tidak familier dengan gim tersebut.
Meski nggak akan sampai sefenomenal Kimi Hime—yang punya 2.8 juta lebih subscriber itu—dalam membuat thumbnail yang clickable, khususnya bagi para cowok, sih. Eh.
Pada titik yang paling menyebalkan, istri saya juga selalu menunjukkan beberapa foto atau video idol Korea yang menurutnya tampan dan rupawan. Kalimat template yang selalu diucapkan nggak jauh-jauh dari, “Liat, deh. Cowok baru aku, nih. Ganteng, kan?”
Wajar, dong. Kalau lagi bengong atau fokus dengan hal lain, mendengar hal tersebut, bisa bikin saya ujug-ujug ndredeg sewot sambil berkata, “Hah? Apaan?” Pas diperlihatkan, nggak tahunya hanya video mas-mas gemesin asal Korea yang sedang nge-dance. Hadeeeh.
Di sisi lain, saya meyakini bahwa saya hanya menjadi satu dari sekian banyak suami—atau setidaknya pacar—yang memiliki pasangan penggemar berat K-Pop. Pokoknya, tiada hari tanpa K-Pop dengan semua perintilannya.
Jujur saja, sebagai lelaki yang pada awalnya sangat asing dengan K-Pop, fesyen ala-ala Korea, dan segala hal tentang Korea, hal ini termasuk anomali dalam cerita pernikahan saya. Lantaran, saya betul-betul harus beradaptasi sekaligus berdamai dengan hal tersebut.
Lah gimana. Setiap hari, sedikit-sedikit saya mendengar istri saya menyanyikan lagu Korea. Sedikit-sedikit yang ia cari di televisi melalui TV berbayar, drama atau reality show Korea. Ditambah saat memasak pun, yang dibuat adalah menu masakan ala Korea dengan mengandalkan gochujang (pasta cabe ala Korea yang bahan utamanya beras ketan dan fermentasi serbuk cabe) dipadupadankan dengan bumbu dapur lainnya.
Poinnya adalah, semuanya menjadi serba-Korea. Dan hal yang nggak bikin saya habis pikir, saat sedang merasa mangkel dan ingin meluapkan emosi, istri saya pun nggak akan sungkan untuk memakai beberapa kata yang biasa digunakan dalam drama Korea, seperti ini.
“Ya, saekkia!”
“Siphal!”
“Mulbwa?!”
Saya nggak akan maksa kalian cari arti kata tersebut satu per satu, karena sebetulnya nggak penting-penting amat. Kalau penasaran, kalian bisa cari secara mandiri di Google. Jangan manja.
Tapi, suwer. Saya nggak keberatan istri saya sambat campur misuh menggunakan bahasa Korea. Hitung-hitung belajar. Learning by doing gitu. Saya malah bangga kalau dia bisa menguasai bahasa Korea dengan baik dan benar.
Tapi, ada tapinya, nih… permasalahannya adalah, istri saya selalu mengucap beberapa kata tersebut sesuai dengan apa yang dilihat pada drama Korea. Sangat ekspresif. Jadi, sering kali bikin saya kaget setengah mampus karena diucap dengan nada tinggi bak pemeran dalam drama Korea.
Pada akhirnya, mau tidak mau, suka atau tidak, saya akan tetap menjadi pendengar yang baik bagi istri saya, meski yang dibahas nggak akan jauh-jauh soal K-Pop dan sebangsanya. Ya, biar bisa so sweet macam idol Korea gitu, lah.
BACA JUGA KPop, Pria, dan Jodoh dan artikel Seto Wicaksono lainnya.