Ketika dosen mengajukan kalimat pamungkas, “Ada yang mau bertanya?”, biasanya kelas mendadak hening, sepi, dan senyap seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. Hal ini biasanya disebabkan adanya tiga kemungkinan. Yang pertama mungkin mahasiswanya memang sudah mengerti semua dengan materi tersebut sehingga tak perlu bertanya lagi. Yang kedua, mungkin mahasiswanya nggak mengerti sama sekali dengan materinya, sehingga bingung mau bertanya apa. Dan yang ketiga, mahasiswanya pengin bertanya, tapi nggak tahu cara bertanya dan takut atau malu kalau pertanyaan yang diajukannya itu receh alias nggak berbobot.
Sebenarnya nggak perlu malu untuk bertanya di dalam kelas. Toh, biasanya si dosen ini justru senang kalau ada yang bertanya. Beberapa dosen memang ada yang ingin agar mahasiswanya itu kritis dalam menganalisa masalah sehingga mereka mengharapkan sebuah pertanyaan yang berbobot. Namun, beberapa dosen juga kadang memiliki kesabaran setabah hujan di bulan Juni untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya nggak layak ditanyakan.
Meski begitu tak sedikit mahasiswa yang masih ragu dengan pertanyaan yang akan diajukannya itu. Bayang-bayang ketawa jahat dan sorak-sorak teman sekelas itu selalu menghantui sehingga enggan untuk mengajukan pertanyaan tersebut. Lantas bagaimana sih cara bertanya agar pertanyaan yang kita ajukan itu berbobot dan tidak malu-maluin. Mari simak beberapa tips cara bertanya di bawah ini sebelum mengajukan pertanyaan.
#1 Jangan tanyakan pertanyaan yang sudah ada di materi
Tak sedikit mahasiswa yang sering menanyakan pertanyaan yang sebenarnya jawabannya sudah ada di materi yang dijelaskan. Hal paling penting bertanya aja dulu, nggak peduli mau masuk akal atau nggak pertanyaannya. Pokoknya aktif di kelas.
Namun, kalau tidak teliti dan asal bertanya dulu, apalagi tanpa menyimak materi yang disajikan, itu bisa saja membangun image bahwa si penanya ini sebenarnya nggak nyimak materi. Sebelum bertanya, ada baiknya kita pelajari terlebih dahulu materinya. Minimal kita baca dulu semua materi yang ada. Lalu sekiranya ada teori atau pernyataan yang masih ambigu, bisa ditanyakan.
Malu bertanya memang sesat di jalan, tapi bertanya tanpa berpikir dahulu itu juga menyesatkan. Nggak masalah bertanya sesuatu kalau memang kita nggak paham, tapi paling tidak jangan malu-maluin diri sendiri. Kalau sudah ada jawabannya untuk apa ditanyakan? Kan kurang kerjaan banget, ya.
Kejadian semacam ini tuh hampir sama kayak info lomba gitu, sudah jelas-jelas tertera syarat dan ketentuannya, tapi masih saja ada orang-orang nggak punya akhlak yang keranjingan bertanya soal syarat dan ketentuannya. Hadeh.
#2 Berusaha mencari jawabannya dulu
Tak sedikit mahasiswa yang gegabah untuk bertanya. Mereka langsung mengajukan pertanyaan tanpa mau berusaha terlebih dahulu. Ada kosakata baru, langsung bertanya tanpa mau mengeceknya dulu di KBBI. Ada nama tokoh yang tidak dikenal, langsung tanya riwayat di tokoh ini beserta silsilah hidupnya tanpa mau buka Wikipedia.
Padahal sekarang ini kita sudah dibantu adanya Google yang bisa menolong kita untuk menjawab segala masalah yang ada. Nah, apa susahnya gitu loh, sebelum bertanya hal itu cari dulu minimal di Google. Kalau penjelasanya dirasa kurang masuk akal dan masih belum mengerti juga, nggak masalah ditanyakan ulang. Namun, setidaknya dalam bertanya itu kita ada perjuangannya dulu. Jangan apa-apa minta disuapin saja.
#3 Menggunakan pembanding
Dalam mengajukan pertanyaan tidak ada salahnya kita menggunakan pembanding (komparatif). Misalnya si dosen menjelaskan tentang teori milik si A untuk menyelesaikan sebuah masalah. Nah, nggak ada salahnya kita mencoba mengajukan perbandingan dengan menggunakan teori milik si B. Bisa juga kita membandingkan masalah yang ada di materi yang dibahas dengan kehidupan nyata yang sering kita temui.
Dengan membandingkan dua hal untuk sebuah masalah yang sama, kita akan menemukan sudut pandang baru. Tanyakan pada dosen, kalau menggunakan pendekatan yang lain gimana menurut pandangan beliau. Kalau ditanya begini kan, dosennya juga jadi ikutan mikir kan, ya. Kalau bisa memberi pertanyaan yang sulit, kenapa harus yang mudah? Hehehe.
#4 Menggunakan pendekatan prediktif dan imajinatif
Dalam mengajukan pertanyaan tak ada salahnya kalau kita menggunakan pendekatan prediktif. Kita bisa mengajukan pertanyaan dengan memprediksikan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi dari apa yang sudah dijelaskan.
“Kalau dengan teori seperti ini apa yang akan terjadi?”
“Kalau orang-orang masih melakukan kebiasaan buruk seperti ini apa yang akan terjadi sepuluh tahun yang akan datang pada lingkungan kita?”
Nah, kurang lebih seperti itulah bentuk pertanyaan-pertanyan prediksi yang bisa kita ajukan. Biasanya dosen akan melempar pertanyaan itu ke teman-teman yang lain dulu sebelum menjawab pertanyaannya. Sehingga ini bisa dijadikan ajang berpikir berjamaah sekelas. Nantinya akan seru kalau setiap mahasiswanya memiliki jawaban masing-masing yang berbeda.
Untuk imajinatif ini juga tak ada batasan. Kita bisa mengimajinasikan apa yang ada di pikiran kita. Nggak masalah kita menghubungkan materi yang ada dengan imajinasi kita. Namun, dengan catatan, imajinasi kita itu masih relate dengan materi yang diajarkan.
Kalau kita memang belum mengerti, nggak ada salahnya kita bertanya. Nggak peduli teman yang lain mungkin nggak ada yang mau bertanya. Kemampuan tiap orang dalam menangkap pelajaran itu berbeda-beda, jadi nggak usah ikut-ikut yang lain kalau kita sendiri memang belum paham. Nggak perlu takut ditertawakan teman sekelas, toh yang menertawakan itu juga belum tentu mudeng, kok. Jadi, nggak usah takut lagi buat bertanya ke dosen. Asal kita ngomong dengan sopan santun dan pertanyaannya masuk akal, dosen segalak apa pun juga bakalan welcome, kok. Coba aja.
BACA JUGA Nggak Memberi Sontekan Itu Bukan Berarti Pelit, kalau Goblok Jangan Nyolot deh! dan tulisan Reni Soengkunie lainnya.