Tahun telah berganti. Setelah tahun 2021 lalu diisi banyak drama Korea bergenre thriller dan action, memasuki tahun 2022 ada drama ringan yang menghangatkan hati. Our Beloved Summer, drama Korea satu ini sudah tayang sebanyak 10 episode dan wajib masuk dalam daftar tontonan awal tahunmu.
Our Beloved Summer bercerita soal hubungan rumit antara Choi Ung (Choi Woo Shik) dan Kook Yeon Su (Kim Da Mi) yang putus dan dipersatukan kembali gara-gara film dokumenter semasa mereka SMA viral. Drama yang merupakan adaptasi dari Webtoon ini memang wajib kamu tonton karena 6 alasan berikut.
#1 Tema biasa dengan eksekusi yang tidak biasa
Our Beloved Summer memasukkan unsur dokumenter dan pendekatan retrospektif ke dalam plotnya. Alur maju-mundur dituturkan dengan rapi dan terkonsep. Seperti misteri, rahasia kedua karakter diungkap dengan sabar sehingga penonton dibuat penasaran dan setia menunggu lanjutannya.
Tema yang diusung drama ini sebetulnya cukup umum, tetapi dieksekusi dengan cara yang berbeda dari drama komedi romantis lainnya. Misalnya, plot cinta bersegi-segi yang entah bagaimana tidak dibuat kompetitif tetapi tetap seru untuk diikuti. Selain itu, drama ini juga tidak memiliki satu pun karakter yang menyebalkan tipikal drama rom-com 2010-an.
#2 Lucu, heartwarming, heartbreaking, dan menggemaskan
Our Beloved Summer adalah paket lengkap. Kita akan disuguhi komedi ringan yang membuat kita tertawa tanpa berpikir, konflik cerita yang seru sekaligus menyayat hati, hingga tingkah-tingkah menggemaskan dari Choi Ung dan Yeon Su yang bisa membuat awal minggumu tidak butek. Selain itu, porsi dari masing-masing elemen itu pas dan tidak saling mengungguli. Drama ini juga mengungkap sisi baik dari semua karakter, sehingga kita sulit membenci siapa pun di drama ini. Penonton akan belajar bahwa setiap orang memiliki sisi baik yang tidak diperlihatkan kepada orang lain.
#3 Setiap episode memiliki tema yang jelas
Our Beloved Summer memiliki konsep yang jelas sebagai sebuah drama. Meskipun drama ini diadaptasi dari Webtoon, para kreator tidak sekadar menyadur cerita dan mengubahnya ke dalam bentuk audio-visual, melainkan juga menyisipkan tema-tema tertentu di setiap episodenya. Setiap episode diberi judul yang terinspirasi dari film-film populer seperti 500 Days of Summer, 10 Things I Hate About You, Pride & Prejudice, hingga Catch Me If You Can. Masing-masing tema dieksekusi dengan efektif tanpa mengganggu alur utama drama ini.
#4 Sinematografi yang estetik dan memiliki kesan mahal
Saat kamu menonton film atau serial televisi, hal pertama yang bisa kamu lihat adalah visualnya. Sebagian orang bahkan menganggap sinematografi sebagai sebuah pertimbangan penting sebuah film atau serial. Our Beloved Summer adalah satu dari sedikit drama Korea yang memiliki sinematografi luar biasa. Tone warna yang digunakan tampak estetik dan mewah. Terutama di episode 8, kamu akan disuguhi visual lanskap pedesaan yang memanjakan mata. Diiringi musik latar yang merdu, gambar di layar terasa hidup.
#5 Reuni Choi Woo Shik dan Kim Da Mi
Drama ini juga mempertemukan kembali dua aktor Korea Selatan paling potensial, Choi Woo Shik (Parasite) dan Kim Da Mi (Itaewon Class) yang sama-sama pernah menjadi pemeran utama dan villain di film besutan Park Hoon-jung, The Witch: Part 1. Subversion. Reuni ini tentu sangat dinantikan mengingat chemistry keduanya di film tersebut sangat bagus. Di drama ini, mereka juga dibantu oleh aktor-aktor yang sedang naik daun seperti Kim Sung Cheol (Prison Playbook) dan Roh Jeong Eui (18 Again).
#6 Soundtrack yang catchy
Ada V BTS, 10cm, hingga BIBI. Kalau original soundtrack drama ini dijual sebagai album, saya rasa penjualannya tak akan kalah dari album boy group atau girl group pada umumnya. Selain easy-listening, OST Our Beloved Summer juga memiliki lirik yang ngena. Kalau kamu masih ragu untuk menonton drama ini, coba dengarkan OST-nya dulu. Kamu akan segera berubah pikiran.
Tentu saja selain keenam alasan di atas, Our Beloved Summer juga mudah diakses. Kamu bisa tonton drama ini secara legal di Netflix. Selamat menonton, Chingu!
Penulis: Rizal Nurhadiansyah
Editor: Intan Ekapratiwi