Kamu punya nama belakang Widodo, tapi lahir dan besar di Cikarang. Maka hari-harimu nggak akan sewajarnya kalau kamu tinggal di Jawa Tengah, Jogja atau Jawa Timur.
Ada pepatah yang pernah mengatakan bahwa “apalah arti dari sebuah nama”. Saat saya kecil pun hampir tidak pernah bertanya makna dari nama lengkap saya. Semakin bertambahnya usia, ternyata nama menjadi salah satu hal penting dalam kehidupan setiap orang. Terlebih satu kata dalam nama saya yaitu “Widodo” menjadi salah satu bagian dari nama orang paling sering dibicarakan di Indonesia dalam kurun waktu satu dekade ini.
Beginilah rasanya memiliki nama “Widodo”
#1 Dipanggil Jawir atau Jawa Kowek
Bagi kamu orang yang tinggal di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur tidak akan relate dengan panggilan ini. Akan tetapi saya kerap mendapatkan panggilan ini sejak saya menduduki bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Memang tempat saya domisili saat itu, Cikarang mayoritas berasal dari Suku Betawi dan Suku Sunda.
Saya yang memiliki darah keturunan Jawa pun bisa dibilang masih minoritas lah walaupun jumlahnya nggak sedikit–sedikit banget. Dengan nama akhir “Widodo” ini membuat saya mudah sekali diketahui dari suku Jawa. Sehingga teman saya sempat ada yang memanggil Jawir ataupun Jawa Kowek tapi tidak sampai menjadi nama panggilan sehari-hari. Menurut saya ini bukan bentuk rasis ya tapi ledek–ledekan antara anak–anak saja.
#2 Cara Memanggil Nama Saya di Medok – Medokin
Entah kenapa setiap presensi saat sekolah pasti ada saja yang menuturkan nama saya dengan aksen Jawa medok. Hal ini biasanya terjadi saat awal mulai tahun ajaran baru. Saya perkirakan tujuannya adalah untuk dapat mencairkan suasana yang masih kaku karena sama–sama belum terlalu kenal satu sama lain. Sayangnya setiap kejadian ini terjadi, suasana malah hening atau biasa saja. Mungkin waktu itu, orang–orang satu kelas tidak tahu lucunya dimana atau segmentasi komedinya bukan untuk anak sekolah.
#3 Dianggap Mahir Berbahasa Jawa
Ketika saya ospek kampus di UIN Walisongo Semarang ditugaskan membuat papan nama yang berisi nama lengkap, fakultas dan jurusan untuk dipakai selama ospek. Dengan nama saya yang jelas Jawa sekali, kerap kali saya diajak berkenalan dengan bahasa Jawa Kromo oleh mahasiswa baru lainnya yang umumnya berasal dari Semarang dan sekitarnya.
Saya yang saat di awal kuliah nggak ngerti–ngerti amat Bahasa Jawa apalagi Bahasa Kromo. Mencoba menjelaskan kalau saya berasal dan besar di Cikarang, Bekasi. Sehingga saya saat itu masih enggak paham bahasa Jawa apalagi yang kromo. Kemudian kami melanjutkan obrolan dengan bahasa Indonesia.
#4 Mudah Ditebak Suku dan Asal Saya
Hal ini saya alami saat bekerja di Jakarta, setiap pertama kali masuk kerja di Jakarta selalu ditanya, “Kamu dari Jawa ya ?” Saya terkadang bingung mau menjawab apa, kalau dijawab iya, masalahnya adalah saya berdomisili di Cikarang bersama orang tua. Kalau dijawab nggak, tapi saya memang dari suku Jawa dan baru selesai kuliah di Semarang Jawa Tengah. Agar tidak ribet menjelaskan, saya memutuskan untuk menjawab “iya” karena Cikarang merupakan bagian dari pulau Jawa dan Provinsi Jawa Barat juga.
#5 Disangka Punya Hubungan Keluarga Dengan Pak Jokowi
“Kamu apanya Pak Joko Widodo ?” pertanyaan ini kerap saya terima di Sulawesi karena nama yang saya miliki. Saya tau ini hanyalah sebuah pertanyaan lelucon atau basa–basi saja. Akan tetapi bercandaan ini memiliki dasar yaitu banyak orang yang ada di Sulawesi menamai anaknya dengan cara ditambahi nama belakangnya dengan nama bapaknya. Biasanya karena bapaknya orang terkenal atau berpengaruh di daerahnya.
#6 Dipanggil “Arief Joko Widodo”
Menurut Mbah Sujiwo Tejo di acara TEDxBandung yang saya tonton di Youtube, ciri–ciri orang besar adalah suka salah–salah memanggil atau lupa nama orang lain. Sepertinya hal ini dapat dikatakan benar karena banyak pejabat daerah domisili saya tidak memanggil nama asli saya. Malah memanggil dengan nama “Arief Joko Widodo”, saya mewajari ini karena disini tidak familiar nama–nama orang Jawa dan nama saya lekat dengan nama Pak Presiden.
Saya harus berterimakasih kepada orang tua saya saat ini karena nama saya bukan hanya menjadi doa. Bisa juga menjadi sebuah tulisan di Terminal Mojok. Semoga maksud dan harapan yang ada di nama saya bisa sesuai bahkan dapat melampui dari harapan orang tua saya. Aamiin.
Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Agung Purwandono