Para insan indie ini, selain sering bikin konten yang mengeksploitasi senja dan kopi, kadang -pada keadaan tertentu- memang nggatheli, cuk! Terlebih mereka yang hobi membandingkan selera musik seseorang, padahal di mata Tuhan semuanya sama, yang membedakan cuma kadar imam dan takwa~
Hal begini saja nggak paham dasar musik snoob, komunis, liberal!!1!!! Mereka akan merasa superior dan menjatuhkan insan yang berbeda selera lalu memantik keributan yang nggak penting.
Apa yang dibilang orang-orang itu memang benar adanya bahwa Pilpres itu cuma dalih, kita aja yang doyan ribut. Buktinya kecenderungan musik bisa membelah masyarakat ke dua kubu. Bahkan menurut beberapa ramalan para ahli, perbedaan cara makan bubur diaduk atau engga bisa, menjadi pemicu perang saudara.
Kita semua sepakat bahwa musik selalu menjadi hiburan arus utama setelah film, karena memang tipikal masyarakat Indonesia lebih senang mendengar dan menonton ketimbang membaca. Belakangan ini, entah dimulai oleh siapa, di tanah air tercinta gigs dari musisi indie semakin menjamur dan mendapat apresiasi yang layak. Mulai dari pensi anak SMA hingga peresmian gapura kampung selalu mengundang mereka. Tentu menjadi preseden baik bagi industri kreatif kita.
Penonton kini datang dari berbagai macam latar belakang mulai dari anak sekolahan, mahasiswa, pekerja, bapak-bapak bahkan para ukhti. Karena muncul dari latar belakang yang beragam inilah timbul klasifikasi tertentu untuk para penonton ini. Kalau mau melacak dan mengamati, kita bisa menemukan 5 tipe penonton yang membuatmu berpikir, kok bisa ya ada mereka, tapi nyatanya selalu ada pada setiap gigs. Jika kalian menemukan tipe lain yang lebih menyebalkan dari yang sya sebutkan, saya sarankan lebih baik kalian hijrah dan percaya bahwa musik itu haram.
1. Penonton dengan atribut yang heboh
Para insan indie memang selalu tampil mbois juga mentereng dalam keseharian, tetapi akan lebih total saat menonton gigs dari grup musik idola. Mulai dari atas sampai bawah tubuh mereka dihiasi merch dari musisi kesayangan dalam bentuk jacket, Kaos, tote bag, topi, sepatu hingga sempak -jika ada. Membeli lalu memakai merch adalah bentuk apresiasi, semacam unjuk diri dihadapan khalayak bahwa mereka bukan fans kacangan. Eh tapi kadang tetap download lagu bajakan juga di Internet. xixixi.. Bodo amat yang penting indie, My lov~
Saking hebohnya kadang mereka terlihat mengeluarkan keringat lebih banyak dari pemain WWE, mbok ya udah loncat-loncat pake kaos plus jaket jeans pula. Cuma karena ingin tampil total.
Pernah dengar lelucon bahwa di setiap konser musik apapun selalu ada bendera Slank atau OI? Dalam hal ini naque indie tak kalah ramashook; sering saya lihat beberapa orang memakai kaos bertuliskan “Danila” dengan jelas dan mencolok padahal yang sedang manggung adalah Jason Ranti; salah kamar, cuk.
2. Ukhti-ukhti salah tempat
Telinga mereka asing dengan lagu yang dibawakan, tidak terbiasa satu tempat dan berdesakan bersama laki-laki yang moshing dan joget lincah, tapi tetap bertahan hingga acara selesai. Persis seperti saat ditanya kapan menikah oleh familly; bingung harus ngapain~
Biasanya tipe penonton ini adalah orang yang diajak oleh orang lain, terlebih kekasih. Sering risih karena bau keringat orang lain, atau kena senggol manusia yang sedang joget tetapi tetap bertahan karena bebeb. Ya Allah betapa mulianya~
3. Mereka yang malah sibuk otak atik gawai
Orang lain sing a long mereka sibuk dengan gawai, orang lain tepuk tangan mereka tetap sibuk dengan gawai, orang lain moshing mereka masih sibuk dengan gawai, orang lain bubar, eh mereka upload snapdi instagram “Acaranya seruuuuu banget, uwuwuw!” padahal sejak mula cuma otak-atik gawai.
Nggak paham mereka datang untuk menikmati atau sekedar pamer pada netizen. Sebenarnya bebas saja dan gak masalah, cuma mbok ya pas foto atau video flash gausah nyala. Silau, cuk!
4. Gerombolan joget
Soal stamina dan kelincahan mereka cuma kalah tipis dari Gareth Bale, kadang membuat gerakan yang nyentrik entah secara individu dengan grasak-grusuk senggol kiri kanan, atau kerja kolektif membentuk lingkaran dan saling berputar, atau gotong royong mengangkat kolega dari tangan ketangan. Nah untuk yang terakhir pasti saat sekolah rajin masuk mata pelajaran kewarganegaraan, terutama bab gotong royong. Pokoknya kreatif abis~
Mungkin bagi mereka nonton gigs tanpa moshing ya mirip makan tanpa sambal, hampa. Terserah lagu apa saja yang penting keringat deras mengalir, dan kadang ini menyebalkan. Masa pas Banda Neira nyanyi sampai jadi debu, mereka tetap beratraksi. Ganggu, cuk! Mending ikut nonton acara musik pagi di televisi, bisa joget cuci jemur cuci jemur sambil teriak lalalayeyeye~
5. Makhluk tipe sambat
Biasanya mereka ini memang terlampau kritis dan tampil sebagai juri, mulai dari mengomentari kualitas panggung, sound, harga tiket, durasi, bahkan mereka akan sedikit memberi saran efek rumah kaca untuk berganti nama menjadi efek rumah padang karena cholil gendutan. Pokoknya apa sajalah yang penting sambat. Tipe ini mungkin adalah netizen yang sering berkomentar ‘maaf sekadar mengingatkan’ dalam versi dunia nyata.
Nah itu dia 5 tipe penonton gigs indie. Kadang dalam hati kecil saya merenung, apakah Tuhan menciptakan manusia sejenis ini untuk menguji kesabaran kita?
Tapi ingat, mau sesebal apapun kita, mereka turut memiliki peran dalam pertumbuhan musik Indonesia. Maju terus musisi Indonesia!